Mohon tunggu...
Zezi Musodik
Zezi Musodik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Mercubuana - NIM 41420120116

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Teknik Elektro Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K11_Diskursus Metafora The Rings of Gyges, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

14 Juni 2024   06:33 Diperbarui: 14 Juni 2024   06:33 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokpri_Prof Apollo_Diskursus Metafora The Rings of Gyges, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

Etika dan Egoisme: Cincin Gyges - Plato

"Glaucon`s story is meant to show that all people believe in their hearts that injustice is more profitable than justice."

Glaucon, saudara Plato, menggunakan kisah Cincin Gyges dalam dialog "Republik" untuk menguji pandangan Socrates tentang keadilan. Menurut Glaucon, dalam hati nurani mereka, semua orang percaya bahwa ketidakadilan lebih menguntungkan daripada keadilan. Dia berargumen bahwa jika seseorang dapat bertindak tidak adil tanpa takut ketahuan atau dihukum, orang tersebut akan melakukannya untuk keuntungan pribadi.

"Glaucon argues that the unjust life is better than the just life."

Glaucon berpendapat bahwa kehidupan yang tidak adil lebih baik daripada kehidupan yang adil. Menurutnya, orang yang tidak adil bisa mencapai kekayaan, kekuasaan, dan kesenangan tanpa harus khawatir tentang konsekuensi negatif. Dengan kata lain, kehidupan yang tidak adil dianggap lebih menguntungkan dan memuaskan daripada kehidupan yang adil, terutama ketika seseorang tidak perlu takut akan hukuman atau pembalasan.

"Socrates says that we should choose the life of the 'unsuccessful' just person because it is to our advantage to be moral."

Socrates, di sisi lain, berargumen bahwa kita seharusnya memilih hidup sebagai orang yang adil meskipun itu berarti menjadi "tidak sukses" dalam pandangan duniawi. Socrates percaya bahwa keadilan memiliki nilai intrinsik dan membawa manfaat yang lebih besar bagi jiwa manusia. Hidup dengan moralitas, menurut Socrates, adalah kehidupan yang harmonis dan sejahtera secara internal. Meskipun mungkin tidak menghasilkan keuntungan materi atau kekuasaan yang sama dengan kehidupan yang tidak adil, kehidupan yang adil membawa kedamaian batin, ketenangan, dan kesejahteraan spiritual.

Implikasi dari Pernyataan:

  • Konflik antara Etika dan Egoisme:
    Pernyataan-pernyataan ini menggambarkan konflik mendasar antara etika (moralitas) dan egoisme (keuntungan pribadi). Glaucon mewakili pandangan egoistik di mana tindakan dinilai berdasarkan keuntungan pribadi yang dapat diperoleh. Sementara itu, Socrates mewakili pandangan etis di mana tindakan dinilai berdasarkan nilai moral dan kesejahteraan jiwa.
  • Nilai Keadilan:
    Diskusi ini menekankan pentingnya nilai keadilan tidak hanya sebagai prinsip sosial tetapi juga sebagai nilai intrinsik yang membawa kesejahteraan bagi individu. Socrates mengajukan argumen bahwa hidup yang adil memberikan ketenangan dan kebahagiaan yang lebih dalam dibandingkan dengan keuntungan materi yang didapat dari ketidakadilan.
  • Pilihan Hidup:
    Dengan memilih hidup yang adil, seseorang memilih jalan yang mungkin lebih sulit tetapi lebih memuaskan secara moral dan spiritual. Socrates mengajarkan bahwa tindakan moral harus dilakukan bukan karena takut akan hukuman atau menginginkan penghargaan, tetapi karena keadilan itu sendiri merupakan bentuk kehidupan yang terbaik bagi jiwa manusia.

The Rings of Gyges"To argue his case Glaucon proposes a story:"Untuk mendukung argumennya, Glaucon mengajukan sebuah cerita fiksi yang dikenal sebagai kisah Cincin Gyges dalam "Republik" Plato. Cerita ini berfungsi untuk mengilustrasikan pandangannya tentang sifat dasar manusia dan moralitas.
"A Shepherd discovers a ring which makes the wearer invisible."Dalam cerita ini, seorang gembala bernama Gyges menemukan sebuah cincin ajaib yang memberinya kemampuan untuk menjadi tak terlihat ketika dia memutarnya. Kekuatan ini memungkinkan Gyges untuk bertindak tanpa takut ketahuan atau dihukum.
"He uses this power for personal enrichment."Gyges menggunakan kemampuan tak terlihatnya untuk tujuan pribadi. Dengan tidak adanya risiko ketahuan, dia melakukan berbagai tindakan yang akan dianggap tidak bermoral atau kriminal jika diketahui orang lain.
"Seduces the queen of the kingdom, kills the king, and becomes ruler himself."Gyges menggunakan kekuatannya untuk menggoda ratu, membunuh raja, dan akhirnya mengambil alih kekuasaan sebagai penguasa kerajaan. Tindakan ini menunjukkan bahwa tanpa ancaman hukuman, seseorang bisa melakukan tindakan yang sangat tidak bermoral demi keuntungan pribadi.
"Glaucon concludes that even a moral man will eventually become immoral as long as he believes he cannot be punished for his actions."Glaucon menyimpulkan bahwa bahkan orang yang moral sekalipun pada akhirnya akan menjadi tidak bermoral jika mereka percaya bahwa mereka tidak akan dihukum atas tindakan mereka. Dengan kata lain, ketidakmampuan untuk ditangkap atau dihukum akan mendorong seseorang untuk bertindak egois dan tidak bermoral.
Implikasi dari Pernyataan:Glaucon mengajukan pandangan yang cukup pesimis tentang sifat dasar manusia, yaitu bahwa moralitas seseorang sangat tergantung pada kemungkinan dihukum atau diawasi. Jika pengawasan atau hukuman tidak ada, maka dorongan untuk bertindak tidak bermoral akan muncul.
Pernyataan ini mengangkat pertanyaan mendalam tentang motivasi di balik tindakan moral. Apakah kita berbuat baik karena kita percaya pada nilai intrinsik dari kebaikan itu sendiri, ataukah kita berbuat baik karena takut akan konsekuensi dari berbuat buruk?
Kisah ini juga relevan dalam konteks modern di mana kekuatan dan anonimitas, misalnya di dunia maya, dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Ketika orang merasa bahwa mereka tidak dapat ditangkap atau dihukum, kecenderungan untuk bertindak tidak bermoral bisa meningkat.
Diskusi ini menantang kita untuk mempertimbangkan nilai keadilan dalam diri kita sendiri. Socrates berargumen bahwa keadilan memiliki nilai intrinsik dan penting untuk kesejahteraan jiwa, meskipun tidak ada ancaman hukuman.

Fenomena Korupsi di IndonesiaFenomena korupsi di Indonesia dapat dianalogikan dengan kisah Cincin Gyges. Banyak pejabat dan individu yang memiliki kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi, terutama ketika mereka merasa aman dari pengawasan dan hukuman. Seperti Gyges yang menggunakan cincinnya untuk memperkaya diri sendiri dan merebut kekuasaan, para koruptor menggunakan posisi dan wewenang mereka untuk mendapatkan keuntungan finansial dan kekuasaan dengan cara yang tidak sah.
Sejalan dengan argumen Glaucon, motivasi di balik tindakan korupsi sering kali adalah keuntungan pribadi tanpa takut akan konsekuensi. Ketika ada kesempatan untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa risiko tertangkap, dorongan untuk bertindak tidak bermoral menjadi sangat kuat. Hal ini mencerminkan pandangan bahwa ketidakadilan dianggap lebih menguntungkan daripada keadilan.
Upaya untuk memberantas korupsi di Indonesia sering kali terhalang oleh sistem hukum yang lemah dan kurangnya pengawasan yang efektif. Meskipun ada lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berusaha untuk menangani korupsi, tantangan yang dihadapi sangat besar. Pemberantasan korupsi membutuhkan komitmen kuat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga penegak hukum.
Untuk mengatasi korupsi, pendidikan moral dan etika harus menjadi bagian penting dari strategi pencegahan. Mengembangkan kesadaran tentang nilai-nilai keadilan dan pentingnya moralitas dapat membantu individu untuk menginternalisasi prinsip-prinsip etis yang kuat. Seperti yang dikemukakan oleh Socrates, hidup dengan keadilan membawa kesejahteraan yang lebih besar bagi jiwa, dan pendidikan moral dapat membantu mewujudkan kesadaran ini dalam masyarakat.

KesimpulanMetafora Cincin Gyges memberikan perspektif yang mendalam tentang sifat manusia dan motivasi di balik tindakan moral dan tidak bermoral. Diskusi tentang kisah ini relevan dalam memahami fenomena korupsi di Indonesia, di mana kekuasaan dan kesempatan tanpa pengawasan sering kali mendorong individu untuk bertindak tidak bermoral. Dengan memahami motivasi di balik tindakan korupsi dan pentingnya keadilan, kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk memberantas korupsi dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan bermoral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun