Mohon tunggu...
M. Fauzan Zenrif
M. Fauzan Zenrif Mohon Tunggu... Dosen - Zenrif

Hidup Itu Belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gus

4 Februari 2021   00:02 Diperbarui: 4 Februari 2021   00:47 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Gus Fatih,

Kau mungkin menjadi istimewa di mata banyak orang yang dekat dengan mu

Kebaikan dan kebiasaanmu membantu orang lain, kian membuat kamu laksana magnet

Tapi bagi saya...

Kamu lebih dari apa yang dirasakan banyak orang itu

Di antara sahabat kita

Aku lah orang yang pertama memanggil kamu, Gus

Kamu istimewa di hati saya, sebelum kamu terlihat keistimewannya

Gus...

Masih serasa kemarin pagi

Kau datang ke rumah ku ini

Kondisi rumah ku yang kecil, seakan tak membuat mu terhalang melangkahkan kaki mu ke sini

Di saat kau sangay sibuk dalam kegiatanmu di sebuah perguruan tinggi ternama di kota kh

Kau masih sempatkan menyapa lalu mamoir ke gubuk ku ini

Gus,

Masih terasa baru kemarin pagi

Saat kita bersepeda menuju kampus kita

Sepeda ontel tua yang kita gayuh

Serasa maosh terdengat suara nyit nyit nyit di roda belakangnya

Gus,

Masih terasa baru kemarin pagi

Saat kita memasak di dapur dekat sumir di kosan kita waktu itu

Sarung mu yang kelihatan tak terpakai ddngan rapi

Terkadang kamu gunakan untuk memoles wajah mu yang tertetes keringat

Begitu pun kau terlihat sangat senang dan bahagia menyiapkan masakan

Walau engkau tahu aku tak pernah membantu mu memasak untuk makanan kita 

waktu itu kau bukan menyuruh ku

Malah kau berkata: "wis kono lho bagian mu ngetik wae"

Gus,

Masih terasa baru kemarin pagi

Saat kita masuk ke perpustakaan di kampus kota panas itu

Kau gendong tas warna merah mu itu di depan sambil mobat mabit

Lalu bokong mu yang gede itu  kau mobat mabitkan juga

Lalu saya bilang: "Gus.. Gus.. Gus.. Kayak anak kecil aja"

Kau yak marah Gus

Bahkan kau hanya tersenyum dengan ssnyuman yang menurut aku tak indah sama sekali

Tapi ternyata, senyum itu masih sangat aku ingat sebagai gambaran sebuah ketuludan

Gus,

Masih terasa seperti kemarin pagi

Saat aku akan presentasi AICIS 2019 lalu

Kau menemui ku dan berkata: "apik apik apik"

Lalu engkau memeluk ku erat sambil tersenhum, masih sama dengan sdnyum khas mu waktu itu

Kau tak berubah, Gus

Kau masih sama dalam jabatan mu yang tidak bisa diraih oleh banyak orang

Kau amsih tetap sama

Kau istimewa, Gus..

Gus,

Kini Engkau telah mendahului kami

Menghadap Sang Ilahiy

Selamat bertemu dengan Sang Rabb yang selalu kamu kangeni, Gus

Tunggulah aku di pintu sorga 

Kelak insya Allah kita akan bersama kembali

Dan dapat kulihat lagi senyum mu yang jauh lebih indah dari senyum yang pernah aku temui di dunia ini..

Amin...

Selamat jalan sahabat ku...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun