Mohon tunggu...
Zeritho Ridho
Zeritho Ridho Mohon Tunggu... -

Gak mau terkenal, cukup dikenal banyak orang. Sampoerna Academy Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Politik Berbuah Kemelut di Lapangan Hijau

7 Juni 2015   19:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:18 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini PSSI kian dirundung masalah, setelah adanya dualisme liga kini konflik antara PSSI dan FIFA dengan Kemenpora yang semakin pelik. Campur tangan dari Kemenpora dalam pengurusan administrasi tim-tim dalam QNB-ISL tidak memberikan pencerahan dalam persepakbolaan dalam negeri, namun justru menyeret persepakbolaan dalam negeri menuju ambang kehancuran. Puncaknya setelah PSSI dijatuhi sanksi untuk tidak berkompetisi dalam Piala Dunia Rusia 2018 ataupun Piala Asia 2019.

Berawal dari dibentuknya Kabinet Kerja Jokowi, Menpora menyebut-nyebut bahwa PSSI adalah sarang mafia bola dan dalam berjalannya liga, terdapat praktik money laundry. Berlanjut dari sinilah intervensi Kemenpora terhadap PSSI dimulai. QNB-ISL 2015/2016 mulai memasuki musim baru, Kemenpora melakukan penyelidikan administrasi terhadap seluruh 18 tim yang aka berkompetisi dan menemukan 6 tim tidak layak berkompetisi. Namun akhirnya, hanya ada 2 tim yang tidak layak berkompetisi yaitu Arema Cronus dan Persebaya Surabaya, hal ini keterkaitan 2 tim tersebut dalam dualisme liga. Berdasarkan hal ini, PSSI melapor segera terhadap FIFA mengenai keterlambatan mulainya QNB-ISL. FIFA langsung merespon hal ini dengan sigap dengan mengirim surat terhadap sekjen PSSI untuk menolak segala intervensi Kemenpora mengenai sistem prosedur liga. QNB-ISL akhirnya dimulai kendati masih ada intervensi dari Kemenpora, Arema Cronus dan Persebaya Surabaya juga berkompetisi di liga ini.

Melihat bahwa Arema Cronus dan Persebaya Surabaya masih berkompetisi meskipun tidak memenuhi syarat administrasi, Kemenpora langsung mengambil tindakan dengan memberikan pasal-pasal dan menuduh PSSI telah melanggar pasal tersebut. Hingga akhirnya Kemenpora membekukan PSSI dan QNB-ISL. PSSI menerima keputusan Kemenpora dengan lapang dada dan memberikan laporan kepada FIFA bahwa jalannya liga sedikit tertunda. PSSI juga menggelar kongres luar biasa untuk membuat tim transisi PSSI dengan pemilihan ketua umum yang baru dan terpilihlah La Nyalla Matalliti sebagai ketua umum PSSI periode 2015-2019 sebagai pengganti Djohar Arifin. Tujuan kongres luar biasa ini untuk mengurangi konflik antara PSSI dan Kemenpora.

FIFA kembali mengirimkan surat untuk sekjen PSSI yang berisikan untuk memperingatkan Kemenpora agar tidak campur tangan mengurusi prosedur liga PSSI. Campur tangan Kemenpora yang tidak berkesudahan membuat FIFA geram dan mengeluarkan deadline suspension agar Kemenpora mundur dalam waktu seminggu sebelum FIFA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia. Namun dalam waktu seminggu tersebut, intervensi Kemenpora tetap berlanjut dan tidak menggubris peringatan FIFA. Akhirnya FIFA memberi sanksi kepada timnas Indonesia untuk tidak dapat berkompetisi di Piala Dunia Rusia 2018 dan Piala Asia 2019.

Kejadian ini tentu mencoreng muka Indonesia dalam kancah persepakbolaan dan pergaulan internasional. Birokrasi politik yang bobrok dan bodoh membuat hancurnya persepakbolaan dalam negeri. Memang, olahraga sepakbola merupakan alat pemersatu bangsa karena sepakbola merupakan olahraga yang atraktif. Sepakbola hancur, bangsa hancur pula. Menonton sepakbola itu nikmatnya ditemani dengan kopi dan kacang, bukan birokrasi politik bobrok !

 

Referensi link : Idllyic48footy.blogspot.de

 

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun