PS mengakui bahwa tidak tahu, karena tidak bersama temannya saat menemui dokter, hanya dititipkan resep ini untuk beli obat ke apotek.
Apt: Baik, Pak. Ini obatnya Alprazolam 0,5mg untuk menenangkan pikiran. Diminum dua kali sehari setengah tablet, jadi obat diminum setiap dua belas jam. Obat ini bisa bikin ngantuk ya, Pak.
PS: Owh gitu.
Apt: (sambil menunjukkan kartu nama dokter yang praktik di apotek) Pak, di apotek sini juga ada dokter, ini kartu namanya.
PS: (Setelah melihat sebentar kartu nama) Owh, di sini ada Psikiater ya?
Apt: Iya, Pak, beliau Psikiater, dokter spesialis kesehatan jiwa.
PS: Sebenarnya, obat ini untuk saya sendiri. Akhir-akhir ini, saya merasa sering sesak napas. Duduk-duduk biasa saja juga rasa sesak. Sudah cek macam-macam, sudah cek jantung juga pakai alat, gak nemu sakitnya apa. Tetapi, kata dokter akhir-akhir ini, saya terlalu banyak pikiran, jadi meresepkan obat penenang ini.
Apt: Owh gitu, Pak. Kalau bapak mau konsultasi dengan Psikiater, bisa janjian setiap Senin sampai Sabtu, jam 16.00-21.00 WIB.
PS: Nanti saya habis minum obat ini dulu deh, baru lihat gimana. Kalau tidak membaik, saya baru konsultasi sama psikiater lagi. Terima kasih.
Apt: Bisa, Pak. Nanti bisa telepon dulu ke apotek. Terima kasih. Semoga sehat selalu.
Menanyakan untuk siapa obat ini, dan keluhan apa yang dialami pasien itu bukan sok ingin tahu, ingin mencampuri, sok "kepo", atau ingin menggosip. Tetapi, itu memang diperlukan untuk mengkaji resep perihal pertimbangan klinis.