Setiap individu memliki keunikan dan kemampuan yang berbeda-beda, tetapi ada satu hal yang semua orang tanpa terkecuali mampu melakukannya, yaitu “meniru”. Pernahkah terpikirkan dalam benak kita, betapa hebat bahkan jeniusnya orang dalam hal tiru meniru. Bahkan bisa kita simpulkan bahwa sesuatu yang mampu dilakukan dengan baik oleh semua orang adalah “tiru-meniru”.
Hemat saya, kita disini hidup dalam dunia peniruan. Artinya, dalam kehidupan ini, kita semua senantiasa meniru dalam segala hal. Nabi Muhammad pun diutus ke dunia ini, juga salah satunya untuk ditiru oleh umatnya. Kita melakukan hal tersebut dari lahir sampai akhir usia. Hal itu dikarenakan, meniru memang merupakan hal yang sangat mudah dilakukan oleh semua kalangan.
Tetapi perlu kita ketahui, bahwa pada waktu meniru diperlukan kejelian. Meniru itu tidak selamanya akan mendatangkan sesuatu yang lebih baik, efisiensitas atau pun produktifitas. Bahkan, terkadang kebiasaan meniru sering menjadikan sejumlah orang malas untuk berpikir (pasif), sehingga semua tindakannya serba instan (memangnya mie instan apa, tinggal lhepp hehe).
Sedangkan karakteristik ataupun sifat-sifat yang dimiliki oleh pelaku tiru meniru (copycut) yaitu; Pertama, obsersif. Karena selalu ingin meniru semua tindakan orang lain baik itu berupa tingkah laku, pola pikir dan sebagainya. Secara otomatis Ia ingin selalu dekat, sehingga memperhatikan gerak-gerik korban tiruan. Dan pada akhirnya Ia pun terobsesi pada semua hal yang berkaitan dengan si tiruan. Kedua, possesif maksudnya rasa takut kehilangan membuat ia menjadi sangat possesif terhadap teman si tiruan. Sebagaimana statement yang diungkapkan Evi Elviati, seorang psikolog dari Essa Consuling Refleks, cirri-ciri sifat over possessive adalah seseorang akan tergerak secara reflek untuk menafikan semua penghalang supaya hanya ia yang bisa dekat dengannya. Akibatnya si tiruan pun menjadi terkekang.
Yang terakhir adalah seorang yang hobi dalam hal tiru meniru akan berkibat hilangnya jati dirinya. Ketika kita terbiasa meniru orang lain dalam melakukan segala sesuatu. Secara langsung ia akan selalu bergantung hidupnya kepada orang lain, tidak lagi mempercayai potensi yang dimilikannya bahkan ironisnya ia tidak tahu bagaimana harus mengendalikan diri sendiri.
Maka dari itu, sebelum mengambil sebuah tindakan alangkah lebih baiknya jika kita memikirkan terlebih dahulu faedah dan mudhorotnya. Dan sekarang saatnya temukan diri sendiri, tiru meniru orang lain boleh-boleh saja. Asalkan kita tahu batasannya dan pintar memilah mana yang pantas ditiru dan tidak pantas ditiru.
Nah, untuk bisa memilih prilaku mana yang bisa kita tiru, tentunya kita harus memiliki prinsip yang kuat, prinsip yang kuat adalah menemukan karakter diri kita sendiri. Sehingga kita mengetahui keinginan dan tujuan kita. Untuk menemukan karakter diri sendiri tidaklah sulit, hanya cukup dengan menerima diri sendiri apa adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H