Mohon tunggu...
Zen Assegaf
Zen Assegaf Mohon Tunggu... wiraswasta -

"Love is my religion and love is my belief"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa Urusan Tuhan!

13 Juni 2016   18:20 Diperbarui: 13 Juni 2016   18:27 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan ditaati tetapi tidak dengan memaksa, sebaliknya memerintahkan hamba-Nya bertindak menurut kehendak bebas, telah memperingatkan dan mencegah dari kejahatan. Sabda nabi; Agama ini sangat kuat dan tangguh. Untuk itu, bersabarlah dan janganlah memaksa diri beribadah kepada Allah dengan "ketidaksukaan". 

Ibadah ritual; Sholat, Puasa, Haji,dll merupakan hubungan atau pergaulan manusia dengan Tuhan, usahakan untuk tidak mencapuri urusan pribadi manusia dengan Tuhannya, seperti hubungan dan pergaulan suami dengan istrinya. Bartanya saja bentuk perbuatan lancang atau melampaui batas, anda puasa? anda sholat? anda bersetubuh? Ayo cium?

Tidak sepatutnya seseorang mencampuri berbagai persoalan pribadi orang lain, karena Tuhan menyaksikan dan memperhatikan seluruh perbuatan hamba-Nya. Setiap manusia cenderung dan cinta pada Tuhan; baik dalam keadaan sadar atau mabuk, semuanya tengah mencari-Nya. Selagi kamu belum pernah melihat seluruh dosa mu diampuni Tuhan maka jangan pernah sibuk dengan aib dan dosa orang lain.

Kesolehan spiritual menjadi berarti, hanya jika tercermin dalam bentuk kesolehan sosial. Puasa semestinya mampu menjadikan sesorang sebagai pribadi yang jujur, memiliki kepedulian, dan solidaritas sosial tinggi dan sikap saling toleran terhadap sesama. Kalau dengan berpuasa kepribadian semacam ini tidak mampu kita cerminkan, maka puasa yang kita laksanakan bisa termasuk sebagai sebuah kegagalan. Inilah poin terpenting yang selama ini masih belum mampu kita petik dari pelaksanaan ibadah puasa.

Banyak orang melaksanakan ibadah puasa seringkali bukan atas dasar kesadaran untuk menciptakan perubahan, melainkan tidak lebih hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Sehingga tidak sedikit orang sukses melaksanakan puasa hanya dari sisi ritual semata, namun gagal menangkap makna substansialnya.

Karena itu puasa semestinya mampu menempa dan menggembleng keperibadian seorang yang berpuasa sebagai sosok manusia yang senantiasa memiliki kepekaan sosial terhadap nasib sesama di tengah pergaulan hidup bersama masyarakat. Saling menghargai, memberi dan berbagi. Sebagai bentuk kepedulian terhadap penderitaan yang mereka hadapi.

Sebab puasa pada hakikatnya, mengajarkan tentang keadilan. Ini tercermin dari adanya kewajiban melaksanakan ibadah puasa, tidak membedakan antara miskin-kaya, tua-muda dan sama-sama merasakan lapar dan dahaga.

Marhaban Yaa Ramadhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun