Mohon tunggu...
Susanti Susanti
Susanti Susanti Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker Susanti

Mari Berkarya

Selanjutnya

Tutup

Trip

Liburan Akhir Tahun 2017 ke Melaka: Jalan-jalan Malam Tahun Baru Lalu Pulang

24 Maret 2018   06:44 Diperbarui: 24 Maret 2018   08:22 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonker Street Artist Gallery

Apa kegiatan anda di malam tahun baru? Apakah anda menantikan pemandangan kembang api di malam tahun baru? Di manakah dan bersama siapakah anda melewati malam tahun baru?

Pada tahun tersebut, aku melewati hari terakhir tahun 2017 bersama keluarga dengan acara berliburan di Melaka menggunakan uang hasil kerjaku sendiri. Bagiku, ini sedikit membanggakan, karena merupakan sebuah motivasi untuk akan terus membawa keluargaku berliburan kedua kali, ketiga kali, dan seterusnya menggunakan uang hasil kerjaku sendiri. Dalam liburan ini, kami sengaja mencari penginapan yang berdekatan dengan salah satu landmark Melaka, yaitu Melaka Riverside, dengan harapan bisa melihat kembang api di sini, dan tidak terkena macet saat pulang countdown tahun baru (karena cukup dekat dengan berjalan kaki).

Tanggal 31 Desember 2017

Berjuang Demi Sarapan

Jalan-jalan di hari terakhir tahun 2017 dimulai jam 9 pagi dengan destinasi Discovery Cafe and Guesthouse, di mana awalnya aku menargetkan tempat penginapan ini, tetapi karena sudah penuh maka kami beralih ke penginapan yang kami tinggal saat liburan ini. Sesampai di Discovery cafe, tempat ini memang banyak didekorasi dengan perabot zaman kakek-nenek, bahkan tempat duduknya berupa belahan mobil antik. Tetapi, yang sangat disayangkan adalah cafe ini tidak menyediakan menu sarapan, dan baru ada masakan Nyonya (salah satu suku di Malaysia) mulai jam 2 siang (jam Malaysia lebih awal 1 jam daripada WIB ya). Namun, penerima tamu yang ramah sekali memberitahu kami alternatif tempat untuk menyantap sarapan bernuansa lokal.

Oleh karena itu, kami berjalan kaki sesuai arahan penerima tamu. Kami menikmati jalanan Melaka di pagi itu, ada toko pakaian, sepatu, obat herbal Cina, dan lain-lain. Saat ada pedagang kaki lima yang menjual sesuatu yang menurut kami unik, kami pun jajan (maaf, agak lupa deskripsi makanan gorengan tersebut, hehehe). Akhirnya, kami sampai di sebuah kedai kopi ramai di ujung jalan yang sepertinya merupakan rekomendasi wanita paruh baya tersebut. Ada banyak kios dengan menu berbeda di kedai kopi tersebut, tetapi tidak ada meja kosong.

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Setelah sedikit mengamati tingkah-tingkah warga yang berkunjung ke kedai kopi, kami mulai mengerti bahwa kami harus ikut berebut tempat duduk. Saat membidik ada orang di suatu meja yang akan segera beres makan, mari berdiri berdekatan dengan meja tersebut, lalu siap berebut hingga itu menjadi meja makan anda. Selain itu, banyak juga warga ramah yang menawarkan bahwa di meja bulat kecil mereka yang sebenarnya bisa menampung sekitar 6 kursi, ternyata masih ada yang kosong, jadi bagi yang hanya sedikit orang atau tidak keberatan duduk berpisahan, maka sangat dipersilahkan untuk bergabung di meja makan tersebut.

Setelah berhasil mendapatkan tempat duduk dan meja makan, kami memesan makanan yang diinginkan masing-masing ke kios yang bersangkutan (tentunya, perlu titip dipesankan atau bergiliran memesan, agar tidak kehilangan tempat duduk). Walaupun sempat agak tidak sabar menunggu, tetapi menyantap sarapan khas lokal dengan sedikit mengamati kebudayaan setempat adalah sebuah pengalaman yang tidak terlupakan.

Setelah puas dengan rekomendasi pertama dari penerima tamu tersebut, kami mencoba ke rekomendasi keduanya, yaitu Little India, yang merupakan sebuah jalan di Melaka dengan budaya India yang kental sekali, seperti dekorasi bunga, pakaian, aksesoris, dan makanan. Sebelum sampai di India, mengunjungi Little India dulu juga sangat memuaskan.

Jonker Street Siang

Kemudian, kami kembali bermodalkan google maps untuk berjalan ke destinasi wisata berikut, yaitu Church of St. Francis Xavier. Ini merupakan sebuah gereja Katolik di jalan Banda Kara yang berdiri sejak tahun 1845.

Lalu, kami berjalan menelusuri Jonker Street yang terdiri dari banyak gang-gang dengan banyak hal-hal unik tersembunyi yang sangat disarankan untuk berjalan santai menelusuri semuanya. Adapun beberapa toko yang menjual perlengkapan berduka (seperti toko peti mati), rumah duka, rumah paguyuban suku atau marga tertentu yang mewarnai hiruk pikuk jalan.

Selain itu, juga terdapat banyak lukisan di sepanjang jalan, bahkan lukisan 3D yang biasanya perlu membayar seharga tertentu untuk berfoto dengan lukisan 3D tersebut bisa ditemukan secara gratis di salah satu gang di sini. Di Jonker Street ini juga banyak tempat penginapan dan toko dengan penampilan luar yang sangat menggoda wisatawan untuk berhenti sejenak dan berfoto, seperti sebuah lukisan orang utan raksasa di sisi toko souvenir yang bernama Orang Utan ini. Setiap anda menemukan hal-hal unik, mari jelajahi.

Salah satu menu makan siang kami hari itu adalah Curry Chicken Bun di sebuah kedai Ochado yang terletak di ujung salah satu jalan. Setelah kami memesan dan membayar, pelayan toko menggunting roti besar itu, kemudian terlihat ada aluminium foil yang membungkus menjaga kehangatan kari ayam di dalamnya. Roti yang terpanggang gurih disantap dengan mencocol kuah kari yang kental dan wangi beserta ayam dan kentang yang empuk. Selain itu, juga tersedia tart bervarian rasa, dan minuman Bubble Tea dengan aneka topping.

Curry Chicken Bun, Jonker Street, Malacca
Curry Chicken Bun, Jonker Street, Malacca
Setelah menyantap makan siang, kami berjalan ke San Shu Gong yang terletak di seberang Ochado. Toko ini menjual berbagai produk lokal dengan harga terjangkau. Toko ini sangat ramai, dan menyediakan pilihan makanan yang banyak sekali dengan beberapa yang tersedia toples berisi sedikit makanan di area tersebut untuk dicoba. Bila anda menyukainya, beli ya: Biskuit KaiChai, Biskuit Sakeima, dan lain-lain. Bila setelah membeli, anda ingin langsung menyantap makanan lokal tersebut, maka anda dapat menikmatinya di lantai 2. Karena hasil belanjaan di San Shu Gong cukup berat dan penginapan kami tidak jauh dari situ, maka kami menaruh barang belanjaan dulu ke tempat penginapan.

Selanjutnya, kami menelusuri gang lain di Jonker Street. Di gang ini, ada sebuah Artist Gallery di mana penampilan luar bangunan tampak banyak tanaman menjalar yang tumbuh menutupi sehingga terlihat seperti bangunan tidak berpenghuni, tetapi ternyata banyak lukisan indah di dalamnya, dan ada sebuah pojok meja kerja seniman, di mana pensil, kuas, cat warna, dan beberapa alat pendukung karya seni lainnya berantakan di atas meja.

Jonker Street Artist Gallery
Jonker Street Artist Gallery
Kemudian, kami sampai pada sebuah jalan dengan beberapa tempat ibadah dari beberapa agama, meliputi Cheng Hoon Teng , dan Xiang lin shi yang terletak berseberangan dan merupakan kelenteng umat Konghucu. Selain itu, juga terdapat Buddha Relics Museum, di mana memajangkan Relics yang merupakan hasil kremasi jenazah Sidharta Buddha, dan murid-muridnya. Ada juga Masjid Kampung Kling yang merupakan tempat ibadah umat Islam, dan Sri Pogyatha Vinoyagar Moorthi Temple yang merupakan kuil agama Hindu. Letak tempat ibadah beberapa agama yang berdekatan bagaikan sebuah cerminan ketentraman antar agama.

Selain itu, juga terdapat Baba Nyonya Heritage Museum yaitu sebuah museum yang menampilkan pernak-pernik, dan desain bangunan khas kebudayaan Baba Nyonya yang merupakan sebuah suku yang cukup berkontribusi pada kebudayaan Malaysia. Untuk memasuki museum ini, dikenakan tiket masuk seharga RM16 untuk dewasa, dan RM11 untuk anak-anak berusia 5-12 tahun. Untuk liburan kali ini, kami memutuskan untuk tidak masuk museum berbayar ini dulu, karena sudah menjelang jam tutup museum, yaitu jam 5 sore.

Jonker Street Malam

Karena belum puas menelusuri Jonker Street Night Market yang hanya beroperasi setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu sore-malam, maka setelah selang satu hari ini kami kembali menjelajahinya dengan sudah adanya target barang dan jajan yang mau dibeli. Namun, karena sudah pegal kaki, dan masih sekitar 3 jam menuju tengah malam, maka kami memutuskan untuk berpindah wisata kuliner ke Jonker Street Hawker Centre, kemudian kembali ke tempat penginapan untuk mandi, beres-beres tas, dan beristirahat sebentar.

Jonker Street Night Market, Malacca
Jonker Street Night Market, Malacca
Akan tetapi, saat mendekati tengah malam, hujan mulai turun dan makin deras, sehingga kami tidak dapat melaksanakan rencana untuk bermalam tahun baru di Malacca Riverside. Oleh karena itu, kami hanya menikmati pemandangan malam tahun baru dari tempat penginapan. Kami mendengar beberapa kali suara kembang api dari beberapa sisi tempat penginapan. Tetapi kami tidak berhasil melihat satupun keindahan kembang api, karena banyaknya gedung lebih tinggi yang menutupinya. Kami hanya melihat asap dari balik bangunan asal suara kembang api tersebut. Walaupun agak mengecewakan, tetapi ucapan "Selamat Tahun Baru" secara langsung dan segera saat pergantian tahun pada keluarga tercinta adalah kebahagiaan yang sudah beberapa tahun tidak aku alami karena merantau kuliah jauh dari keluarga.

1 Januari 2018

Keesokan harinya, perjalanan pulang ditempuh pada hari pertama di tahun 2018. Kami berangkat jam 8 pagi dari tempat penginapan menggunakan transportasi online menuju Terminal Melaka Sentral. Suasana loket penjualan tiket di sini agak kacau, karena para penjual tiket berteriak lantang untuk menarik penumpang. Kami pun memilih bus dengan jam keberangkatan terdekat saja.

Kemudian, kami sampai di Terminal Larkin sekitar jam 12 siang, jadi kami makan siang terlebih dahulu. Lalu, kami mencari bus gratis ke Puteri Harbour. Setelah beberapa kali salah arah karena mengikuti petunjuk satpam dan pengunjung yang salah memberikan informasi, akhirnya kami menemukan bahwa untuk menaiki bus gratis ke pelabuhan itu perlu ke jalur bus nomor 19.

Bus yang berangkat dari Terminal Larkin ini melewati Mall of Medini (Legoland), Hospital Gleneagles Medini, Hello Kitty Town, dan beberapa tempat lainnya di mana penumpang dapat meminta supir berhenti bila ingin turun di tempat tersebut. Setelah melalui perjalanan berjam-jam, kami sudah tidak sempat naik kapal jam 14.00. Selain itu, banyaknya penumpang yang ingin pulang setelah liburan akhir tahun di mana kebanyakan akan masuk kerja keesokan hari (2 Januari), membuat penumpang membludak ingin pulang ke Tanjung Balai Karimun. Oleh karena itu, pihak kapal meminta calon penumpang untuk mengantrikan paspor. Bila tidak tertampung kapal jam 16.30, maka akan disediakan kapal cadangan dengan jam keberangkatan yang belum pasti (sekitar jam 19.00). Namun karena masih beruntung, kami dapat pulang dengan kapal jam 16.30.

Dengan demikian, liburan lintas tahun ini selesai. Adapun satu tempat wisata yang tidak kesampaian, yaitu Machap Road, yang berdasarkan informasi di internet merupakan pusat kuliner yang juga hanya beroperasi setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu sore-malam. Namun, karena setelah mempertimbangkan biaya transportasi online dari tempat penginapan menuju Machap Road sekitar RM30-40, dan berdasarkan informasi dari salah satu supir transportasi online yang kami tanya tentang lokasi tersebut, beliau mengatakan bahwa tempat tersebut sudah agak sepi pedagang akhir-akhir ini, maka kami memutuskan untuk tidak mengunjungi tempat tersebut.

Selanjutnya, perlu anda ketahui bahwa biaya yang terpakai dan kondisi tempat yang dikunjungi adalah fakta pada 31 Desember 2017 dan 1 Januari 2018. Bila anda berkunjung ke Melaka dan ternyata kondisinya sudah berbeda, bagikan juga cerita anda ya...

Selamat beraktivitas kembali!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun