Mohon tunggu...
Lisno Setiawan
Lisno Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Santai, Setia, Solusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menanti Laku Pasti Pak Yuddy

5 Januari 2016   10:28 Diperbarui: 7 Januari 2016   08:01 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada awal tahun ini, Senin, 4 Januari 2015, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menghentakkan dunia para abdi negara dengan pernyataan di hadapan pers. Yang pertama adalah pengumuman rapor akuntabilitas 77 lembaga, dan yang kedua adalah wacana pemangkasan jumlah PNS 37,1 persen (detik.com). Sebenarnya terdapat juga berita bombastis dari media yang berpusat di daerah yakni Jawapos.com terkait institusi ini, yakni adanya usulan Gubernur Kalimantan Barat kepada Presiden Jokowi terkait pembubaran Kemen PAN dan RB. Dari berita-berita di atas, maka dunia birokrasi jelas menjadi sorotan serius. Dalam penilaian doing business World Bank tahun 2015, Indonesia juga masih belum menunjukkan nilai yang memuaskan dan hanya menempati rangking 114, masih di bawah Papua Nugini.

Kembali menyoal pernyataan Men PAN dan RB terkait rapor akuntablitas dan wacana pemangkasan PNS. Dari pemangkasan, MenPAN dan RB beralasan bahwa jumlah persentase belanja pegawai yang relatif sangat gemuk apabila dibandingkan belanja pembangunan merupakan salah satu indikator kurang sehatnya suatu instansi. MenPAN dan RB menyebut bahwa angka 42 persen sebagai batas nilai persentase belanja pegawai yang mengalami overweight. Meskipun penyebutan belanja pembangunan sudah kurang pas lagi di era reformasi Keuangan negara sejak tahun 2004, tetapi bisa kita tebak bahwa belanja pembangunan yang dimaksud MenPAN dan RB adalah belanja non pegawai. Tentu pasti pertanyaan lanjutan adalah apakah semua belanja non pegawai adalah produktif?

Mungkin kita akan lebih mudah melakukan analisa sederhana apabila tersaji data sampel dari K/L terkait persentase belanja pegawai. Saya mengambil data dari 6 institusi yang memiliki kinerja terbaik.

[caption caption="persentase belanja pegawai"][/caption]Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa angka rata-rata persentase belanja pegawai penerima laporan kinerja terbaik 2015 tergolong cukup tinggi.  Terdapat dua instansi yang memiliki angka belanja pegawai di atas 42,0 persen yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan nilai 45,8 persen dan 54,7 persen. Berdasarkan angka ini maka sudah dipastikan institusi ini tergolong overweight jika melihat asumsi yang disampaikan oleh Men PAN dan RB.  Artinya dua institusi tersebut sangat layak untuk dipangkas pegawainya.

Hasil persentase belanja pegawai tersebut apabila dibandingkan dengan laporan akuntabilitas kinerja maka disini agak membingungkan. Terdapat dua instansi yang memiliki kinerja yang cukup baik tetapi juga terlalu boros (overweight) dalam biaya operasional.  Dalam teori manajemen perusahaan, tentu suatu departemen yang terbaik adalah yang memiliki marjin produksi paling banyak dibandingkan biaya. Nah tentu Men PAN dan RB memiliki penilaian tersendiri sehingga dua instansi tersebut tetap dinilai memiliki nilai kinerja 5 terbaik meskipun memiliki angka belanja pegawai yang overweight.

Yang perlu dipastikan oleh Yuddy adalah bagaimana kebijakan pemangkasan PNS pusat tersebut dapat diimplementasikan secara pasti dan konsisten. Berkaca pada tuntutan Gubernur Kalimantan Barat yang memberikan usulan pembubaran Kemen PAN dan RB dikarenakan adanya ketidakkonsistenan kebijakan diantaranya pembatasan penggunaan hotel di awal Pemerintahan tetapi direvisi di pertengahan, rekomendasi perampingan struktur tetapi struktur organisasi pusat malah bertambah, dan pendirian UPT yang bergejolak dengan dinas-dinas. Sudah tentu kebijakan pemangkasan ini harus dilakukan dengan cermat. Setidaknya ada dua yang perlu dilihat dari pemangkasan tersebut diantaranya

1. Janji Pengangkatan pegawai honorer

Pengangkatan pegawai honorer sebesar 400 ribu orang yang dilakukan oleh Menteri Yuddy telah menjadi berita panas di kalangan abdi negara non PNS. Semakin panas ketika dalam kenyataannya anggaran tersebut pada akhir pembahasan APBN justru tidak tersedia. Dari sisi kebijakan pemangkasan PNS, tentu menjadi pernyataan besar, angka 400 ribu justru menambah bukan mengurangi.

2. Sistem pensiun dini dan moratorium PNS

Untuk melakukan pemangkasan PNS secara alami tentu dengan pensiun. Di samping itu program pensiun dini bagi pegawai yang berminat dengan masa kerja di atas 20 tahun dengan minimal umur 50 tahun. Program pensiun dini yang pernah digagas oleh Kementerian Keuangan pada jaman Pemerintahan SBY tidak begitu diminati oleh PNS. Hal ini karena uang kompensasi yang dibayarkan bagi PNS masih jauh di bawah apabila PNS melakukan pensiun secara alami.     

Moratorium PNS dilakukan mulai tahun 2015 dan akan diperpanjang sampai dengan struktur PNS sesuai kondisi. Namun moratorium ini tidak berlaku bagi pekerja yang melakukan ikatan kedinasan.  Pada kenyataannya, sistem ini kurang adil bagi instansi yang menginginkan pegawai dengan tingkat kompetensi yang berbeda dengan sekolah ikatan kedinasan yang menjadi anak kandungnya. Sebagai contoh Kementerian Pertahanan sangat membutuhkan tenaga keuangan, sedangkan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi dari ikatan dinas Akademi Militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun