Tahukah anda Wakatobi adalah sebuah kabupaten yang namanya berasal dari singkatan empat pulau besar di sini, yaitu: Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko?
Setelah menikmati keindahan Pulau Wangi-wangi sehari di darat, dan sehari di laut, saya menyebrang dari Pulau Wangi-Wangi ke Pulau Tomia, menggunakan kapal ferry Fungka Express melalui Pelabuhan Numana yang berlokasi dekat Desa Liya. Air di sekitar pelabuhan ini juga bening hingga bisa melihat lamun-lamun melambai di dalam laut.
Setelah di kapal, kami mencari tempat duduk di deretan kursi yang berada di dek bawah kapal. Karena posisinya di bagian bawah dan jendela ketinggian, jadi penumpang kesulitan melihat pemandangan selama kapal berlayar. Kalo dek atas itu posisinya penumpang berbaring.
Kapalpun mulai berangkat setelah terlambat sekitar 30 menit dari jadwal yang diinfokan. Saat kapal berlayar, ada awak kapal yang berkeliling membagikan air mineral gelas, dan biskuit. Awalnya, kupikir kayak lagi naik bus di Pulau Jawa, yang mana ada penjaja yang memberikan dagangan kepada penumpang, lalu bila penumpang mau, silahkan bayar, bila gak mau, silahkan dikembalikan pada penjualnya. Ternyata, kalo di kapal ini, memang ada camilan yang dibagikan gratis untuk penumpang yang ikut berlayar ke Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, atau Pulau Binongko. Untuk saya yang menuju ke Pulau Tomia, perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam 40 menit, dan tiket dibeli saat berada di dalam kapal, seharga Rp175.000.
Sekitar jam 11:10 WITA, kami tiba di Pulau Tomia. Kami telah memesan sebuah penginapan di Pulau Tomia, dan mendapat fasilitas antar-jemput gratis dari dan ke pelabuhan. Kami juga memesan rental mobil dari penginapan ini. Untuk info penginapan, dan jasa rental motor/mobil, saya cantumkan pada akhir artikel ini ya.
Sesudah beristirahat sebentar, kami mulai menggunakan jasa rental mobil. Pertama, kami diantar ke warung makan yang terletak sekitar 200 meter dari penginapan, kami memilih menu mie ayam di sini. Setelah kenyang, kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Huntete. Sekitar 25 menit kemudian, kami tiba di Pantai Hu'untete ini, dan cuaca sedang hujan, jadi kami berlindung dulu di dalam mobil.
Pantai Hu'untete ini merupakan pantai yang panjang, pasirnya bertekstur kasar seperti buliran wijen yang beraneka ukuran, dan garis pantai ini terlihat agak berwarna merah muda (atau pink). Saking panjangnya pantai ini, gulungan gelombang laut selalu terbagi beberapa ruas. Gelombang di ujung sana sudah menghempas ke bibir pantai, yang di tengah masih menggulung, sedangkan gelombang di ujung situ baru mulai menggulung. Pantai yang sisi kami turun dari mobil itu agak kotor dengan sampah, lalu kami berjalan ke kiri, dan lebih bersih di sini, walaupun saat kami berjalan ke lebih kiri lagi, area pantai situ agak berbau pesing.
Saya menikmati hempasan gelombang pada kakiku, dan memejamkan mata sambil mendengar suara riuh ombak di sini, sampai akhirnya datang pengunjung lain yang ramai, ada orang dewasa dan anak kecil, serta memutar musik kencang melalui empat pengeras suara besar yang dibawa pada mobil pick-up nya. Waduh, maaf ya, jujur, saya sebagai pengunjung pantai merasa terganggu, bukannya ke pantai untuk menikmati suara alam, malah alunan musik yang sebenarnya bisa didengar di manapun.
Kemudian, kami menuju Tebing Ampombero. Tempat ini berada dalam satu kawasan dengan Pantai Hu'untete. Jadi, kami berkendara kembali, dan berbelok di sebuah persimpangan, lalu ikuti petunjuk papan jalan menuju Tebing Ampombero. Awalnya, sang supir sempat membuat kami ragu untuk mengunjungi tempat ini, karena penjaga pintu Tebing Ampombero sedang tidak bisa dihubungi, jadi khawatir tidak bisa masuk.
Setelah tiba di sini, saya merasa gapapa kok sudah janjian dengan penjaga pintu ataupun belum, penjaga pintu ada atau gak, karena beliau adalah yang membukakan pintu akses menuju pondok-pondok, atau rumah-rumahan di bawah situ, sedangkan saya melihat Tebing Ampombero juga sungguh indah dinikmati dari ketinggian ini. Penjaga memang sedang tidak ada, jadi kami tidak masuk ke rumah-rumahan bawah situ, gak tahu bagaimana panorama dari sudut pandang tersebut. Kami berdiri di puncak ini, dan bisa melihat puncak hijau yang melengkung di ujung sana, serta air laut di bawah tebing yang bergradasi biru muda bening sekali dan biru tua.
Lalu, kami menuju tempat wisata berikutnya, yaitu Puncak Kahiyanga. Dari area mobil diparkir, kami berjalan melewati taman yang agak kurang terawat, dan agak bersemak-semak untuk tiba di anjungan yang ada beton huruf "tomia". Suasana di sini adem, angin sepoi-sepoi dingin, dan membuatku merasa ngantuk. Â Di sini, pengunjung dapat melihat padang rumput, pemukiman warga, dan laut lepas.
Saat kami di sini, sempat hujan gerimis, sehingga ada bekas rintikan hujan pada bajuku ini. Tetapi, sebagai bonusnya, setelah hujan, kami disuguhi dengan pelangi yang menawan, walaupun hanya berupa garis lengkung pendek, tetapi sangat memanjakan mataku.
Sekitar jam 17.30, kami mulai menikmati keapikan matahari terbenam yang mewarnai langit, awalnya bercak oren di satu sisi langit, lalu awan-awan di atasnya mulai menjadi warna kemerahan, yang perlahan-lahan diiringi dengan menggelapnya langit. Kamipun kembali ke penginapan untuk beristirahat. Demikian, kami telah menjelajahi tiga tempat wisata di Kecamatan Tomia Timur, yang sekecamatan dengan tempat penginapan kami.
Keesokan harinya, kami pulang dari Pulau Tomia ke Pulau Wangi-wangi. Ada 2 jadwal kapal rute ini, yaitu jam 6 pagi, dan jam 9 pagi. Kami memilih yang jam 9 pagi. Kami diantar oleh mobil penginapan jam 8.30 menuju pelabuhan ferry. Setelah sekitar 20 menit, kami tiba, dan membeli tiket kapal di loket yang berada di depan pelabuhan, seharga Rp170.000. Kami menunggu di pelataran pelabuhan yang tanpa kursi duduk, dan tanpa atap peneduh ini. Beberapa lama kemudian, kapal yang berlayar dari Pulau Binongko datang menjemput kami para penumpang di Pulau Tomia, dan kapal berangkat dari Tomia sekitar jam 9.42 WITA. Kapal hari ini penuh sekali. kami bahkan tidak kebagian tempat duduk di dalam kapal, dan akhirnya duduk di kursi belakang kapal yang terbuka.
Dibandingkan duduk di dalam kapal saat kemarin menuju ke Pulau Tomia, saya merasa duduk di kursi belakang kapal ini lebih berudara segar, karena sekalipun di dalam kapal ada AC tetapi saya tetap keringat kepanasan hari itu. Namun, sekitar jam 10 lebih, matahari mulai terik sehingga terjemur kepanasan di dek terbuka ini, bahkan sempat hujan di tengah perjalanan, sehingga para penumpang berdempetan ke setengah dek depan yang ada atap.
Akhirnya, kami tiba di Pulau Wangi-wangi jam 12.18 WITA, dan untuk keluar dari kapal, kami para penumpang yang duduk di belakang sini, harus melewati dek yang posisi penumpang berbaring, jadi di sini deknya memang rendah, sehingga jalannya harus dengan posisi bungkuk. Tiba kami di Pelabuhan Numana, Pulau Wangi-wangi lagi deh.
Bagaimana? Setelah membaca artikel ini, apakah anda juga tergoda untuk mengunjungi Pulau Tomia? Atau anda sudah pernah mengunjungi tempat-tempat wisata yang saya tunjukkan dalam artikel ini juga? Apakah ada hal-hal berbeda yang anda lihat dari tempat-tempat wisata tersebut? Yuk, berbagi cerita di kolom komentar...
Atau tempat indah apa lagi yang belum saya kunjungi di Pulau Tomia? Kasihtahu aku juga di kolom komentar ya...
Mari Visit Wakatobi untuk melihat Pesona Indonesia.Â
Catatan:
- Jam yang tertera dalam artikel adalah Waktu Indonesia Tengah (WITA).
- Harga dan kondisi tempat yang dikunjungi adalah sesuai dengan kenyataan pada 25-26 April 2023. Bila anda berkunjung ke Pulau Tomia dan ternyata kondisinya sudah berbeda, bagikan juga cerita anda ya...
- Ini merupakan blog liburan pribadi, yang bukan merupakan travel review yang profesional. (Doakan semoga kelak menjadi travel blogger berkualitas ya...)
- Semoga bermanfaat ya!!! Selamat berliburan!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H