Mohon tunggu...
Lisno Setiawan
Lisno Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Santai, Setia, Solusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suara Daerah dalam Bingkai Nusantara

13 Juli 2015   07:35 Diperbarui: 13 Juli 2015   07:35 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suara daerah merupakan aspirasi yang mutlak tidak boleh diabaikan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Muhammad Hatta (1957) telah menjelaskan bahwa Demokrasi kuranglah tepat apabila hanya bersifat sentralistik dengan menyerahkan kekuasaan mutlak pada Pemerintah Pusat dan DPR . Hal ini karena karakteristik negara Indonesia yang memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, dengan berbagai keanekaragaman kepentingan hidup, maka banyak hal-hal yang harus diatur secara khusus di tiap-tiap daerah.

Dalam era reformasi, gagasan tersebut diterjemahkan dalam berbagai kebijakan yang tertuang di berbagai peraturan perundang-undangan. Salah satu pengaturan dalam dasar konstitusi (UUD 1945 amandemen) yakni adanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD).  Suatu perwakilan daerah yang bersama DPR RI menjadi unsur Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih melalui proses pemilihan umum. Artinya DPD menggantikan utusan golongan dalam struktur MPR.  Salah satu alasan utama adalah negara memandang otonomi  daerah merupakan suatu hal yang utama di era reformasi.   

Secara garis besar tugas DPD adalah membahas perundang-undangan dan pengawasan atas (1) kebijakan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, (2) hubungan pusat dan daerah pengelola sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, (3) anggaran pendapatan dan belanja negara,
(4) pajak, (5) pendidikan serta (6) agama. Secara tekstual memang tampak terbatas, tapi secara harfiah tugas DPD tidak boleh dikatakan lebih minor daripada partnernya di MPR yakni DPR RI.  Alasannya DPD memiliki tugas utama yang berkaitan dengan APBN, sebuah produk hukum yang mempengaruhi implementasi hampir seluruh undang-undang sektoral yang ada. Bahkan secara istimewa tugas DPD memiliki karakteristik lebih yakni sebagai jembatan atas hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Lebih jamaknya DPD adalah perangkai daerah-daerah dalam wadah nusantara.

Untuk memenuhi tugas-tugas tersebut DPD tentu saja harus memiliki dua kemampuan mutlak yakni wadah aspirasi daerah dan penguatan fungsi budgeting. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Wadah Aspirasi Daerah

Kebutuhan hidup masyarakat di daerah-daerah semakin berkembang dari tahun ke tahun. Implementasi  Undang-Undang desa, dengan pengucuran dana desa adalah salah satu isu terbaru yang harus dilakukan kontrol secara intensif agar penggunaan triliunan rupiah tersebut tepat sasaran. Tidak hanya dari aspek ekonomi semata, tetapi setiap kebijakan pemerintah akan berpengaruh pada aspek sosial kemasyarakatan. Perbedaan antar provinsi, antar kabupaten, antar desa, bahkan antar individu harus diakomodir dalam takaran keadilan dengan perspektif kepentingan nasional.  DPD memiliki tugas sebagai penyambung lidah daerah/bottom up sehingga pemerintah dan DPR dapat mengambil kebijakan yang akan dirumuskan dalam undang-undang yang tepat.

Selain itu harmonisasi kebijakan pembangunan pemerintah pusat dengan kepentingan pemerintah daerah mutlak diperlukan demi percepatan kesejahteraan rakyat. Seperi kita ketahui banyak pembangunan nasional yang terkendala karena tidak mempertimbangkan hal-hal khusus seperti hak tanah ulayat dan hak-hak adat lainnya.

Sebagai lembaga tinggi negara yang bertugas melakukan penyerapan pendapat publik (public hearing) khususnya di daerah-daerah, DPD tentu mutlak harus memiliki sarana pendukung. Sembari menunggu efektivitas pembangunan rumah aspirasi yang telah dianggarkan di APBNP 2015.  DPD sebagai pengemban tugas nasional dalam kegiatan public hearing di daerah, maka dapat melakukan beberapa langkah alternatif sebagai berikut

a. Membentuk rumah aspirasi secara virtual

Rumah aspirasi virtual dilakukan dengan menggunakan layanan website yang terhubung dengan internet. Kemajuan teknologi saat ini memudahkan manusia untuk terhubung satu dengan yang lainnya. Tantangan tersendiri adalah mengubah mindset masyarakat untuk lebih mengoptimalkan sarana teknologi menjadi wahana penyampai aspirasi. Menurut pengalaman rekan penulis yang sukses menyelenggarakan kegiatan citizen journalism di daerah pelosok Kalimantan Barat, perlu beberapa hal yang harus dipenuhi:

  • Memilki seorang staf ahli untuk menginventarisasi dan mengklasifikasi aspirasi daerah yang layak untuk dijadikan bahan rumusan anggota DPD
  • memiliki seorang administrator yang memiliki pengelolaan website sebagai sarana komunikasi
  • memiliki beberapa orang di tiap perwakilan daerah yang sanggup memberitakan suatu aspirasi/berita kepada administrator melalui sarana komunikasi (SMS handphone atau email). Sebelumnya tiap perwakilan tersebut harus dilakukan sosialisasi format penulisan secara benar dengan prinsip 5 W (what, who, when, where, why) dan I H (how).

 b. Perlu penyediaan sarana teleconference

Sarana teleconference saat ini jamak dilakukan oleh pejabat publik di Indonesia. Dengan keterbatasan ruang dan waktu, sarana ini merupakan fasilitas yang bagus. Penyediaan sarana ini sangat baik apabila difasilitasi oleh Pemerintah. Namun apabila tidak memungkinkan, dapat menggunakan fasilitas skype atau program yang lainnya.

 

2. Penguatan Fungsi Budgeting

Dalam pembahasan anggaran, DPD memiliki beberapa tugas yang diamanatkan pada Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yakni sebagai berikut:

   a. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR terhadap RUU APBN dan Nota Keuangannya

   b. Pimpinan DPR memberitahukan rencana pembahasan RUU APBN kepada Pimpinan DPD

   c. DPD menyampaikan pertimbangan tentang RUU APBN kepada DPR paling lambat 14 hari sebelum diambil persetujuan                  bersama   antara DPR & Presiden

Untuk pemberian pertimbangan pada huruf (a) dilakukan setelah dilakukan penyampaian APBN pada rapat paripurna DPR RI. Dalam hal ini, DPD RI hanya memberikan  catatan-catatan kepada DPR terkait RUU APBN.  Setelah itu praktis DPD melakukan tugas huruf (c)  pemberian rekomendasi setelah RUU APBN 2015 dibahas oleh badan anggaran DPR RI.  Yang menjadi pertanyaan adalah DPD dalam menjalankan tugas review RUU APBN yang bersifat input dan bersifat output tanpa mengetahui proses pembahasan yang ada. Bahkan terkait hal-hal yang sangat substansi yang menjadi kewenangannya yakni terkait hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pengelolaan sumber daya ekonomi di daerah. Kegiatan tersebut diserahkan dipercayakan pada komisi yang terkait.  Tentu saja bukan suatu keheranan apabila eksekusi APBN di daerah akan menemui hambatan-hambatan apabila komunikasi dalam pembahasan APBN di pusat tidak mengakomodir suara daerah yang terwakili di DPD. Tentu saja tugas ini seolah-olah menyatakan DPD sebagai tukang stempel APBN yang telah dibahas di DPR dengan Pemerintah.

Untuk menambah kualitas pembahasan APBN yang lebih pro daerah, maka dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Setiap rapat badan anggaran DPR RI dengan pemerintah harus menyertakan minimal satu orang perwakilan DPD RI

b. Perwakilan DPD RI berhak untuk mengikuti pembahasan APBN di komisi-komisi yang berhubungan dengan transfer ke daerah;

Keterwakilan DPD dalam pembahasan-pembahasan dimaksud sangat penting untuk mengantisipasi dampak-dampak sosial, ekonomi dan politis pembangunan nasional di daerah. Tentu saja kita perlu belajar dari sejarah, bahwa untuk mengatasi konflik-konflik di daerah akibat kebijakan yang salah arah membutuhkan biaya dan perjuangan yang tidak sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun