Mohon tunggu...
Marhento
Marhento Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang yang ingin berbagi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tuhan Bukanlah Pemberi Rejeki

22 November 2024   06:30 Diperbarui: 22 November 2024   06:34 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Koleksi Pribadi

Bila sampai saat ini kita masih menempatkan atau menganggap bahwa Tuhan sebagai pemberi rejeki sehingga kita meminta segala materi, sungguh kita telah merendahkan Dia. Sesungguhnya dengan meminta segala materi atau kelancaran materi, kita semakin jauh dari-Nya. Mengapa?

Karena kita menganggap Dia sebagai kasir bank yang bisa memberikan kita uang atau harta benda lainnya. Tanpa sadar, kita menempatkan Tuhan sebagai pelayan yang siap melayani. Dengan meminta ini dan itu, kita semakin menjauhkan diri dari Dia. Dengan kata lain, sesungguhnya kita belum mengenal Tuhan. 

Bila urusannya mencari uang atau rejeki, semestinya kita menggunakan pikiran serta tubuh yang juga merupakan benda. Raihlah benda dengan menggunakan sifat bendawi juga. Kita semua memiliki alat yang sama, oleh karena itu sudah seharusnya kita menggunakannya secara efisien dan efektif.

Bila kita ingin mendekatkan diri kepada Dia, maka ikutilah sifat kemuliaan yang selama ini telah kita sematkan kepada Dia. Lakonilah sifat kasih da sayang terhadap sesama makhluk. Tidak satu pun cara yang bisa dibenarkan bila untuk mendekatkan diri kepada Dia bila kita masih membenarkan atau melakoni perbuatan kekerasan terhadap sesama makhluk, terutama makhluk hidup. Kita mengorbankan makhluk lain semata untuk mencari kenyamanan lidah, sesungguhnya kita telahg semakin manjauhkan diri dari Dia. Walaupun kita mengatakan telah menyembah-Nya dengan segala ritus, namun tanpa sadar kita semakin jauh dari sifat kelembutan kasih.

Dalam istilah Jawa ada tiga cara sembah : SEMBAH RASA, SEMBAH RAGA dan SEMBAH JIWA.

Sembah rasa berarti kita mengasah kelembutan rasa, yaitu dengan cara menghargai serta menghormati sekaligus memelihara dengan penuh kasih. Sembah rasa juga kita menumbuhkembangkan rasa simpati dan empati terhadao sesama makhluk hidup. Yang paling mudah adalah dengan cara : PERLAKUKAN SESAMAMUA SEBAGAIMANA DIRIMU INGIN DIPERLAKUKAN.  Janganlah mencubit bila dirimu tidak mau dicubit. 

Sembah Raga berarti kita menghargai tubuh kita sendiri, bukan dengan cara mendadani dengan barang yang mewah serta mahal, namun perlakukanlah tubuh kita sebagai kendaraan Sang Jiwa selama di dunia. Terkadang atau bahwa sering kali kita konsumsi jenis makanan yang tidak menunjang kesehatan tubuh. Sebagai contoh, demi memanjakan lidah, kita konsumsi gula tanpa mengerti bahwa gula dikenal bisa merusak pankreas. Kita membebani organ dalam tubuh kita sehingga mengalami kerusakan. Sebagai akibatnya kita sakit sehingga kita menjadi beban sesama manusia. Mungkin kita pikir "Saya yang punya uang, saya bisa ke RS untuk berobat" Sungguh cara pikir yang keliru dengan menyakiti diri sendiri. Tanpa sadar kita telahmenjadi budak indrawi kita. Kita belum juga mengerti bahwa tubuh ini semestinya digunakan untuk melayani sesama.

Sembah Jiwa berarti menyadari bahwa Dia juga bersinggasana dalam diri seluruh makhluk. Dengan mengakui bahwa Dia berada dalam setiap makhluk hidup, kita juga menghargai serta mengasihi sesama makhluk dengan cara melayani. Tidak satu pun makhluk bisa hidup diluar Dia. Dengan cara melayani sesama, kita melakukan sembah Jiwa.

Menyembah Tuhan bukanlah berarti kita minta ini dan itu yang berkaitan dengan benda. Dengan melakoni SEMBAH RASA; SEMBAH RAGA dan SEMBAH JIWA kita mendekatkan diri kepada Nya. Dengan minta hal yang berkaitan dengan benda, kita semakin menjauhi-Nya. Padahal tujuan utama kelahiran di bumi adalah mendekati, bahkan untuk menyatu dengan Dia. Menempatkan Tihan sebagai pemberi rejeki, kita menempatkan Dia sebagai benda atau sosok kasir/pelayan atau bellboy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun