Mohon tunggu...
Marhento
Marhento Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang yang ingin berbagi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hijab Berupa Keinginan dan Amarah

3 Desember 2024   06:30 Diperbarui: 3 Desember 2024   06:35 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini kita anggap mereka yang mendapatkan pencerahan terhadap kepercayaan tertentu, kemudian pindah kepercayaan yang menurut dirinya memberikan kebaikan disebut mendapatkan penerangan dari Tuhan. Suatu anggapan yang salah. Karena berarti orang tersebut belum memahami kepercayaan awal yang dimilikinya. 

Suatau pola pikir yang dianggap baik, namun sesungguhnya telah mendorong banyak orang memberikan jempol terhadap orang tersebut, apalagi keyakinan atau kepercayaan yang seksrang dianutnya dimiliki oleh mayoritas. Ini juga karena anggapan keliru bahwa yang dipeluk oleh mayoritas adalah benar. Suatu pemikiran yang salah kaprah. Ini karena kita belum memiliki cara pandang jernih sehingga timbul anggapana bahwa bila diikuti banyak orang adalah baik.

Suatau keyakinan bukanlah rasa masakan, karena viral kemudian dianggap bagus. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa yang enak pada rasa lidah kita juga membuat tubuh sehat? Pada umumnya bila dianggap banyak yang suka merupakan enak da sehat. Sama sekali salah. Mengapa?

Misalnya jamu, rasanya pahit alias tidak enak, tetapi membuat tubuh sehat. Demikian pula obat, tidak enak tetapi membuat diri kita sehat. Rasa makanan pun demikian, yang dianggap kuran enak di lidah, namun membuat tubuh jadi sehat. Ada suatu gerai tertentu banyak dikunjungi orang kara dianggap enak. Bahannya daging serta gula, tetapi apakah kita memahami bahwa daging serta gula merupakan jenis makanan yang disukai oleh sel radikal? Akhirnya memicu timbulnya inflamasi yang lemudian disebut kanker.

Kembali ke topik utama :HIJAB. 

Yang kita sebut hijab adalah sesuatu yang menutupi atau menghalangi kita dari suatu cara pandang yang jernih. Selama ini penutup tersebut berupa keinginan dan amarah.

Amarah terjadi sebagai akibat tidak terpenuhinya keinginan. Dengan demikian yang mesti kita kendalikan adalah keinginan. Tentulah keinginan yang berkailan dengan panca indra. Lidah berkaitan dengan rasa nikmat, kita terbutakan oleh kedahsyatan pendapat mayoritas, kemudian mengikuti tanpa mengerti dampaknya bagi kesehatan tubuh.  

Bukanlah hal aneh, kita telah diberikan conditioning  (kondisioning) lingkungan sejak kecil. Yaitu bahwa keinginan merupakan hal biasa, tetapi kita lupa yang disampaikan oleh para bijak bahwa keinginan berlebihan membuat kita tertutup dari kewarasan untuk berpikir jernih.

Keinginan yang berlebihan sudah merupakan hal yang mesti dikendalikan sehingga bisa melihat dasar kejernihan pikiran kita. Keinginan bagaikan kotoran yang belum mengendap di kolam sehingga tilak bisa melihat dasar kolam. 

Begitu keinginan dapat dikendalikan, kita bisa melihat bahwa Dia bersinggasain dalam diri kita. Inilah yang dilakukan oleh para suci, senantiasa menjernihkan pikirannya sendiri, tidak perlu kita qmengharapkan bantuan orang lain untuk membersihkan kolam pikiran sendiri.

Dengan tersingkapnya hijab yang berupa keinginan dan amarah, kita memiliki kekuatan untuk bersandar pada diri sendiri. Dia tidak kemana-mana, Dia tidak hilang. Singkirkanlah lapisan penutup atau tirai yang memisahkan antara kita dan Dia. Kejernihan cara pandang seperti ini membuat kita memiliki kekuatan untuk memberdaya diri sendiri, inilah yang disebut pencerahan.

Cara pandang yang jernih membuat kita sadar bahwa tidaklah dibutuhkan untuk pindah keyakinan/kepercayaan. dengan penuh keyakinan bahwa Dia Sumber yang mengutus banyak orang suci demi mengingatkan kesejatian diri kita. 

Yakinilah bahwa kita memiliki peluang yang sama dengan para suci, karena daam diri kita juga bersemayam Dia Hyang Satu Adanya. Kualitas diri setiap manusia sama, potens untuk tumbuh besar seperti para suci juga sama. Lepaskan diri dari belenggu yang diciptakan oleh masyarakat serta keluarga terdekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun