Bagi anda, adakah hari-hari yang harus pasti dilalui bersama-sama dengan keluarga? Seperti Lebaran bagi kaum Muslim, Natal bagi kaum Kristiani, dan Tahun Baru Imlek bagi kaum Tionghua? Apakah pernah hari-hari tersebut anda lewati tanpa kebersamaan dengan keluarga?
Saya adalah seorang Warga Negara Indonesia bersuku Tionghua. Bagiku, kebersamaan keluarga saat Tahun Baru Imlek itu memang sebuah momentum, mulai dari makan malam di malam tahun baru, Angpao dari orang tua, berkunjung, dan makan kue di rumah saudara-saudara. Namun, Tahun Baru Imlek pada 2022 ini, saya jauh dari keluarga.
Vihara Dharma Sasana di Lapoa
Walaupun sebenarnya berdoa dapat dilakukan kapan saja, dan di mana saja, tetapi layaknya pendatang baru, kami pun mencaritahu tempat ibadah terdekat di area kerja kami (Lalembuu, Konawe Selatan). Pas hari raya Tahun Baru Imlek itu, kami memutuskan untuk mengunjungi vihara dengan patokan bahwa vihara dekat setelah rumah si ibu ini (salah satu karyawan di tempat kerja kami).
Rumah ibu itupun cukup gampang dikenali, rumah besar berwarna pink bhayangkari. Setelah melewati rumah ibu itu cukup jauh, tetapi kami belum melihat vihara, maka kami memutuskan untuk menanyakan pada warga setempat. Kakak muda yang kami tanyain itu memberitahu bahwa sedikit lagi ke depan, nanti ada perempatan, vihara berdekatan dengan gereja. Kakak ini juga memberitahu bahwa vihara ada di sebelah kanan jalan. Kamipun meneruskan perjalanan.
Setelah cukup jauh, kami memutuskan untuk menelepon pada rekan kerja kami yang rumahnya berdekatan dengan vihara. Ternyata, kami sudah kelewat tempatnya. Jadi, kami memutar balik. Akhirnya kami, menemukan gereja Katolik di sebelah kiri jalan dari daerah asal kami. Â Dengan demikian, kami melihat ke seberangnya, ternyata letak vihara memang gak di depan jalan, tetapi sedikit masuk ke dalam gang gitu, tidak ada papan penunjuk jalannya.
Dari depan jalan raya, kami melihat bangunan vihara yang bercat hijau itu tertutup pintunya. Tetapi, kami tetap masuk ke dalam gang, dan berjalan menuju vihara tersebut. Vihara Dharma Sasana, nama viharanya. Ternyata, kunci tertancap pada pintu kayu yang tertutup itu. Awalnya, kami mencoba memanggil (berteriak), namun tidak ada yang menyahut, jadi kami pun berasumsi bahwa memang kunci dibiarkan pada pintu agar pengunjung membuka sendiri. Oleh karena itu, kami pun memutar kunci, membuka pintu kaca, kemudian membuka slot pada pintu besi di dalamnya, dan membuka sepatu untuk masuk ke dalam ruangan vihara.
(Oh ya, di sini, saya ingin sedikit berbagi informasi, bahwa sebenarnya perayaan Tahun Baru Imlek adalah perayaan bagi penduduk suku Tionghua, jadi tidak terbatas agama apapun. Bisa jadi, anda menemukan temanmu beragama Buddha yang merayakan Tahun Baru Imlek, beragama Kristen Tahun Baru Imlek, ataupun agama lainnya. Ini, karena saya beragama Buddha, jadi berkunjung ke tempat ibadah umat Buddha, yaitu: vihara.)
Dalam vihara ini dicat warna putih, dengan langit-langit dan keramik lantai berwarna oren. Ada dua rupang Buddha berwarna keemasan pada altar. Saat diperhatikan lebih dekat pada altar, terdapat pula tempat tancap dupa, dua lilin putih yang sudah terbakar pendek, sebuah mancis, dua lilin baterai, semangkok bunga palsu, dan semangkok bunga segar yang belum terlalu layu pertanda baru saja ada yang datang bersembahyang di sini. Ada pula dua rupang Buddha kecil yang diletakkan di samping rupang besar.