Dari permasalahan di atas, maka terdapat beberapa alternatif yang dapat diimplementasikan oleh MenPAN dan RB dalam melakukan kebijakan khususnya pemangkasan PNS:
- Penyelesaian Peraturan Pelaksana ASN
Dalam pasal 134 UU nomor 5 tahun 2014 disebutkan bahwa peraturan dalam ASN harus dilaksanakan paling lama dua tahun setelah diundangkan. Artinya hanya kurang 9 hari jatuh tempo pelaksanaan UU tersebut. Namun dalam faktanya, peraturan-peraturan yang menjadi tools untuk melaksanakan UU ASN tersebut masih belum terselesaikan. Hanya program pendataan ulang PNS yang dikoordinasi oleh Badan Kepegawaian Negara menjadi implementasi paling berhasil saat ini, di samping lelang jabatan pada jabatan pimpinan tinggi. Perubahan fundamental seperti penyusunan jabatan fungsional, sistem manajemen ASN, serta penyusunan single salary masih belum terlaksana.
Penyusunan single salary jelas sangat berkaitan dengan belanja pegawai sebagai dasar pemangkasan PNS sebagaimana disampaikan oleh Men PAN dan RB. Perlu diketahui di samping belanja pegawai, masih banyak  penghasilan-penghasilan khususnya di belanja barang  yang belum dikategorikan sebagai belanja pegawai. Salah satu contoh adalah honor output kegiatan. Angka honor output kegiatan ini sendiri sangatlah signifikan, untuk tahun 2015 tercatat sebesar Rp12,1 triliun.
Selain itu perlu juga diperjelas bagi PNS yang merangkap komisaris BUMN apakah perlu distandarisasi penghasilan di luar belanja pegawai, untuk menjaga independensi dalam pengambilan kebijakan.
Peraturan-peraturan pelaksana ini adalah kunci bagi instansi-instansi untuk melakukan penertiban di lingkungan masing-masing.  Tanpa adanya peraturan ini, langkah himbauan MenPAN dan RB hanya dianggap angin lalu, karena pembenahan birokasi harus melalui tahapan birokratif bukan psikologi semata.
- Melakukan pemetaan kebutuhan ASN untuk Manajemen ASN
Pemetaan kebutuhan ASN per instansi dapat memberikan peta jalan untuk kebijakan ASN khususnya dalam hal mutasi ASN. Salah satu contoh, dari lima instansi yang memiliki 5 dengan laporan kinerja terbaik banyak dihuni oleh lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Sekolah kedinasan yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan tersebut dapat membagi lulusan-lulusannya untuk bekerja di instansi lainnya. Hal ini tentu diperlukan koordinasi yang cukup bagus diantara instansi-instansi tersebut.
Kemen PAN dan RB dapat menjadi koordinator bagi manajemen ASN pada semua instansi-instansi sehingga pembagian SDM ASN dapat terpenuhi. Ego-ego sektoral di instansi-instansi Pemerintahan justru sangat menghambat pembenahan SDM ASN secara nasional. Tidak perlu kaget bahwa rekomendasi ICW 3 tahun yang lalu terkait sebaran guru-guru PNS agar ketimpangan SDM pendidikan dapat ditanggulangi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Â
- Penugasan ASN di BUMN/BUMD, Perguruan Tinggi, dan Koperasi
Program pensiun dini yang sudah gagal semestinya harus dievaluasi. Pada perkembangannya, banyak pegawai negeri yang memiliki pengalaman dan pendidikan cukup tinggi di bidangnya justru memiliih keluar dari pekerjaannya untuk bekerja di sektor BUMN maupun swasta.  Artinya Kemen PAN dan RB dapat memfasilitasi aparatur tersebut untuk bergelut di sektor-sektor BUMN/BUMD, perguruan tinggi, bahkan koperasi. Bukan dengan mempersulit dengan peraturan yang cukup ribet yang justru kontraproduktif. Terdapat dua keuntungan disini:
- dapat menghemat belanja pegawai yang membebani APBN;
- pegawai ASN dapat berbakti di lapangan sesuai dengan minat dan kemampuan tanpa mengganggu organisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H