Semakin maraknya kasus pembunuhan di Indonesia saat ini membuat beberapa orang semakin khawatir akan orang disekitar mereka. Tak sedikit pula kasus pembunuhan dilakukan oleh orang terdekat mereka, seperti teman, pasangan, hingga keluarga mereka sendiri. Entah apa yang ada dibenak orang-orang keji tersebut hingga tega menghabisi nyawa orang lain tanpa rasa besalah. Lantas, apa yang sebenarnya para pelaku pembunuhan tersebut pikirkan dan rasakan ?
    Baru-baru ini Indonesia sedang digemparkan oleh kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak berusia 14 tahun terhadap ayah kandung dan nenek nya sendiri, tepatnya di daerah Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan. Pelaku  (MAS) yang masih berusia 14 tahun tersebut, tega membunuh ayah kandung nya (APW), dan nenek (RM) hingga tewas, sementara ibunya (AP) mengalami luka berat hingga terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit. Saat ini MAS telah menjalani pemerikasaan oleh pihak yang berwajib di Polres Metro Jakarta Selatan. Pelaku ditetapkan sebagai anak berkonflik hukum. Ternyata MAS melakukan hal tersebut dengan alasan, ia mendapat bisikan-bisikan saat malam hari yang membuatnya resah hingga nekat mengambil pisau dan mulai menusuk keluarganya.
   Mulanya, MAS menusuk ayah nya yang tengah tertidur bersama ibunya pada bagian leher, punggung, lengan, dan perut. Karena ibunya juga terbangun, MAS pun turut menusuik ibunya, Setelah ibunya berteriak, neneknya pun keluar dan ditusuk oleh korban hingga meninggal dunia. Ibunya yang masih sadarkan diri pun berusaha keluar rumah untuk meminta pertolongan kepada para tetangga. Para tetangga pun segera melarikan semua korban ke rumah sakit pada pukul 01.40 WIB.
  Diduga, MAS melakukan tindakan ini akibat depresi karena tekanan-tekanan yang selama ini ia terima dari keluarga, Sedari kecil, MAS dipaksa untuk belajar terus-menerus agar keingininan kedua orang tua nya terwujud. Akibat perlakuan kedua orang tua nya tersebut, MAS merasa terbebani. Namun, kesaksian dari para tetangga mengatakan MAS adalah anak yang baik, ramah dan juga ia sering beribadah tepat waktu ke masjid dekat rumahnya. Menuut pengakuan pihak sekolah pun, MAS adalah anak yang cenderung pintar, ramah, baik.
 Pemahaman Psikologis di Balik Tindakan Kekerasan Â
  Para psikolog mengatakan bahwa anak-anak yang mengalami tekanan sedari kecil oleh orang tua ataupun orang terdekatnya akan merasakan dirinya tidak cukup baik ketika harapan yang diberikan kepadanya tidak dapat terwujud. Perasaan cemas karena merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi sering kali memicu kondisi stres berkepanjangan. Dalam beberapa kasus ekstrem, tekanan ini dapat berkembang menjadi depresi, munculnya bisikan halusinatif, atau perilaku impulsif seperti yang terjadi pada MAS.
  Kasus seperti ini membuka mata kita tentang pentingnya kesehatan mental, terutama pada anak-anak. Psikolog menjelaskan bahwa tindakan kekerasan, termasuk pembunuhan, sering kali dipicu oleh akumulasi emosi negatif seperti marah, frustrasi, atau putus asa yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Jika seorang anak terus-menerus berada di bawah tekanan tanpa dukungan emosional, risiko munculnya gangguan mental menjadi semakin besar.
  Selain itu, faktor lingkungan juga memainkan peran signifikan. Lingkungan yang tidak mendukung, kurangnya komunikasi yang sehat antara anak dan orang tua, serta minimnya pendidikan emosional membuat anak sulit untuk mengelola emosi mereka. Dalam kasus MAS, meskipun terlihat baik di luar, tekanan yang dialaminya di rumah menjadi pemicu utama perbuatannya.
Pentingnya Perhatian pada Kesehatan Mental Anak
  Kasus ini menjadi pengingat bahwa pendidikan dan pengasuhan tidak hanya soal memberikan fasilitas terbaik atau mendorong prestasi anak, tetapi juga mencakup pemahaman terhadap kondisi emosional dan mental mereka. Orang tua perlu menciptakan lingkungan yang aman dan suportif agar anak merasa nyaman untuk berbagi masalahnya. Jika anak menunjukkan tanda-tanda stres atau depresi, bantuan profesional seperti konseling psikologis harus segera diberikan.
  Dalam skala yang lebih luas, pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan upaya dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental. Penyuluhan di sekolah, kampanye di media sosial, dan layanan konseling gratis bisa menjadi langkah awal untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.