Mohon tunggu...
Zetty Azizatun Nimah
Zetty Azizatun Nimah Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah_Guru ngaji_Dosen_Instruktur

Hobi membaca dan menulis, travelling, mengajar, bercerita, melakukan sesuatu yang baru

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ucapkan "Ojo Banding-bandingkan!"Sebagai Pola Asuh Membentuk Jati Diri

10 Januari 2025   04:00 Diperbarui: 9 Januari 2025   21:48 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ojo Banding-bandingkan ! (Ilustrasi pribadi)

Ungkapan "Ojo banding-bandingkan" memiliki pesan mendalam, terutama dalam konteks pola asuh. Membandingkan anak satu dengan lainnya atau dengan orang lain sering kali menjadi kebiasaan orang tua tanpa disadari. Namun, pola ini justru sangat berdampak negatif pada perkembangan jati diri remaja. Berikut adalah penjelasan mengapa pola asuh ini penting dalam membentuk jati diri remaja:

Pola Asuh Membentuk Jati Diri Remaja

1. Membangun Kepercayaan Diri

  • Remaja yang terus dibandingkan dengan orang lain, baik kakak, adik, teman, atau tetangga, cenderung merasa dirinya tidak cukup baik. Hal ini bisa merusak kepercayaan diri mereka. Sebaliknya, memberikan apresiasi terhadap usaha dan pencapaian mereka, sekecil apa pun, membantu remaja merasa dihargai dan mampu.

2. Menghindari Rasa Iri dan Kompetisi Tidak Sehat

  • Membandingkan dapat menanamkan rasa iri atau dendam, baik kepada orang yang dijadikan pembanding maupun kepada orang tua. Remaja perlu diajarkan untuk fokus pada perkembangan dirinya sendiri, bukan menjadikan orang lain sebagai tolok ukur utama.

3. Mengembangkan Potensi Unik

  • Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Pola asuh yang mendukung membantu remaja menemukan dan mengembangkan potensi mereka tanpa merasa tertekan untuk menjadi seperti orang lain.Anak akan bisa berekspresi dan menemukan potensi diri, sehingga bisa melejitkan potensi mereka di masa depan.

4. Mendorong Hubungan yang Lebih Harmonis

  • Komunikasi yang positif dan bebas dari perbandingan menciptakan lingkungan keluarga yang hangat dan mendukung, sehingga remaja lebih terbuka untuk berbagi perasaan dan masalahnya. Orang tua yang sering membandingkan anaknya dengan orang lain, atau meminta anak agar bisa seperti A, seperti B sebagaimana ekspektasi orang tua, akan menciptakan kevakuman komunikasi. Anak ogah terbuka, enggan curhat kepada orang tua, maka yang jadi pelarian adalah teman sebaya yang nyaman diajak berbicara. Kalau teman sebaya adalah teman yang baik, tidak akan menimbulkan masalah, bagaimana kalau salah pergaulan? Nah hal ini menciptakan masalah baru.

5. Mengajarkan Konsep Penerimaan Diri

  • Pola asuh yang tidak membandingkan membantu remaja menerima diri mereka apa adanya. Ini penting untuk membangun jati diri yang kokoh dan mental yang sehat. Mengajarkan konsep penerimaan diri kepada anak dapat dilakukan dengan cara membangun kesadaran bahwa setiap individu memiliki keunikan dan keistimewaan masing-masing. Orang tua dapat menanamkan pemahaman bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan kekurangan yang dimiliki bukanlah sesuatu yang harus disesali, melainkan diterima sebagai bagian dari diri. Penting untuk memberikan anak ruang untuk mengenali dirinya sendiri, memahami kekuatannya, dan menerima kelemahannya tanpa merasa rendah diri. Orang tua juga harus menjadi teladan dengan menunjukkan penerimaan terhadap diri mereka sendiri, sehingga anak belajar melalui contoh nyata. Dengan dukungan emosional yang penuh kasih, anak akan merasa lebih percaya diri dan mampu menghargai dirinya sendiri apa adanya, bukan berdasarkan standar atau perbandingan dengan orang lain.

Bagaimana orang tua bersikap agar tidak membanding-bandingkan anak.

1. Sadari Setiap Anak Itu Unik

  • Langkah Praktis: Kenali kelebihan, kekurangan, bakat, dan minat anak masing-masing. Jangan mengharapkan semua anak memenuhi standar yang sama. Contoh: Jika anak pertama pandai matematika, sementara anak kedua berbakat di seni, fokuslah menghargai kekuatan mereka masing-masing.

2. Berikan Apresiasi yang Jelas dan Positif

  • Langkah Praktis: Berikan pujian yang spesifik dan tulus atas usaha, bukan hasil. Contoh: "Ibu bangga kamu sudah berusaha keras belajar meskipun tugasnya sulit."

3. Hindari Kata-Kata yang Mengandung Perbandingan

  • Langkah Praktis: Jangan mengucapkan kalimat seperti: "Kenapa kamu nggak bisa seperti kakak/adik/temanmu?" Gunakan kalimat konstruktif seperti: "Apa yang bisa kita lakukan supaya kamu lebih baik lagi?"

4.  Jadikan Orang Lain Sebagai Inspirasi, Bukan Pembanding

  • Langkah Praktis: Jika ingin memberi contoh, gunakan bahasa yang membangun, seperti: "Lihat temanmu itu, dia belajar keras setiap hari. Mungkin kamu bisa mencoba cara belajarnya."Hindari: "Kamu kalah jauh dibandingkan dia yang selalu juara."

5. Hargai Usaha, Bukan Hanya Hasil

  • Langkah Praktis: Jangan hanya memuji anak yang mendapatkan nilai tinggi, tapi juga hargai proses belajar mereka. Contoh: "Ayah suka cara kamu menyusun tugas ini, terlihat sangat rapi."
  • Tingkatkan Kesadaran Diri
  • Langkah Praktis: Refleksikan apakah perbandingan berasal dari ambisi pribadi atau tekanan sosial. Fokuslah pada kebutuhan anak, bukan ekspektasi eksternal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun