Mohon tunggu...
M. Fauzan Zenrif
M. Fauzan Zenrif Mohon Tunggu... Dosen - Zenrif

Hidup Itu Belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

De Koran

8 November 2019   13:23 Diperbarui: 8 November 2019   14:11 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koran Tertua Yang Bisa Saya Temukan di Rumah Teman Ku...

Sesampai di kamar mandi, saya melihat ada kaca di dinding sebelah kanan. Saya menoleh sebentar... 

"Duh...  Kok hitam semua wajah ku." batin ku kaget melihat wajah ku sendiri. 

Mungkin karena ndak tega menyampaikan hal ini, dosen itu hanya menyuruh saya ke kamar mandi. Saya baru paham apa yang dia mau setelah melihat wajah hitam ku di cermin kamar mandi itu. 

Betapa bodohnya saya, orang desa yang tak mengerti bahwa koran akan luntur tulisannya ketika terkena air. Pasti saja, karena saya jadikan topi, semua tinta mengalir ke wajah ku. Warna kulit ku yang hitam, menjadi lebih hitam ndak karuan terkena tinta koran itu...  Hehehe

Saya tersenyum sendiri sambil menggerutu atas kebodohan ku sendiri. Pengalaman tentang koran yang luar biasa sepanjang sejarah hidup ku.... Setelah sekian puluh tahun pengalaman itu tersimpan, kini menyeruak kembali berkat anak muda penjual koran tadi.. 

Itu cerita tentang koran tiga puluh tahun yang lalu. Kini koran sudah tidak seperti dulu lagi. Bahkan, koran mungkin hanya akan menjadi cerita dalam kehidupan manusia ke depan. Kini,  koran sudah mulai tak banyak dijadikan sebagai alternatif untuk dibaca. Bisa jadi,  kelak term koran ini hanya akan menjadi bagian dari sejarah kamus Bahasa Indonesia semata. 

Tidak sedikit perusahaan yang sempat besar karena koran, sudah mulai beralih menyesuaikan dengan abad 4.0 dan mempersiapkan diri menuju 5.0. Sekalipun koran dulu pernah menjadi alternatif utama untuk pemilihan informasi yang paling banyak digandrungi, koran kini sudah tak sebesar gaungnya di masa saya masih kuliah. 

Setelah panjang lebar bercerita tentang pengalamannya bersama koran, lelaki setengah baya itu berdiri dan tertawa seperti mentertawakan masa lalu dirinya sendiri. Dan.. Aku terpesona....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun