Bermedia sosial tak semata-mata dilakukan tanpa aturan dan etika. Sebagai pengguna yang aktif bermedia sosial, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk senantiasa bijak dalam berperilaku dan memanfaatkan media sosial. Sebab, segala perilaku kita akan dinilai oleh norma kemasyarakatan, jika kita melakukan suatu kesalahan maka akan timbul sebuah kritik sosial.
Mengutip dari Wislah.com, Hantisa Oksinata seorang ahli dalam bidang ini menjelaskan bahwa kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Sementara menurut seorang ahli lain, Abar, kritik sosial merupakan suatu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Pada dasarnya, kritik sosial adalah suatu respon masyarakat terhadap sesuatu yang bertujuan untuk mengontrol berjalannya kehidupan sosial dengan baik.
Kritik sosial dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni kritik sosial secara terbuka dan kritik sosial secara tertutup. Kritik sosial secara terbuka adalah segala sesuatu baik itu sikap ataupun kegiatan yang berupa penilaian, kajian atau penelitian terhadap suatu keadaan masyarakat. Sementara kritik sosial secara tertutup adalah tindakan penilaian yang dilakukan dengan tindakan-tindakan simbolis yang mengisyaratkan suatu penilaian terhadap suatu keadaan sosial.
Bentuk kritikan sosial secara langsung meliputi aksi sosial, unjuk rasa, demonstrasi dan lain sebagainya. Lain halnya dengan kritik sosial secara tertutup yang disiratkan melalui sebuah karya seperti musik, puisi, karya tulis, film dan lain sebagainya. Adapun tujuan dari kritik sosial adalah untuk mengingatkan seseorang pelaku sosial yang melakukan pelanggaran atau kesalahan dalam kehidupan bermasyarakat.
Meski begitu, penyampaian suatu kritik sosial tidak bisa dilakukan secara sembarangan karena diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika keliru, maka kritik dapat menjadi boomerang bagi diri sendiri karena dianggap sebagai tindakan pencemaran nama baik. Mengkritik harus didasarkan pada ilmu, pertimbangan dan klarifikasi, sehingga tidak terjerumus yang berujung pada pidana.
Kritik sosial dianggap penting dilakukan, baik ditujukan kepada masyarakat itu sendiri atau kepada pemerintah yang berkuasa. Tujuannya bukan untuk menghancurkan masyarakat atau melengserkan pemerintah, melainkan untuk memurnikan atau menebus segala nilai, kebijakan dan aturan-aturan yang dianggap telah menyimpang. Sebelum era internet muncul seperti sekarang, orang menyampaikan kritik melalui berbagai media terpisah. Namun tidak lagi untuk saat ini.
Seiring berkembangnya teknologi informasi, kini kegiatan masyarakat sebagian besar berpindah alih kedalam jejaring internet dan media sosial. Sebab itulah kemudian muncul kritik sosial pada media sosial. sayangnya, pada era teknologi komunikasi dan internet berkembang sangat pesat seperti sekarang ini, masyarakat mengalami "ledakan emansipasi" dan menganggap media sosial sebagai ruang untuk mengekspresikan kebebasan pendapat sebebas-bebasnya.
Sebagian masyarakat memang ada yang melakukan kritik secara konstruktif dan beretika, namun ada sebagian yang lain menyampaikan kritik tidak pada pakem yang benar. Ironisnya, kritik yang disampaikan bukanlah sekedar kritik, melainkan lebih mirip ujaran kebencian, provokasi dan bahkan menjurus pada fitnah serta pencemaran nama baik. Akses media sosial yang bebas mendorong siapapun dapat melakukan semua hal tanpa aturan.
Dengan kondisi seperti ini, maka diperlukan penanaman pengetahuan mengenai etika dalam memberikan kritik. Melansir dari Revolusi Mental, menurut Abdul Azis, setidaknya ada tiga etika yang harus dipegang saat melakukan kritik. Yakni kritik disertai saran yang membangun, kritik secara objektif dan mengutamakan kesopanan dan kelembutan.
Sebuah kritik sosial bahkan yang disampaikan melalui media sosial sekalipun harus berdasar pada suatu landasan pengetahuan. Sehingga dapat disertakan saran yang membangun. Jika tidak punya solusi atau saran atas kritik yang telah disampaikan, maka sebuah kritik hanya akan dianggap omong kosong dan malah menyulut perselisihan.
Saat memberikan kritik, lakukanlah dengan se-objektif mungkin. Sebuah kritik objektif tidak akan memihak atau menyudutkan seseorang, dengan begitu mengedepankan objektivitas dalam memberikan kritik adalah bukti kejujuran kita dalam mengkritik. Jangan berikan kritik berdasarkan pada suatu subjektivitas seperti mencari kesalahan orang lain atau bahkan sampai mencemarkan nama baik seseorang.
Yang tak kalah penting, pastikan untuk menyampaikan kritik secara lembut dan santun. Sehingga kritik yang disampaikan akan mudah diterima dibanding mengkritik dengan sikap memaksa dan kasar. Kesopanan menjadi hal yang penting dalam menyampaikan suatu kritik terutama pada media sosial yang memiliki cangkupan luas. Selalu ingat bahwa member kritik pada media sosial akan lebih beresiko mengundang kesalahpahaman ketimbang menyampaikan kritik secara langsung.
Sebagai warga negara yang memiliki ideologi demokratis, memberikan sebuah kritik adalah sebuah hal yang diperlukan dengan tujuan untuk memperbaiki suatu sikap dan mendapatkan perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Â Namun perlu ditekankan kembali bahwa menyampaikan kritik harus dilandaskan pada suatu penilaian objektif dan disampaikan dengan etika. Hal ini berlaku untuk kritik sosial secara langsung maupun kritik sosial melalui media sosial.
Adapun bagi kita sang penerima kritik, selalu tanggapi kritik dengan kepala dingin. Kritik sosial pada media sosial kerap kali melenceng dari etika-etika mendasar, namun bukan berarti kita boleh membalas ketidaksopanan tersebut dengan sikap yang lebih buruk. Selalu utamakan ketenangan, netral namun tegas serta bijak dalam bermedia sosial.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H