4. Dikuasainya Palestina kembali oleh Kaum Muslimin
Thaufan Al-Aqsha ditengarai menjadi fase pertama kelalahan Israel. Sejak 75 tahun penjajahan, baru perang kali inilah yang membuat Israel kehilangan teramat banyak tentara dan menderita kerugian material yang amat besar. Tak hanya itu, perang opini di media sosial berhasil menciptakan fase kekalajan Israel yang kedua, yakni suramnya wajah Israel.Â
Hal ini amat dipahami oleh pejuang Islam. Dalam pidatonya, Abu Ubaidah kerap menyelipkan perintah pada kaum Muslimin untuk menjaga wudhu karena sebentar lagi kita akan berbondong-bondong masuk ke Masjidil Aqsha. Karena tak ayal lagi, berdasar ayat itu, langkah berikutnya adalah masuknya kembali kaum muslimin ke Masjidil Aqsha.Â
Tapi, mungkinkah?Â
Sayangnya, berdasarkan data B'Tselem, rumah-rumah orang Palestina justru semakin sedikit jumlahnya di wilayah Jerussalem. Setidaknya sepanjang 2023, 187 Â rumah orang Palestina telah terpaksa dihancurkan dengan dalih tidak memiliki sertifikat. Para penduduk Palestina ini kebanyakan menghancurkan sendiri rumah mereka dengan tangannya karena apabila tidak, otoritas pendudukan akan menghancurkannya dengan buldozer dan sang pemilik rumah harus membayar setengah juta shekel.
Kesewenang-wenangan Israel ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membuat Orang Palestina pergi dari sana. Warga Palestina juga tidak diberi fasilitas pembuangan sampah, trotoar, taman, dan mereka diintai melalui banyak kamera yang tersebar dimanapun. Israel juga telah merencanakan setidaknya penghancuran 20.000 orang Palestina di Jerussalem. Saat ini saja, jumlah orang Palestina hanya sekitar 40% dari satu juta penduduk di wilayah itu. Dengan semakin sedikitnya orang Palestina di sana, bukan tidak mungkin Masjidil Aqsha jatuh seluruhnya di tangan Israel.Â
Kemenangan Kolektif Umat Islam
Mimpi buruk tadi bisa jadi akan terjadi. Karena bahkan Kaum Muslimin di seluruh dunia saat ini belum bisa dibilang 'siap' untuk menaklukkan Al-Aqsha. Thaufaan Al-Aqsha memang berhasil membangunkan umat yang tengah tertidur. Tapi saya rasa, masih memerlukan waktu untuk sampai pada tahap umat yang memimpin dunia.
Padahal, Rasulullah dulu tidak membebaskan Al-Aqsha kecuali setelah memenangkan Perang Mu'tah melawan 200.000 pasukan Romawi Timur. Setelah itu, Rasulullah masih pula berperang di Tabuk yang hanya berjarak 500 km dari Al-Aqsha. Setelah wafat pun, para sahabat masih bertempur di Perang Yarmuk melawan 500.000 serdadu Romawi Timur. Baru setahun setelah kemengan itu, Kaum Muslimin berhasil menaklukkan Al-Aqsha.
Sejarang penaklukkan Al-Aqsha adalah sejarah yang panjang yang didahului kemenangan-kemenangan yang lainnya. Kemenangan atas Al-Aqsha bahkan bisa dibilang menjadi 'gong' atas perang-perang yang mendahuluinya.
Terlebih, dalam konteks hari ini, rasanya akan sulit sekali mengalahkan Israel yang didukung penuh oleh Amerika dan sekutu-sekutunya. Mengalahkan Israel, artinya mengalahkan Amerika. Dan mengalahkan Amerika, artinya menjadi super power baru dunia. Untuk menjadi super power, artinya umat muslim dunia harus kuat tidak hanya secara ekonomi, tapi juga secara keilmuan, sosial, budaya, teknologi, juga banyak aspek lainnya. Sungguh itu semua bukan tidak mungkin karena kita punya Al-Quran, petunjuk paling mutakhir dalam meraih kemenangan. Hanya saja, saya rasa munculnya kaum muslimin menjadi pemimpin segala aspek kehidupan masih memerlukan waktu.