a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Setelah mempertimbangkan keadaan finansial keluargaku saat itu, saya memutuskan untuk mendaftar di kelas III. Namun saat akan mendaftar, saya sempat ragu karena pendaftaran harus sekaligus semua anggota keluarga dalam satu Kartu Keluarga (KK). Akan tetapi, saat itu, yang benar-benar membutuhkan JKN ini hanya saya. Tapi, kalau BPJS Kesehatan menanggung biaya pencabutan gigi geraham bungsu, maka ini akan sangat meringankan beban mamaku. Bayangkan, dengan iuran Rp25.500, lalu saya memperoleh perawatan Rp1.000.000. Saya tidak akan mengalami kerugian selama sekitar 39 bulan (3 tahun lebih). Bahkan, kalau membayar sekeluarga dengan total iuran 3xRp25.500, lalu saya mencabut dua gigi geraham bungsu dengan total biaya Rp2.000.000, maka saya tidak akan mengalami kerugian selama kurang lebih 26 bulan (2 tahun 2 bulan). Kenapa sih bisa begitu? Ini karena adanya unsur “gotong royong” dalam program ini, di mana orang yang sehat dan lebih mampu membayar iuran sendiri untuk menjamin diri dan anggota keluarga sendiri, sekaligus membantu orang sakit dan kurang mampu di seluruh Indonesia.
Perhatikan, jangan menunggu sampai ada anggota keluarga yang sakit baru mendaftar BPJS Kesehatan, karena pembayaran iuran pertama paling cepat 14 (empat belas) hari kalender dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah menerima virtual account untuk mendapatkan hak dan manfaat jaminan kesehatan. Setelah membayar iuran pertama pada pertengahan Mei 2016, saya dan keluarga resmi dapat memperoleh hak dan manfaat JKN ini.
Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. Saat kami awal menjadi peserta BPJS Kesehatan, pembayaran iuran dapat dilakukan secara terpisah untuk masing-masing peserta. Tentu saja, hal ini dapat menjadi salah satu celah kecurangan, di mana pembayaran hanya dilakukan pada peserta yang membutuhkan manfaat JKN ini. Namun mulai September 2016, pembayaran harus sekaligus iuran semua peserta dalam 1 KK dengan hanya memasukkan salah satu nomor peserta dalam KK tersebut. Hal ini tentu menjadi sebuah kepraktisan bagi peserta yang taat membayar dan sebuah penertiban bagi peserta yang nakal.
Tentu saja, kartu BPJS Kesehatan saya diperawani untuk operasi pencabutan gigi geraham bungsu. Kini, berkat BPJS Kesehatan, saya sudah tidak lagi memiliki gigi geraham bungsu, sehingga juga terbebas dengan berbagai masalah terkait. Saya merasakan dan melihat langsung seberapa program ini membawa manfaat bagi masyarakat. Saya sendiri ditanggung biaya medis dan pengobatannya, dan saya juga melihat banyak sekali pasien-pasien yang antri bersama saya bahkan dengan kondisi lebih memilukan yang turut terbantu oleh program ini.
Nah, warga Indonesia, sebaiknya tidak menunggu sampai ada yang sakit baru mendaftarkan diri dan anggota keluarga untuk menikmati manfaat JKN ini, karena ini tidak hanya sekedar membawa manfaat nyata bagi diri dan anggota keluarga sendiri, tetapi juga secara tidak langsung berdana bagi orang sakit. Jangan berpikir rugi karena ini tergolong asuransi kesehatan yang murah dan hampir semua penyakit ditanggung asal sesuai prosedur.
Untuk menyukseskan JKN ini ada beberapa pihak yang berperan penting, yaitu rakyat, fasilitas kesehatan, dan pemerintah (dalam hal ini, khususnya BPJS Kesehatan). Rakyat bergotong royong dengan membayar iuran teratur sehingga dapat memanfaatkan JKN ini saat ada anggota keluarga sendiri yang sakit dan juga membantu anggota keluarga lain yang membutuhkan. Fasilitas Kesehatan (Faskes) menyediakan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, dan pemerintah yang terus menerus mempromosikan program ini agar seluruh lapisan masyarakat dapat memperoleh manfaat dari JKN. Ini merupakan suatu rantai yang tidak terputuskan, karena semua sumber daya manusia dalam Faskes dan pemerintah juga merupakan peserta BPJS Kesehatan yang juga membayar iuran untuk menikmati manfaat JKN dan membantu orang-orang sakit di berbagai penjuru Indonesia.
Namun, di kala semua warga dituntut untuk memiliki kartu BPJS Kesehatan, seharusnya semua tenaga medis di berbagai fasilitas kesehatan juga siap melayani pasien BPJS Kesehatan. Hal ini dapat menghindari antrian yang membludak, dan juga menghilangkan persepsi masyarakat bahwa pasien yang berobat dengan BPJS Kesehatan selalu dikeduakan.
Dalam suatu Faskes, sering terjadi bahwa dokter yang melayani pasien non-BPJS Kesehatan itu kesepian pasien, dan dokter yang menangani pasien BPJS Kesehatan itu keramaian pasien. Hal ini juga saya alami saat di Faskes Tingkat Pertama yang menyatakan bahwa operasi pencabutan gigi geraham bungsu dapat dilakukan di situ hanya dengan biaya sendiri, karena ruangan praktek dokter gigi yang melayani pasien BPJS Kesehatan dan non-BPJS Kesehatan berbeda, di mana ruangan yang melayani pasien BPJS Kesehatan itu lebih sederhana, dan hanya bisa menangani kondisi-kondisi seperti pencabutan biasa, tambal gigi, dan pembersihan karang gigi. Antrian di dokter gigi yang menangani pasien BPJS Kesehatan juga dibatasi dengan kuota tertentu setiap hari, sehingga pasien sudah menunggu sejak pagi di kala pasien yang berkunjung ke dokter gigi yang satunya lagi hanya sesekali dalam jangka waktu tertentu.