Mohon tunggu...
Zetty Azizatun Nimah
Zetty Azizatun Nimah Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah_Guru ngaji_Dosen_Instruktur

Hobi membaca dan menulis, travelling, mengajar, bercerita, melakukan sesuatu yang baru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menelisik Kebijakan Non Sectarian Gus Dur pada Perayaan Imlek Upaya Mewujudkan Harmoni Nusantara

29 Januari 2025   06:12 Diperbarui: 29 Januari 2025   06:12 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Undang-Undang ini juga sejalan dengan semangat demokrasi dan toleransi yang ingin ditegakkan oleh Gus Dur selama masa pemerintahannya. Sebelumnya, masyarakat Tionghoa di Indonesia tidak bisa merayakan Tahun Baru Imlek dengan bebas karena adanya pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintahan Soeharto. Dengan mengeluarkan Keputusan Presiden tersebut, Gus Dur membuka jalan bagi masyarakat Tionghoa untuk merayakan Imlek secara terbuka dan tanpa rasa takut. Selain itu, Gus Dur juga menghapuskan larangan penggunaan bahasa Mandarin dan simbol-simbol Tionghoa yang sebelumnya dilarang.

Dengan diterimanya Imlek sebagai hari libur nasional, masyarakat Tionghoa di Indonesia merasa lebih dihargai dan diakui sebagai bagian penting dari keragaman budaya Indonesia. Ini juga menjadi simbol penting bagi keberagaman di Indonesia, yang mengajarkan bahwa setiap kelompok etnis, agama, dan budaya harus dihargai dan dihormati. Selain itu, Gus Dur juga berupaya menghilangkan kesan negatif terhadap komunitas Tionghoa yang seringkali dianggap sebagai kelompok yang terpisah dan tidak sepenuhnya diterima dalam masyarakat Indonesia.

Keputusan Gus Dur tersebut membuka kesempatan untuk interaksi budaya yang lebih luas antara masyarakat Tionghoa dengan kelompok etnis lainnya di Indonesia. Perayaan Imlek tidak hanya dirayakan oleh masyarakat Tionghoa, tetapi juga dihadiri dan dipahami oleh masyarakat dari berbagai latar belakang, yang semakin memperkaya rasa kebersamaan di Indonesia. Hal ini juga mendukung semangat harmoni dan toleransi yang ingin ditegakkan Gus Dur dalam membangun bangsa yang lebih bersatu dan beradab.

UU tentang perayaan Imlek ini menjadi salah satu tonggak sejarah penting bagi kemajuan masyarakat Indonesia dalam mengelola keberagaman. Gus Dur melalui kebijakannya ini berhasil menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, serta menciptakan ruang bagi masyarakat Indonesia untuk saling memahami dan merayakan perbedaan budaya. Ini adalah bagian dari upaya Gus Dur untuk membangun Indonesia yang lebih adil, toleran, dan menghargai perbedaan.

Secara keseluruhan, kebijakan non-sektarian Gus Dur dalam memperbolehkan perayaan Imlek adalah langkah penting dalam membangun Indonesia yang lebih inklusif dan harmonis. Keberanian Gus Dur untuk menghapuskan kebijakan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa memberikan dampak yang luar biasa bagi kehidupan sosial dan politik Indonesia. Perayaan Imlek yang kini dirayakan secara bebas mengajarkan kepada masyarakat bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk hidup berdampingan dengan damai. Gus Dur berhasil membuktikan bahwa harmoni dalam keragaman dapat tercapai melalui kebijakan yang penuh empati dan penghargaan terhadap sesama. Kebijakan ini terus dikenang sebagai salah satu warisan penting dalam perjalanan Indonesia menuju masyarakat yang lebih adil dan setara. Mari tetap Jaga harmonisasi nusantara sebagai warisan kekayaan nusantara yang berharga.

Sumber:

  • Bush, R. (2009). The Presidential Politics of Abdurrahman Wahid: Islam, Democracy, and the Politics of the Indonesian State. University of Arizona Press.
  • Chandra, A. (2015). Indonesia's Chinese Minority: National Integration and Ethnic Identity. Harvard University Press.
  • Hidayat, D. (2017). "Gus Dur dan Kebijakan Toleransi Beragama di Indonesia." Jurnal Politik dan Budaya. Vol. 12, No. 1.
  • Suryadinata, L. (2003). Indonesia's Chinese Minority and China. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.
  • Soedjatmoko, P. (1995). Tradisi dan Perubahan di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
  • Bush, R. (2009). The Presidential Politics of Abdurrahman Wahid: Islam, Democracy, and the Politics of the Indonesian State. University of Arizona Press.
  • Chandra, A. (2015). Indonesia's Chinese Minority: National Integration and Ethnic Identity. Harvard University Press.
  • Hidayat, D. (2017). "Gus Dur dan Kebijakan Toleransi Beragama di Indonesia." Jurnal Politik dan Budaya. Vol. 12, No. 1.

Ilustrasi Gus Dur antara etnis Tiong Hoa dan Jawa (Dok. Ilustrasi Ai)
Ilustrasi Gus Dur antara etnis Tiong Hoa dan Jawa (Dok. Ilustrasi Ai)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun