Sayangnya, berdasarkan info warga lokal, dan juga terlihat dari bangunan-bangunan roboh di tengah laut. Dulunya, bangunan tersebut disewakan sebagai ruang rapat atau ruang pertemuan, tetapi kini rusak dan terbengkalai.
Setelah duduk santai sebentar di sini, kami melanjutkan perjalanan ke Te'e kuea, sebuah air terjun di Pulau Wangi-wangi. Untuk tiba di air terjun ini, harus melalui jalan setapak yang kiri-kanannya masih berupa rumput semak-semak.Â
Saat tiba, dan merasakan airnya, tentu sensasi bermain air di air terjun berbeda dengan di permandian goa dan kolam alami yang dijumpai sebelumnya di Wangi-wangi. Air di air terjun lebih sejuk.Â
Selain itu, dibandingkan air di permandian goa dan kolam alami yang cenderung diam, aliran di air terjun tidak henti-henti melewati bebatuan aneka bentuk, sehingga memberikan pukulan pada badan seolah-olah memijat tubuh. Kamu lebih suka di permandian goa, kolam alami atau di air terjun?
Lalu, kami melanjutkan bermotoran menuju Wungka, ini merupakan jalan lintasan menuju puncak. Ada apa di sini? Jalan raya di sini lebih lebar daripada jalan di tengah kota yang dilalui pagi tadi. Ada kawasan bekas tambang, ada tempat wisata yang terlantar yaitu Darakunti Pookambua, dan kantor DPRD Kabupaten Wakatobi. Jadi, kalo yang jadi DPRD di Wakatobi, berkantornya di sini, dengan panorama alam bebas begini.
Setelah mengitari Wungka, kami menuju Kampung Bajo Mola Bahari. Ya, jadi ini adalah area perkampungan suku Bajo yang hidupnya di rumah-rumah panggung di atas laut.Â
Laut di lokasi ini benar-benar biru bening, bisa melihat lamun-lamun yang berayun, dan ikan-ikan yang berenang. Namun, sayangnya, banyak juga sampah-sampah rumah masyarakat yang dibuang ke dalam laut bening ini. Kawasan ini tidak hanya sekedar rumah warga, tetapi juga ada warung, kios, bahkan apotek yang beroperasi. Adanya jembatan pelangi yang dibangun di kawasan Mola Selatan telah menjadi salah satu tempat pengunjung berfoto instagrammable.