Mohon tunggu...
Zeto Bachri
Zeto Bachri Mohon Tunggu... Konsultan - Advokat

Zeto -Lawyers 021-2300229

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum di Indonesia

11 Februari 2021   17:16 Diperbarui: 11 Februari 2021   17:21 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soebekti menyebutkan bahwa pengertian yurisprudensi sebagai putusan-putusan  hakim atau pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh  Mahkamah Agung (MA)  sebagai pengadilan kasasi, atau putusan-putusan MA sendiri yang tetap (constant). Dengan  kata lain, selama ini secara umum pengertian yurisprudensi merupakan putusan  MA yang bermuatan terobosan hukum sehingga terus-menerus diikuti oleh  pengadilan-pengadilan di bawah hierarki MA, bahkan secara normatif terdapat  ketentuan yang mengatur bahwa pengumpulan yurisprudensi adalah kewenangan  eksklusif MA.

Yurisprudensi telah diterima sebagai salah satu sumber hukum, baik dalam sistem hukum civil law maupun common law. Tetapi daya kekuatan mengikatnya yurisprudensi bagi para hakim dalam sistem hukum civil law, memang berbeda dengan sistem hukum common law. Bagi negara common law (Inggris, Amerika Serikat dan Afrika Selatan), yurisprudensi memang merupakan sumber hukum terpenting. Judge made law mengambil tempat terpenting di samping statute law (hukum undang-undang). Sedangkan secara hukum, kekuatan mengikat yurisprudensi bagi negara-negara dengan sistem hukum civil law hanya mengikat secara persuasive precedent sehingga hakim-hakim dibawahnya atau setelahnya diperkenankan tidak mengikuti yurisprudensi.

Perbedaan common law dan civil law adalah bahwa sistem hukum  common law  cenderung berpusat kepada kasus dan berpusat kepada hakim  (judge  made-law)  karenanya, ruang untuk diskresi lebih luas, ad hoc , lebih bersifat  pragmatis terhadap masalah tertentu yang diperiksa di pengadilan, sedangkan  sistem hukum  civil law cenderung mengodifikasikan prinsip-prinsip umum yang  abstrak sehingga mempersempit diskresi hakim. Pada kenyataannya, kedua  pandangan ini adalah ekstrim, dengan memperhatikan kecenderungan diskresioner  dalam  common law dan sampai mana ruang diskresi para hakim dalam  civil law .  Dalam pengertian ini, sudut pandang para jurist dalam tradisi  civil law, melihat  yurisprudensi sebagai suatu bentuk konkrit penemuan hukum yang kemudian  diikuti oleh putusan hakim lain sebagai suatu kaidah hukum yang bersifat  general  rules sebagaimana layaknya isi suatu undang-undang  (statute,  wet). 

Dalam sistem peradilan di Indonesia sumber hukum yang paling utama adalah undang-undang. Akan tetapi, sebagaimana disadari oleh pihak yang bergelut di bidang hukum bahwa undang-undang mempunyai sifat antara lain mudah mengalami keusangan dan oleh karena itu selalu ketinggalan zaman.Oleh karena itu solusi dari masalah baru yang muncul itu juga tidak semuanya didapatkan dari undang-undang. Sehingga dibutuhkan suatu Yurisprudensi untuk menjawab segala persoalan hukum di Indonesia yang belum terjawab oleh Undang-Undang. Yurisprudensi tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu hukum di Indonesia. Peranan yurisprudensi di Indonesia sudah sedemikian pentingnya, selain sebagai sumber hukum yurisprudensi menjadi guidelines bagi para hakim dalam memutus perkara. Yurisprudensi merupakan produk hukum dari lembaga yudikatif. Fungsi yurisprudensi sendiri dalam hal hakim membuat putusan adalah mengisi kekosongan hukum karena menurut Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (A.B.), hakim tidak boleh menolak perkara karena tidak ada hukum yang mengatur. Kekosongan hukum hanya bisa teratasi dan ditutupi melalui judge made law yang akan dijadikan pedoman sebagai yurisprudensi sampai terciptanya kodifikasi hukum yang lengkap dan baku.

Terdapat beberapa pendapat dan pendirian Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, pengertian yurisprudensi tetap adalah "Putusan-putusan hakim tingkat pertama, dan putusan hakim tingkat banding yang telah berkekuatan hukum tetap, atas perkara atau kasus yang belum jelas aturan hukumnya yang memiliki muatan keadilan dan kebenaran objektif yang telah diikuti berulang kali oleh hakim berikutnya dalam memutus perkara yang sama". Contoh hukum yurisprudensi tetap, antara lain Putusan Mahkamah Agung No.63 K/Pdt/1987 "Dalam hal Tergugat membayar harga barang yang dibelinya dengan Giro Bilyet yang ternyata kosong, maka dapat diartikan bahwa Tergugat telah melakukan wanprestasi dan mempunyai utang atau pinjaman kepada Penggugat sebesar harga barang tersebut dan tentang ganti rugi karena pembeli terlambat membayar, maka ganti rugi tersebut adalah ganti rugi atas dasar bunga yang tidak diperjanjikan, yaitu 6 % setahun. Dipandang adil juga apabila hakim apabila hakim mempertimbangkan besarnya bunga yang tidak diperjanjikan tersebut, sebesar umumnya suku bunga bank yang berlaku pada saat suatu perjanjian itu dibuat.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dalam Seminar Hukum Nasional VI pada 25-29 Juli 1994 telah menentukan kesimpulan eksisnya yurisprudensi dalam konteks bahwa :

1. Yurisprudensi merupakan kebutuhan yang fundamental untuk melengkapi berbagai peraturan perundang-undangan dalam penerapan hukum karena dalam sistem hukun nasional memegang peranan sebagai sumber hukum;

2.  Tanpa yurisprudensi, fungsi dan kewenangan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman akan dapat menyebabkan kemandulan dan  stagnan;

3. Yurisprudensi bertujuan agar undang-undang tetap aktual dan berlaku secara efektif, bahkan dapat meningkatkan wibawa badan-badan peradilan karena mampu memelihara kepastian hukum, keadilan sosial, dan pengayoman;

4. Diperlukan langkah yang sistematis untuk meningkatkan yurisprudensi tetap sebagai sumber hukum nasional;

5. Atas kebebasan hakim jangan dipertentangkan dengan yuriprudensi tetap sebagai sumber hukum nasional. Asas kebebasan hakim menunjuk pada kebebasan hakim terhadap pengaruh eksekutif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun