Kata "korupsi" mungkin sudah sering didengar oleh telinga kita, bahkan korupsi juga sudah menjadi budaya yang berkembang di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah aksi korupsi namun sampai hari ini kita masih sering mendengar atau membaca berita tentang kasus korupsi. Korupsi berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu (Setiadi, 2018). Korupsi akan memperburuk moral individu karena pada dasarnya pelaku korupsi mengedepankan kepentingan pribadi diatas segalanya.
Belakangan ini Indonesia dihebohkan dengan kasus penambangan timah ilegal yang berdampak pada kerugian negara senilai 271 triliun. Dalam konferensi pers kejagung, Bambang mengungkapkan kerugian negara senilai 271 triliun tersebut berupa kerugian lingkungan hidup penggabungan antara kerusakan alam kawasan hutan dan non hutan.Â
Pada kasus ini kejagung menyatakan ada 16 orang tersangka, dua diantaranya merupakan sosok yang cukup dikenal di kalangan masyarakat yaitu Harvey Moeis suami dari seorang artis Sandra Dewi dan Helena Lim yang dikenal sebagai "Crazy Rich" PIK. Kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk ini dilakukan pada periode 2015-2022. Adanya kasus ini perlu dipertanyakan bagaimana pengawasan pemerintah terhadap aksi penambangan ilegal di lahan milik PT Timah Tbk.
PT Timah Tbk sendiri merupakan perusahaan milik negara (BUMN) yang bergerak dibidang penambangan timah. Dilansir dari website resmi miliknya, PT.Timah Tbk merupakan produsen dan eksportir logam timah, dan memiliki segmen usaha penambangan timah terintegrasi mulai dari kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan hingga pemasaran. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi juga bidang pertambangan, perindustrian, perdagangan, pengangkutan dan jasa.Â
Pada dasarnya perusahaan milik negara yang dinaungi oleh BUMN ditujukan untuk dapat mendongkrak perekonomian negara. Pada kasus penambangan ilegal ini bukannya menguntungkan negara tapi malah merugikan negaranya sendiri. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, diduga telah menyalahgunakan kewenangan.Â
Tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani memberikan izin illegal kepada perusahaan swasta untuk menambang di lahan milik PT Timah Tbk. Akibatnya, perusahaan swasta dapat menambang seenaknya seperti di lahannya sendiri. Hal tersebut bermula saat Harvey Moeis mencoba menghubungi direktur utama PT Timah Tbk yaitu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani untuk mengakomodir penambangan liar tersebut.
Kasus ini tidak semata-mata hanya penambangan ilegal saja, tetapi terdapat aksi korupsi di dalamnya. Adanya kasus korupsi pada penambangan timah ilegal ini dilakukan begitu rumit. Untuk menutupi tindak jahat tersebut diperlukan kongkalikong oleh beberapa pejabat perusahaan untuk melakukan money laundering.Â
Money laundering menjadi cara yang sering digunakan untuk menutupi aksi korupsi oleh banyak pejabat dengan tujuan agar tidak terlacak adanya penyelewengan dana yang telah dilakukan. Cara kerja money laundering atau pencucian uang yaitu dengan memasukan "uang haram" ke dalam financial system atau catatan keuangan yang sah dan jelas.Â
Pada kasus ini para tersangka telah memasukkan "uang haram" tersebut ke dalam Corporate Social Responsibility (CSR) dimana "uang haram" itu dikelola sedemikian rupa dengan tujuan untuk menutupi adanya aksi korupsi sehingga hasil korupsi tersebut masuk kedalam kantong para tersangka. Penerbit dari CSR itu sendiri yakni Helena Lim sebagai manager dari PT.QSE.
Kerugian negara akibat penambangan ilegal ini yaitu kerusakan lingkungan akibat penambangan timah ilegal, hasil timah yang didapatkan oleh penambang legal tidak memenuhi kuota, dan PT Timah Tbk mengalami fase kalah jumlah ekspor timah dengan perusahaan smelter swasta padahal PT Timah Tbk pemilik lahan tambang timah terluas di Indonesia.
Bagaimana kasus ini bisa terungkap?