Mohon tunggu...
Zeny Aulia
Zeny Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

jae's gf

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya di Bulan Ramadhan

30 November 2024   14:00 Diperbarui: 30 November 2024   16:18 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kana adalah seorang remaja yang tinggal di pinggiran kota. Ia dikenal sebagai anak yang ceria, tapi soal ibadah, ia sering menyepelekan. Ketika bulan Ramadhan tiba, Kana menganggap puasa hanya rutinitas tahunan, bukan ibadah yang perlu dipahami. Baginya, yang penting ia tidak makan dan minum sampai Maghrib.

Suatu hari, di masjid dekat rumahnya, Pak Malik, seorang tetua yang sering memberikan ceramah, mengundang para remaja untuk ikut kajian singkat setelah sholat Ashar. Kana yang malas, awalnya enggan pergi, tetapi karena teman-temannya ikut, ia pun terpaksa bergabung.

Pak Malik membuka kajian itu dengan sebuah hadis yang berbunyi:
"Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga." (HR. Ahmad).

Kana mendengar itu sambil bersandar di dinding masjid, tak terlalu peduli. Namun, ketika Pak Malik mulai menjelaskan, perhatian Kana perlahan terfokus.

Puasa itu bukan hanya menahan lapar dan haus,” kata Pak Malik. “Tapi juga menahan diri dari perbuatan buruk, seperti berbohong, menggunjing, bahkan marah. Jika kita tetap melakukan hal-hal itu, maka apa yang kita dapat dari puasa kita?”

Kana mengernyit. Ia teringat kejadian pagi tadi, saat ia marah-marah pada adiknya yang tak sengaja menjatuhkan ponselnya. Ia juga teringat kebiasaannya membicarakan teman-temannya di grup chat, padahal sedang berpuasa.

Ketika kajian selesai, Kana merasa tidak tenang. Kata-kata Pak Malik terus terngiang di kepalanya. Sore itu, ia memutuskan untuk berbincang dengan ibunya di dapur saat menunggu waktu berbuka.

“Bu,” tanya Kana tiba-tiba, “puasa Kana selama ini…. apa cuma lapar dan haus aja?”

Ibunya menoleh, terkejut. “Kenapa tanya begitu, Nak?”

Kana menceritakan apa yang ia dengar dari Pak Malik. Ibunya tersenyum lembut sambil mengusap kepala Kana. “Nak, Allah itu Maha Penyayang. Kalau kamu merasa belum sempurna puasanya, itu tanda Allah sedang mengetuk hatimu. Masih ada waktu untuk memperbaikinya, kan?”

Saat adzan Maghrib berkumandang, Kana merasakan sesuatu yang berbeda. Saat ia menyuapkan kurma pertama ke mulutnya, ia merasa puasanya hari itu lebih bermakna. Ia menahan marah pada adiknya, mencoba lebih sabar, dan menjaga ucapannya.

Ramadhan itu menjadi titik balik bagi Kana. Ia mulai memahami bahwa puasa adalah perjalanan hati, bukan sekadar menahan lapar dan haus. Ia pun bertekad untuk terus memperbaiki dirinya, karena ia ingin puasanya diterima Allah, bukan sekadar ritual kosong tanpa makna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun