Mohon tunggu...
Zeta IzzatulMahya
Zeta IzzatulMahya Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

saya mahasiswa yang mempunyai hobi salah satunya adalah membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Jawa yang Tak Hanya Unik tapi Penuh Makna: Sebuah Perspektif Komunikasi Antar Budaya

30 November 2024   05:22 Diperbarui: 30 November 2024   05:22 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia yang dikenal dengan keberagaman budaya di setiap daerahnya, tak terkecuali Budaya Jawa. Budaya Jawa dikenal kaya akan filosofi, tata krama, dan nilai-nilai luhur yang membuatnya unik dan penuh makna. 

Sebagai seorang mahasiswa yang tentunya tidak hanya menetap di satu daerah saja, saya menjumpai beberapa keunikan budaya yang berbeda-beda. Saya memang berasal dari Jawa Tengah yang juga kaya akan tradisi dan kebudayaan, tapi ketika saya menginjakkan kaki di Jogja, ternyata Jogja memang istimewa dengan berbagai kebudayaannya yang tak hanya unik tapi bermakna. 

Saya pernah mengunjungi sanggar tari di Jogja. Saya berkunjung karena saya suka dengan tarian, apalagi kalau tarian tersebut ada sebuah cerita dalam gerakannya. Kemudian disamping saya ada seorang turis yang sedang sibuk memperhatikan dan mengabadikan momen tersebut. Turis itu bertanya kepada pelatih atau orang yang menjelaskan tentang satu tarian yang mereka tampilkan, "Mengapa setiap gerakan harus begitu lambat dan penuh konsentrasi?" Pelatihnya menjawab, "Ini tentang harmoni antara tubuh, pikiran, dan alam." 

Pengalaman ini menggambarkan bagaimana komunikasi antar budaya bekerja. Komunikasi internasional mencakup hubungan antar negara, komunikasi antar etnis terjadi ketika kelompok budaya yang berbeda berinteraksi, dan komunikasi antar ras berfokus pada hubungan lintas kelompok ras. Semua ini memiliki akar yang sama: memahami dan menghormati perbedaan. 

Karena di sanggar tari tersebut ada aturan melepas alas kaki dan duduk sopan (bersila) ketika berada di pendopo. Turis yang berada disitu merasa aneh dan gelisah karena lelah mungkin. Setelah tarian selesai, dia berkomentar bahwa aturan itu "kuno" dan "tidak praktis." Komentarnya mencerminkan stereotipe yang sering kali berakar pada ketidaktahuan. 

Stereotipe, prasangka, dan etnosentrisme adalah hambatan besar dalam komunikasi antar budaya. Stereotipe menggeneralisasi individu berdasarkan kelompoknya, prasangka membawa penilaian negatif sebelum mengenal, dan etnosentrisme menempatkan budaya sendiri di atas yang lain. Ketiga hal ini menghalangi keterbukaan dan empati yang esensial dalam membangun hubungan lintas budaya. 

Lalu bagaimana langkah yang harus saya ambil jika bertemu orang asing atau turis yang baru pertama kali mencoba mengenali budaya, saya akan bersikap: 

1. Mengamati dan belajar, maksudnya adalah memperhatikan norma dan kebiasaan mereka. 

2. Menghindari asumsi, jangan langsung menilai berdasarkan penampilan atau perilaku yang sebenarnya belum saya pahami lebih mendalam. 

3. Bertanya dengan hormat, jika perlu untuk ditanyakan ya tanyakan dengan niat untuk belajar, bukan mengkritik. 

Itu tadi pengalaman pribadi saya, dan waktu itu saya hanya menyimak dan memperhatikan obrolan pelatih tari dan turis saja. Karena kita tidak boleh berasumsi atau ngejudge sesuatu hal yang kita tidak pahami. Bertemu turis di sanggar juga membuat saya tau bahwa kebudayaan Jawa itu indah dan beragama. Banyak nilai dan pembelajaran yang bisa didapatkan. Dan ternyata orang Jawa sangat mengedepankan keramahan, sopan santun, dan sabar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun