Mohon tunggu...
Zeqiyah Tri Putri Zuwara
Zeqiyah Tri Putri Zuwara Mohon Tunggu... Lainnya - Saya adalah seorang mahasiswi aktif dari Universitas Telkom Bandung

Saya seorang mahasiswi jurusan ilmu komunikasi Telkom University yang aktif di banyak komite dan beberapa klub. Saya mempunyai minat yang kuat untuk mempelajari lebih dalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jurnalisme, produksi, event organizer, pemasaran, dan saya juga tertarik untuk dapat berkontribusi baik dalam posisi saya sebagai mahasiswa maupun sebagai bagian dari masyarakat. Berbicara di depan umum, bekerja sama dalam kelompok kolaboratif, menuangkan ide dan menganalisis suatu masalah untuk mencari solusi yang bisa dipecahkan, itulah kemampuan saya yang ingin terus saya tingkatkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Koleksi Perjalanan Mata Uang yang Historikal dalam Museum Sri Baduga

12 November 2023   17:14 Diperbarui: 12 November 2023   18:27 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber: Museum Sri Baduga)
(sumber: Museum Sri Baduga)

Pada akhir abad ke-16, armada kapal dagang Belanda mendarat di Pulau Jawa. Pada tahun 1602, mereka mendirikan persekutuan dagang di Hindia-Timur yang kemudian dikenal dengan nama VOC atau kompeni Belanda. Pada masa ini, banyak beredar mata uang dengan berbagai satuan nilai seperti dukat, duit/duyit, stuiver, gulden, dan sebagainya. Mata uang tersebut dicetak di provinsi provinsi di negeri Belanda dan Indonesia, terutama Batavia. Menjelang runtuhnya VOC, dibuat uang darurat dari potongan batangan tembaga berbentuk persegi empat yang kemudian disebut sebagai uang bank. beberapa satuan mata uang lainnya yaitu gulden dan sen yang disebut dengan istilah ringgit, selanjutnya uang kertas keluaran 'De Javasche Bank' merupakan bank pertama yang berdiri di Indonesia yang kini berubah nama menjadi 'Bank Indonesia'. 

(sumber: Museum Sri Baduga)
(sumber: Museum Sri Baduga)

Selanjutnya, pada pertengahan abad ke-20, terjadi Perang Dunia II, di tahun 1942 Jepang berhasil menduduki Indonesia. Pada masa itu uang kertas yang beredar pertama kali tertera tulisan dalam bahasa Belanda dengan satuan gulden, oleh karena itu disebut Gulden Jepang, tetapi tidak bertahan lama karena beberapa waktu setelahnya Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda di Indonesia, maka dibuatlah uang kertas dengan tulisan bahasa Indonesia dan Jepang (huruf Kanji) dengan satuan rupiah dan uang ini disebut 'Rupiah Jepang', mata uang ini berlaku sampai beberapa saat setelah Jepang menyerah di tahun 1945. 

(sumber: Museum Sri Baduga)
(sumber: Museum Sri Baduga)

Setelah Jepang menyerah dan Indonesia dinyatakan merdeka, perjalanan mata uang tidak begitu saja dilakukan secara mudah, karena ternyata di kemerdekaan Indonesia yang terbilang masih cukup muda, rongrongan yang terjadi tidak hanya dari pihak luar tetapi juga dari dalam. Saat itu terjadi perang ekonomi besar-besaran yang membuat kondisi perekonomian juga mata uang di Indonesia tidak stabil, tetapi bertahun tahun lamanya, pemerintah Republik Indonesia akhirnya mengeluarkan seri pahlawan di mata uang Indonesia guna menghargai Pahlawan Nasional. Kemudian dibuatnya uang dengan slogan 'Keluarga Berencana - Menuju Kesejahteraan Rakyat'. Program-program ini ternyata berhasil sehingga saat itu Presiden Soeharto yang sedang menjabat memperoleh penghargaan kependudukan dari PBB atas keberhasilannya menanamkan kesadaran masyarakat. Mata uang di Indonesia hingga sekarang terus mengalami  pembaharuan serta pemantapan untuk tercapai nilai mata uang yang stabil. 

Melihat dari penjabaran di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa setiap mata uang memiliki karakteristik, histori dan kegunaan nya tersendiri di setiap negara sebagai alat tukar yang sah dalam melakukan traksaksi ekonomi. Uang rupiah kertas ataupun logam akan berkembang dan berjalan seiring perkembangannya zaman dan mengalami perubahan dari segi tampilan maupun ukuran.  Sebagai anak muda melihat perubahan mata uang dari zaman ke zaman, penting untuk melestarikan dan juga mengetahui sejarah didalamnya, agar tidak hanya berhenti di satu waktu saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun