Mohon tunggu...
Ziyad Annajih
Ziyad Annajih Mohon Tunggu... -

http://ziyadan.wordpress.com/ - http://ziyadan.blogspot.com/ - http://ziyadan.multiply.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hadapi Saja!!

18 April 2012   05:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:29 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap individu yang terlahirkan di dunia ini, tentu akan mendapatkan ujian. Bahkan hal demikian sudah sunnatullah yang tidak bisa dihindari lagi oleh setiap insan. Contoh kecilnya, seorang bayi pun juga memiliki ujian yang ia harus hadapi. Bayi yang akan belajar jalan diuji dengan telapak kaki yang sulit menapak ke lantai. Jadi, satu hal yang tidak akan luput dari keseharian kita adalah yang disebut “permasalah” ataupun “persoalan hidup”. Dimanapun, kapanpun, apapun dan dengan siapapun adalah potensi masalah. Namun, jikalau kita cermati kembali ternyata dengan persoalan yang persis sama, sikap orang pun berbeda-beda, ada yang begitu panik, stress, takut tapi ada pula yang menghadapinya dengan begitu mantab, bahkan “menikmatinya”.

Berbicara mengenai permasalahan hidup, saya jadi teringat perkataan salah satu guru saya, bahwa Allah akan memberikan permasalahan (ujian) terhadap hambanya sesuai dengan kapasitasya. Dari perkataan itu, saya yakin bahwa manusia yang ada dimuka bumi ini pasti bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan hidupnya. Sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam firmannya; “Fainna Ma’a al ‘usri yusraa – inna ma’a al ‘usri yusraa”. (Al Insyirah:5-6). Dalam firmannya, sampai dua kali Allah menegaskan janji-Nya. Tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus mendapatkan kesulitan karena dunia bukanlah neraka. Demikian juga tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus memperoleh kelapangan dan kemudahan karena dunia bukanlah “surga”. Segalanya pasti akan ada akhirnya dan dipergilirkan dengan keadilah Allah. Wallahu a’lam. Tetapi ketika manusia dihadapkan dengan suatu masalah, mereka akan melakukan dua hal, yaitu menghadapi masalah dengan baik atau menghadapi masalah dengan buruk.

Seseorang memiliki suatu keinginan yang tinggi. Misalnya, keinginan untuk memberikan kontribusi penting terhadap institusi (lembaga) yang telah berjasa terhadapnya. Dalam perjalanannya, dia mengalami rintangan-rintangan, baik rintangan yang kecil maupun yang besar. Namun dia tak pantang menyerah dan terus berusaha untuk bisa memberikan kontribusi sebaik-baiknya terhadap institusi tersebut. Tetapi, pada saat dia memasuki jenjang akhir dalam perjalanannya. Dia mengalami musibah yang mengharuskan untuk memberhentikan (memundurkan diri) sebelum masa terakhirnya. Dan pahitnya lagi, dia tidak tahu kapan dapat memberikan kontribusinya lagi terhadap institusi yang telah berjasa terhadapnya, karena umur juga semakin bertambah. Bukan kepalang, kondisi dan pikiran yang dia alami (permasalahan).

Hal tersebut bisa berimplikasi pada rasa kekecewaan ketika seorang insan tidak mengelolanya dengan baik. Dan kekecewaan itupun, keberadaannya bisa jadi berlarut-larut hinggap dalam diri manusia dan bahkan bisa jadi membutakan manusia. Rasa kecewa adalah satu hal yang wajar sebagai salah satu bentuk respon dari suatu permasalahan yang manusia rasakan. Tetapi rasa kecewa muncul ketika hati sebagai pabrik perasaan tidak terkelola dengan baik ketika seorang insan dihadapkan pada permasalahan-permasalah dalam hidupnya. Maka, sungguh beruntung bagi tiap insan yang memaknai permasalahan yang bisa jadi hadir dalam hidupnya dengan penuh kesabaran dan diterima serta dikelola dengan baik oleh hati setiap insan.

Disinilah kita mempertanyakan kembali, mengapa kita mesti diuji ataupun diberikan permasalahan hidup? Pada hakikatnya setiap permasalahan pasti diberikan oleh Allah kepada hambanya. Diberikannya permasalahan tersebut kepada setiap insan semata-mata hanyalah untuk mengetahui kadar keimanan masing-masing individu serta menguji diantara individu yang beriman dan tidak beriman. Oleh kerena itu, pengakuan seperti “aku beriman” tanpa bukti tindakan yang sesuai dengannya tidaklah cukup. Di sepanjang hayatnya, manusia diuji dalam hal keimanan dan ketaatannya kepada Allah, termasuk kegigihannya dalam memperjuangkan agama Allah. Artinya, diuji dalam ketabahan sebagai hamba Allah dalam berbagai kondisi dan lingkungan yang dikehendakiNya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Mulk ayat 2. Ingat, iman bukanlah sekedar pengakuan tetapi tindakan yang sesuai dengan keimanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun