Mohon tunggu...
Zahratul Iftikar
Zahratul Iftikar Mohon Tunggu... Lainnya - Dokter gigi, ibu 2 anak, pegiat sustainable living, guru tahsin Al-Quran

Raising my children sambil praktek dokter gigi, berkebun, beternak, membaca, menulis dan mengajar baca Quran.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gempa Bantul dan Trauma yang Masih Mengintai

1 Juli 2023   08:33 Diperbarui: 1 Juli 2023   19:01 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gempa Bantul tahun 2006 (kompas.com) 

Saya sedang dalam perjalanan pulang dari klinik tempat saya praktek, ketika ban motor terasa bergoyang dan orang-orang berhamburan ke luar ruangan. Mata langsung saya arahkan ke tiang listrik. Oh, semua bergoyang. Pastilah terjadi gempa bumi. 

Sampai di rumah, kerabat dekat sudah ramai menanyai kabar kami di WhatsApp. Ternyata gempa semalam magnitudonya cukup besar, 6,6 SR dan berpusat tidak jauh dari daratan Bantul, DIY. Kedalamannya pun hanya 12 kilometer. Tidak heran getarannya terasa kuat dan lama. 

Twitter @infoBMKG
Twitter @infoBMKG

Diberitakan pula, puluhan bangunan di Bantul, Gunungkidul, Kota Yogyakarta maupun di Sleman rusak karena gempa semalam. Belasan orang dilaporkan luka-luka dan bahkan 1 orang meninggal karena kaget. 

Menjelang tidur semalam, saya tidak bisa tidur. Sebagai penyinyas gempa Bantul tahun 2006, masih ada trauma yang timbul kalau terjadi gempa. Rasanya takut sekali kalau-kalau terjadi gempa besar lagi dan merusak rumah kami. Saya yakin banyak warga Bantul yang juga tidak tidur atau memilih tidur di teras. Memori 17 tahun lalu masih amat jelas tergambar di benak kami. 

17 Tahun Silam

Kala itu, gempa terjadi pukul 5.59 saat orang-orang bersiap-siap sekolah dan bekerja. Getaran terasa kuat sekali hingga menghancurkan 71.763 rumah dan membuat lebih dari 130.000 rumah rusak berat maupun ringan. Korban jiwa mencapai 5.782 jiwa dan 26.299 orang lainnya luka berat maupun ringan.

Sebuah angka yang besar. Yang tidak hanya terasa besar di atas kertas, tapi karena saat itu untuk pertama kalinya saya menjadi korban bencana alam yang masif. 

Tergambar jelas di benak saya rumah-rumah tetangga rubuh rata dengan tanah. Orang-orang berhamburan keluar dengan wajah panik dan ketakutan. Satu dua orang mengucurkan darah di kepala, tangan, atau kakinya. Beberapa orang tertimpa bangunan dan berteriak minta tolong.

Ada pula yang masih berada di dalam reruntuhan dan perlu berjam-jam untuk mengevakuasinya. Sebanyak 11 tetangga kami meninggal dan hampir semuanya kehilangan rumah karena hanya ada 11 rumah yang masih tegak berdiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun