kompasianival: Story Slam Competition kemarin bagi saya adalah kesempatan kedua. Tidak bisa dibilang kebetulan, karena daun yang jatuh saja, juga tidak terjadi dengan sendirinya.Â
Berada di panggungAwalnya saya memang ikut mendaftar kompetisi ini. Hanya uji nyali dengan memberikan satu karya cerpen saya. Terbukti, saat pengumuman pemenang sehari sebelum acara kompasianival, karya saya tidak terpilih. Saya sadar, sebagai yang masih merangkak ini adalah pecutan agar ke depan bisa lebih maksimal.Â
Walaupun tidak terpilih, saya memang sudah mendaftar untuk mengikuti kompasianival. Terpilih atau tidak, saya tetap datang. Apalagi ini adalah pengalaman pertama juga datang ke acara tahunan kompasiana ini.
story slam competition mendadak ada halangan dan tidak bisa hadir. Menariknya, beliau satu komunitas dengan saya, yaitu Pulpen (Perkumpulan Pencinta Cerpen) Kompasiana. Bang  Horas selaku pendiri Pulpen dan yang bersangkutan menawarkan di grup Pulpen untuk bersedia membacakan cerpennya. Spontan saya unjuk diri. Memberanikan diri untuk membacakan cerpennya.
Sabtu pagi saya sudah bersiap. Tidak ada firasat apa-apa. Tiba-tiba, salah satu peserta
Tak berselang lama, panitia kompasianival menghubungi saya. Kemudian menanyakan cerpen yang akan dibawakan. Saya kirimkan cerpen yang tadi dititipkan untuk saya bacakan. Tapi panitia meminta cerpen karya saya sendiri. Saya lumayan kebingungan, karena cerpen mana lagi ya yang harus saya kirimkan. Hanya baru ada beberapa cerpen saya di akun kompasiana.Â
Panitia kemudian memilihkan di antara beberapa cerpen saya itu. Fix, cerpen berjudul "Sudah Lebih dari Cukup" yang nanti akan saya bacakan. Saya langsung diarahkan untuk masuk grup, bergabung dengan peserta lainÂ
Setibanya di tempat acara, saya masih biasa. Mengikuti dan menikmatinya. Tampil masih lama yaitu pukul tiga sore. Berubah ketika di grup, panitia mengajak untuk briefing. Dag dig dug jantung ini mulai gugup. Ditambah hujan turun sangat deras, menambah kegugupan diri ini.
Untuk mengurangi kegugupan, kebetulan di depan kami briefing ada salah satu komika yang nanti akan manggung juga. Yaitu Bang Jui Purwoto. Saya todong saja untuk poto bareng. Â Alhamdulillahnya beliau sangat ramah.
Sebentar lagi waktunya tiba. Kak Cia dari panitia Kompasiana kembali mengingatkan nanti di panggung bagaimana. Kak Cia juga menyemangati kami semua. Oh iya, yang akan membacakan cerpen dalam ada lima orang, termasuk saya.
Saya sangat deg-degan. Tangan mulai terasa dingin. Saking groginya, saya samlai menolak permintaan salah satu peserta lain untuk mendokumentasikannya. Saat itu, saya belum bisa menguasai diri. Sumpah, semua perasaan bercampur jadi satu.
Saya dapat giliran terakhir. Saya berusaha menenangkan diri dan akhirnya saya dipanggil naik. Saya bacakan cerpen dengan kemampuan yang dipunya. Walau belum maksimal dan optimal karena masih didominasi rasa gugup yang membuncah dada.Â
Wow. Ini lho rasanya naik panggung sebesar kompasianival. Tak pernah terbayang sebelumnya. Panggung yang disaksikan banyak penonton. Ah, sungguh rasanya tak bisa berkata-kata. Alhamdulillah. Alhamdulillah.
Tak akan ada sejarah saya naik panggung sebesar kompasianival kalau bukan karena Komunitas Pulpen, dukungan Bang Horas, dan kesempatan yang diberikan.
Terima kasih, Kompasianival.
Terima kasih, Pulpen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H