Mohon tunggu...
Zeruya Rahah
Zeruya Rahah Mohon Tunggu... -

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kau Putuskan Cinta di Hari Natal

25 Desember 2011   05:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:47 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jangan bermain api jika tak ingin terbakar nantinya”, itulah petuah kedua orangtuaku setiap aku sedikit akrab dengan teman pria yang non Kristen.

Tiap kali kudengar petuah itu, batinku seakan berontak. Aku sudah cukup dewasa, bisa membedakan mana yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan imanku.

Apakah salah jika aku berteman dengan pria non Kristen ? Bukankah aku hanya sekedar berteman akrab dengannya dan tidak menjalin cinta ?

5 Desember 2010, benih-benih kasih mulai tumbuh dalam hatiku setiap berjumpa dengan pria teman akrabku.

“Jangan bermain api…. dst”. Petuah itu kembali muncul dalam benakku.

“Ah… sekedar menikmati cinta apa salahnya ?” Sebuah argumen yang cukup realistis melintas dalam pikiranku.

15 Desember 2010, tanganku tiba-tiba sudah berada dalam genggamannya. Belum sempat aku tersadar, sebuah bisikan menerobos masuk ke telingaku, “Aku mencintaimu, aku ingin menjadi suamimu dan ayah dari anak-anak kita.”

25 Desember 2010, sebuah halilintar menyambar perasaanku.Mendung hitam yang menghantui sejak sehari sebelumnya, telah menghantar kilatan dan hantaman yang keras.

“Kami sekeluarga sangat taat kepada agama kami, dan kami tidak ingin anak-anak kami ada yang berpacaran dengan agama lain,” ujar mamaku saat menjawab maksud kedatangan pria yang telah berhasil merebut kalbuku. Senyum getir keluar dari bibirnya, dan tak lama kemudian, dia mohon diri.

Berpuluh-puluh SMS permintaan maaf telah kukirim saat itu juga, tapi tak kunjung dapat balasan. Hingga pada malam hari menjelang aku pergi ke peraduan, kuterima SMS darinya, “Sayang, orangtuamu tidak salah. Tapi kita berdua lah yang keliru memilih jalan. Harusnya aku sadar sedari dulu bahwa agama kita berbeda. Turutilah nasehat kedua orangtuamu. Biarlah aku yang mengalah.”

Tuhan… salahkah aku mencintai pria yang berbeda agama denganku ?

Mengapa pula Engkau tanamkan benih-benih rindu, cinta dan sayang kepadanya di dalam hatiku ?

Bukankah Engkau Maha Kuasa ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun