Mohon tunggu...
Zhiang Zie Yie
Zhiang Zie Yie Mohon Tunggu... Freelancer - blogger

Lahir Di Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mistery Of Ciam Si

15 Agustus 2014   00:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:31 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

''Terang saja aku belum bisa dapat jodoh, aku kan masih di Hongkong,'' batinku dalam hati.

''Bulan Desember, Januari dan Pebruari ada yang dekat sama kamu. Tapi itu bukan jodohmu. Jangan diterima,'' lanjutnya. Aku mengernyitkan kening. Menatapnya lekat-lekat.

''Ini peramal atau apa sih? Orang ada yang dekat kok nggak boleh diterima, kalau dia jodohku gimana?'' gerutuku.

''Bulan Agustus, September dan Oktober inilah jodoh yang baik untukmu,'' katanya lagi sembari menutup buku. Aku pun mengangguk pelan. Tidak ada pertanyaan lagi bagiku. Masalah keuangan jangan di tanya, setiap bulan aku selalu digaji. Ya, bisa dibilang keuangan lancar, aman dan terkendali.

''Dua puluh dolar,'' katanya mengagetkanku. Ah, aku pikir gratis ternyata di dunia ini semua harus bayar. Spechless juga aku dibuatnya. Akhirnya kukeluarkan selembar uang dua puluh dolar dari dompet sebagai imbalan meramal masa depanku. Aku dan Eka pun pergi akhirnya meninggalkan tempat itu. Tertawa sembari nyengir kuda. Melirik sepintas peramal itu yang telah memasukkan uangnya ke dalam dompet.

Aku dan Eka pulang membawa rasa penasaran yang teramat. Betapa tidak! Ini tentang jodoh. Jodoh yang masih disembunyikan Tuhan untukku. Tapi aku malah berusaha mengintip jodoh itu lewat bantuan peramal.

''Harusnya tadi aku ikutan ngeramal ya, Dhik. Siapa tahun Tuhan menyelipkan jodoh untukku,'' aku pun terkekeh mendengar penuturannya. Siapa juga di dunia ini yang tidak penasaran tentang jodoh. Semua orang pasti ingin tahu, dengan siapa kita berjodoh. Tapi bila belum waktunya dengan cara dan usaha bagaimana pun jodoh itu tidak akan pernah hadir dalam hidup kita.

***

Tiga tahun telah berlalu. Hari ini di bulan April 2014, aku menuntaskan segala cerita ini di sini, di kuil tempat sepuluh ribu arca Budha bersemedi. Matahari tak muncul menampakkan sinarnya. Awan kelabu menghiasi angkasa dan derasnya hujan menghapus segala penantianku.

Tentang ramalan yang menjadi rahasia masa lampau, memang sedikit banyak telah membenarkan kejadian di luar nalar dan fikirku. Dulu, kerap kali aku mengenal makhluk bernama lelaki. Dan yang paling aneh tentang ramalan tiga tahun lalu, aku bertemu dengan orang yang hampir saja menjadi jodohku di bulan Agustus. Setelah melewati pendekatan yang singkat, kami berjanji untuk melanjutkan hubungan yang lebih serius sebulan kemudian. Tepatnya, pada tanggal lima September.

Aku jadi teringat kata-kata peramal itu dan bilahan Ciam  Si yang dulu jatuh di depan mataku, lima sembilan. Entah suatu kebetulan atau kisah ini adalah rangkaian ramalan yang terucapkan. Ah, aku pun tidak tau. Mungkin semua ini adalah takdir yang sengaja di tulis oleh-Nya untukku. Yang lewat bak pelangi. Sekelebat datang lalu pergi. Kini, semua ramalan itu tinggal kenangan yang menggores kalbu. Dia pergi meninggalkan bekas luka di hati. Tak mengapa memang. Karena jodoh telah ditentukan Illahi. Bukan melihat dengan peruntungan Ciam Si.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun