Radok seorang ayah berusia tua yang memiliki empat anak laki-laki. Anak-anaknya itu sangat pemalas.
Suatu hari, Radok jatuh sakit dan sedang menunggu hari-hari terakhirnya di tempat tidur. Ia sangat khawatir bagaimana masa depan putra-putranya. Karena anak-anakna itu malas untuk bekerja dan mereka telah menginjak usia yang sudah bisa dibilang dewasa.
Anak-anak Radok percaya bahwa meskipun bermalas-malasan, keberuntungan akan selalu berpihak kepada mereka.
Kesehatan Radok memburuk seiring hari berganti. Lalu Radok memutuskan untuk berbicara dengan anak-anaknya. “Hei nak bujang, ayah kan lah gaek. Ayah hiduik dak lamo lo lai do. Kalian kan lah gadang, Carilah karajo lai nak!” Kata Radok. “Ndak, kami dak nio karajo, mambuek panek badan se.” Kata anak-anak Radok. “Tu baa kalian ka makan kalau dak ado yang mancari pitih?” Tanya Radok. “Kami pasti dapek hoki lo beko nyo yah.” Ucap sombong anak-anak Radok.
Anak-anak Radok tetap bersikeras untuk tidak mau bekerja. Akhirnya Radok memutuskan untuk menipu anak-anaknya agar mereka menyadari betapa pentingnya bekerja. Radok memanggil anak-anaknya dan membiarkan mereka duduk di dekatnya di tempat tidurnya.
“Nak, ayah punyo kotak harta karun. Di dalamnyo ado koin ameh jo permata mahal. Rencananyo nio ka ayah agiah ka kalian samo rato.” Kata Radok.
Anak-anak Radok sangat senang. “Dima ayah simpan kotak harta karun tu?” Tanya mereka. “Ayah ndak ingek bana dima ayah suruak an kotak harta karun tu. Raso ayah, kotak harta karun tu takubua di tanah wak yang laweh dan masih kosong. Ndak ingek ayah do, dima lah ayah suruak an pas tu yo?” Jawab Radok dan bertanya sendiri.
“Ndehh, ayah lupo lo dima ayah latak an..” Ucap anak-anak Radok yang kecewa.
Meskipun anak-anaknya yang malas itu senang, mereka sedih karena ayahnya telah melupakan dimana letak harta karun itu disembunyikan.
Beberapa hari kemudian, Radok yang terus sakit akhirnya meninggal dunia. Anak-anaknya merasa sangat sedih. Karena Radok satu-satunya ayah mereka telah pergi meninggalkan dunia.