Mohon tunggu...
Syarif Hidayatullah
Syarif Hidayatullah Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penikmat dunia literasi yang ada di dunia ini. Buku dan internet merupakan hal yang wajib selalu ada selain makanan :D

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

3 Rahasia Jitu dalam Mewujudkan Cita-cita Anak Tercinta

11 September 2016   23:32 Diperbarui: 12 September 2016   00:02 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mewujudkan Cita-cita Anak - sumber ilustrasi : http://www.mumstheword.me

Saya mengatakan ini, karena selain mengalami sendiri tapi juga banyak orang-orang di sekitar saya yang seperti itu. Dan hal itu tidak mau terulang pada anak saya.

Orang tua perlu menyadari bahwa setiap anak memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda. Orang tua harus mau mengarahkan anak-anaknya kepada bidang yang anak-anaknya minati atau bahkan sudah ada bakatnya sejak lahir. Orang tua perlu mengetahui itu sedini mungkin, berpikiranlah secara terbuka.

Anak-anak perlu mendapatkan banyak pilihan dalam penyaluran minatnya. Jika anak-anak senang bernyanyi coba arahkan untuk les musik atau mengikuti kontes menyanyi. Jika senang menggambar, coba hargai dan puji karya dia sebaik mungkin. Jika ternyata di raport-nya ada nilai yang bagus seperti Matematika, coba masukkan dia ke les aritmatika. Pokoknya, beri mereka ruang untuk mengekspresikan bakat atau minatnya.

Lalu jika ada pertanyaan, ‘tapi kan tidak semua orang tua mampu untuk memfasilitasi anak-anaknya untuk semua itu?’. Ya memang, harga termurah tapi sangat berharga dalam mewujudkan cita-cita anak itu adalah dengan membiarkannya untuk melakukan sesuatu yang menjadi minatnya. Selama itu positif dan tidak melanggar norma yang ada, sebaiknya kita dukung dan tidak melarangnya.

Masalah apakah cita-citanya saat dulu dengan karir di masa depan itu berbeda, itu soal lain. Sekali lagi, yang terpenting kita sudah memberikan kesempatan dan pilihan. Dan saat anak tumbuh dewasa, minimal dia sudah tahu minat dan bakatnya apa sehingga sudah punya gambaran mau jadi apa nantinya.

Pelajaran ini bisa kita ambil dari film ‘3 Srikandi’, di mana salah satu Srikandi itu mempunyai ayah yang tidak mendukung bahkan melarangnya untuk jadi atlet panahan. Hanya karena anggapan bahwa jadi atlet itu masa depannya tak terjamin, padahal kan belum tentu. Untungnya Srikandi ini tidak menyerah, dia bersikukuh untuk jadi atlet panahan walaupun harus melawan hatinya yang seakan-akan durhaka pada orang tuanya. Hasilnya bisa kita lihat, berbagai prestasi dapat diraih, karena cita-cita yang disertai minat dan tentunya kerja keras akan menghasilkan yang terbaik.

Sangat sayang sekali kalau ada anak yang sebenarnya sudah tahu apa minat dan bakatnya lalu memiliki keyakinan akan cita-cita yang dipilih tapi harus hilang begitu saja hanya karena orang tua yang melarangnya.

Kedua, Pendidikan. Lagi-lagi, saya bukan bermaksud untuk menyalahkan sistem pendidikan yang ada, tapi ini untuk jadi evaluasi bagi kita semua. Selama saya mengenyam bangku sekolah, dari tahun 1998 sampai 2009 sudah merasakan berbagai kurikulum. Berbeda nama berbeda pula pola penerapannya. Tapi satu yang pasti, selama itu, di sekolah, saya (bahkan teman-teman yang lain) sedikit sekali mendapatkan pengarahan minat.

Kita hanya dijejali oleh berbagai mata pelajaran yang sebenarnya belum tentu dipakai saat berkarir nanti. Ada pun pengarahan jurusan saat masuk ke jenjang SMA, ada IPA, IPS, dan biasanya dengan Bahasa. 3 jurusan itu adalah pilihan yang sulit, karena masih terlalu umum dan tidak spesifik. Walaupun penjurusan itu berdasarkan nilai mata pelajaran yang disertai tes bakat dan minat, tapi tetap saja terasa kaku. Belum lagi, kesan akan anak yang masuk IPA itu pasti pintar, IPS itu yang kurang, dan Bahasa yang tidak masuk di 2 kategori sebelumnya.

Saat naik ke kelas 2 SMA, saya masuk ke jurusan IPA berbekal nilai yang cukup baik pada mata pelajaran IPA  dan tes bakat minat yang mengatakan bahwa saya cocoknya masuk IPA. Tapi seperti yang sudah saya sebutkan di atas, setelah lulus SMA saya bingung mau kuliah apa. Menjadi dokter kah yang identik dengan Biologi, jadi peneliti kah yang identik dengan Fisika mau pun Kimia. Ini semua terjadi, karena sekolah sedikit sekali memberi ruang siswanya untuk mengarahkan minat dan menentukan cita-citanya.

Kalau pun toh ada pementasan musik, seni, olahraga, biasanya hanya jadi acara rutin tahunan saja, tidak diseriusi sebagai ajang pengarahan cita-cita siswanya. Memang cita-cita adalah tugas pribadi setiap orang, tapi bukan kah mewujudkan cita-cita itu juga perlu adanya lingkungan yang mendukung? Dan dalam hal ini, dunia pendidikan adalah lingkungan yang terdekat kedua setelah keluarga bagi anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun