Mohon tunggu...
Zian Nabilla Barus
Zian Nabilla Barus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara

Aktif sebagai mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perdebatan Legalitas LGBT yang Tak Kunjung Usai

25 Oktober 2022   00:00 Diperbarui: 25 Oktober 2022   08:07 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era digital seperti sekarang ini, pertukaran informasi terjadi dengan sangat cepat. Setiap detik, informasi ditransmisikan dari belahan bumi Utara ke belahan bumi Selatan hanya dalam hitungan detik. Pertukaran informasi yang berkelanjutan ini dapat mempengaruhi sikap individu dan masyarakat terhadap konflik dan masalah sosial.

Setiap negara memiliki hukum atau pandangan yang berbeda tentang setiap masalah. Demikian pula Indonesia masih menjadi negara yang belum melegalkan keberadaan kaum LGBT di masyarakat. Meski belum ada undang-undang yang jelas melarang LGBT, namun Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa LGBT hingga saat ini belum juga disahkan.

Seperti yang Anda ketahui, sila pertama Pancasila adalah 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Sila tersebut menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara beragama dan tentu saja enam agama yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu sama sekali tidak memperbolehkan perilaku LGBT tersebut dalam masing-masing ajarannya.

Akan tetapi, kaum LGBT tersebut tetap saja ada dan semakin berkembang di masyarakat hingga saat ini. Dengan tameng adanya Hak Asasi Manusia, mereka menganggap LGBT bukanlah sebuah penyimpangan, melainkan perbedaan yang patut dihargai. Terlebih lagi dalam UUD 1945 Amendemen II tentang kebebasan berekspresi, yaitu Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya". Selanjutnya, dalam ayat (3) dinyatakan pula, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan adanya UU tersebut, kaum LGBT semakin yakin bahwa yang mereka alami bukanlah suatu kesalahan.

Sudah jauh membahas perdebatan LGBT, sebenarnya apa itu LGBT? Dan bagaimana sejarahnya?

LGBT merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender. Lesbian merupakan ketertarikan wanita pada gender wanita, begitu pula gay merupakan ketertarikan seorang pada orang yang memiliki gender yang sama, termasuk ketertarikan antar sesama lelaki. Biseksual ialah sebutan untuk orang yang memiliki ketertarikan pada setiap gender, tidak hanya perempuan atau laki-laki, tetapi juga transgender, gender biner, nonbiner, dan lain-lain. Sedangkan Transgender merupakan orang yang memiliki ekspresi gender yang berbeda daripada yang seharusnya ia miliki (maskulin atau feminim). Dikutip dari halosehat.com, masih banyak pandangan yang menyebutkan LGBT sebagai penyakit sosial, gangguan mental, atau praktik seksual yang menyimpang. Padahal sampai saat ini, belum ada konsensus (kesepakatan) di antara peneliti yang menyatakan perbedaan orientasi seksual dan gender dalam LGBT berkaitan dengan penyakit jiwa, trauma psikologis, atau gangguan seksual.

Mengenai sejarahnya, LGBT sudah pernah terjadi jauh sejak berabad-abad lalu. Kisah paling terkenal yang bisa kita bahas ialah kisah Nabi Luth. Dalam kisahnya, ada kaum yang disebut kaum Sodom yang mana kaum tersebut melakukan sama halnya seperti LGBT. Dalam kisah yang juga termaktub dalam Al-Qur’an tersebut, kaum Sodom akhirnya diberi adzab karena sudah melanggar perintah Tuhan yakni, larangan meyukai sesama jenis. LGBT yang terjadi pada zaman Nabi Luth merupakan kasus LGBT pertama di dunia, sebagaimana dalam Al-qur’an Allah berfirman, “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun sebelummu (di dunia ini)?” (QS. Al-A’raf : 80).

Selain dari kisah Nabi Luth, pada zaman sejarah kuno (1700 SM), kode Hammurabi secara luas dianggap sebagai penyebutan awal lesbian di dokumen sejarah yang masih ada sampai saat ini. Kode Hammurabi tersebut memuat referensi wanita yang disebut salzikrum (secara harfiah berarti: “anak laki-laki”), tetapi merupakan perempuan yang diizinkan untuk menikahi wanita lain. Kode ini juga berisi penyebutan awal kata transgender (LGBT, 2016).

Dalam pandangan masyarakat sendiri, LGBT masih menjadi isu yang sangat sensitif jika dibahas, terlebih lagi di sosial media. Kubu pro dan kontra sama-sama merasa yakin dan kuat dengan pegangannya masing-masing. Media juga seringkali menyinggung atau sedikit membahas mengenai LGBT ini. Sehingga, LGBT saat ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat umum. Faktor era digital, yang mana informasi dan pengaruh dari lingkungan luar juga punya pengaruh sangat besar pada pandangan masyarakat terhadap LGBT itu sendiri. Hal tersebut disebabkan adanya beberapa Negara yang sudah melegalkan LGBT seperti yang dikutip dari Suara.com beberapa Negara berikut merupakan Negara yang sudah melegalkan LGBT, yakni Belanda sejak 2001, Kanada sejak 2005, Spanyol sejak 2005, Amerika Serikat sejak 2015, Jerman sejak 2017, Swiss sejak 2019 dan masih banyak lagi.

Keadaan Negara yang melegalkan adanya LGBT tentu juga tersiar melalui banyak platform media, khususnya media sosial. Terlebih lagi, LGBT masih terus menjadi perdebatan yang tidak ada habisnya di Indonesia bahkan dunia. Oleh karena itu, tentu berita maupun konten mengenai LGBT terus dapat dengan mudah menggapai perhatian publik dan menjadi bahan perbincangan hingga perdebatan di mana saja.

Untuk saat ini, baik tim kontra maupun tim pro ada baiknya saling menghargai pendapat masing-masing. Meskipun ada benarnya jika harus mengingatkan ketika kita bertemu sesuatu yang kita rasa salah, ataupun kita yang hanya ingin mendapatkan hak asasi manusia yang sama. Akan tetapi, LGBT merupakan suatu isu sosial yang sulit dicapai titik terangnya sampai saat ini di Indonesia. Oleh karena itu, lebih baik bagi kita hanya mengingatkan bukan menyudutkan dan percayakan pada sang pemilik takdir atas segalanya. Sebab, pada hakikatnya kita adalah manusia yang beragama di atas Negara yang beragama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun