Mohon tunggu...
Zennyna Aristiya
Zennyna Aristiya Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Indonesia. Sedang dalam proses menciptakan perubahan besar untuk Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ibu dan Ayah, Tolong Perhatikan Ini

24 Juli 2015   15:52 Diperbarui: 24 Juli 2015   15:52 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

 

Motivator kesukaan saya, Mario Teguh pernah berkata bahwa menjadi anak dapat mengajarkan kita menjadi orang tua yang lebih baik kelak. Tidak ada orang tua yang sempurna, meskipun begitu, kita bisa belajar dari pengalaman kita sebagai anak dalam melihat orang tua kita agar kelak kita menjadi orang tua yang lebih baik. Berikut adalah 15 kesalahan orang tua terhadap anak mereka.

  1. Dominasi baby sister

Banyak orang tua zaman sekarang yang membiarkan anak mereka menghabiskan waktu lebih banyak dengan baby sister. Beberapa kali saya mendengar anak-anak kecil yang saya temui di mal, di restaurant, di kereta mengungkapkan ‘aku sayang mba ‘ kepada baby sister mereka. Kemudian ibu atau ayah mereka yang mendengar anaknya mengungkapkan hal tersebut akan marah dan menyuruh anak mereka yang masih kecil untuk tidak lagi mengungkapkan hal tersebut. Hal ini lucu menurut saya. Saya yakin mereka tidak akan menyuruh baby sister mereka memegang uang puluhan juta uang yang mereka miliki, tetapi mereka dapat mempercayakan anak mereka sepenuhnya dijaga oleh baby sister.

 

  1. Menggunakan stroller

Stroller atau kereta bayi menjadi pilihan para orang tua masa kini untuk mengatasi kerepotan karena harus menggendong anak mereka. Penggunaannya saat ini semakin banyak. Bahkan banyak pula bayi yang menjadi kecanduan terhadap stroller. Makan di stroller, tidur di stroller, dan bermain pun di stroller. Terlalu banyak menggunakan stroller dapat memberikan efek buruk bagi bayi maupun balita diantaranya membuat kedekatan dengan ibu berkurang, anak jarang berkomunikasi dan tertawa, membuat anak menjadi malas bergerak, membuat anak kurang eksplorasi terhadap lingkungan sekitarnya.

 

  1. Membiasakan menyuapin anak

Banyak orang tua yang selalu menyuapin anaknya, bahkan setelah melewati masa balita pun, banyak anak yang mau makan jika disuapin oleh ibunya. Ibu biasanya menyuapin anak sambil membawa anak jalan-jalan atau dengan menggunakan mainan-mainan. Membiasakan anak untuk makan sendiri melatih motoric anak. Selain itu, juga melatih kedisiplinan sejak dini. Membiasakan anak makan sambil jalan-jalan juga bukanlah hal yang baik. Jika anak bisa makan dengan duduk yang baik, hal ini melatih anak untuk fokus. Proses pencernaan makanan pun akan lebih baik.

 

  1. Terlalu sering mengatakan jangan

Rasa ingin tahu telah dianugrahi oleh Tuhan sejak kita kecil. Anak-anak merupakan makhluk dengan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Mereka penasaran dengan hal-hal di sekitarnya dan mengajukan begitu bayak pertanyaan. Dengan begitulah mereka belajar. Namun sayangnya, banyak orang tua yang justru melakukan peran mematikan rasa ingin tahu anak-anak mereka dengan mengatakan ‘jangan’.

 

  1. Tidak menanamkan pentingnya seni

Orang tua berpikir bahwa pendidikan lah yang terpenting. Kemampuan untuk berseni kurang digali. Padahal, menurut pengamatan saya selama ini, teman-teman saya yang memiliki bakat lebih dalam seni seperti bermain music, bernyanyi, menari, melukis, dan lain sebagainya, mereka memiliki kepercayaan diri yang baik, dikenal supel, dan memiliki kesempatan lebih untuk dikenal dan menjadi terkenal.

 

  1. Tidak membiasakan anak berolahraga

Ketika itu tante saya dengan bangga mengatakan bahwa hal yang diutamakan oleh dirinya untuk anak-anaknya adalah pendidikan. Dia tidak pernah menganjurkan anaknya untuk mengikuti kegiatan dari sekolah seperti renang, futsal, dan pramuka. Anaknya memang memiliki nilai bagus di rapor, tapi saya perhatikan, betapa membosankannya anak-anaknya. She looks haughty, bahkan cenderung tidak dapat berbaur ketika ada acara keluarga, gerakannya juga lambat. Percayalah, olahraga sangat bermanfaat bukan hanya bagi kesehatan. Melalui aktifitas olahraga, akan membangun pikiran positif, pikiran positif akan memancarkan aura positif. Itulah mengapa orang-orang dengan tubuh indah karena rutin berolahraga terlihat lebih cantik dan bahagia. Selain itu, olahraga juga bisa menambah teman baru.

 

  1. Mudah memberikan fasilitas gadget canggih

“Yeah, my parents have god job, they earn much money. It is not a problem to ask newest gadget.” Inilah yang ada dipikiran anak anda ketika anda dengan mudah memberikannya gadget canggih. Mereka menjadi kurang dapat menghargai uang, effortless to get what they want, memancing tindak kejahatan. Entah orang tua menyadari ini atau tidak, namun memberikan gadget pada anak merupakan cara mereka untuk menutup mulut anak mereka, membuat anak mereka duduk manis.

 

  1. Parents often feed their children with negative words

‘ayo bangun, jangan malas.’

‘kamu apa-apa harus dikasih tau, ngga ada inisiatifnya banget.’

‘yang malas belajar itu anak bodoh’

Malas, tidak memiliki inisiatif, bodoh merupakan kata-kata yang negative. Semakin sering orang tua mengatakan hal itu kepada anak mereka, semakin hal tersebut tertanam dalam alam bawah sadarnya, akibatnya hal tersebut akan melekat dalam dirinya. Daripada mengatakan ’jangan malas’, akan lebih baik jika mengatakan ‘ayo bangun, jadi anak rajin yuk’. Cobalah untuk membalik kata-kata negative itu menjadi positif dalam segala kondisi. Secara perlahan, hal tersebut dapat membangunkan alam bawa sadar anak anda untuk melaksanakan instruksi positif yang sering mereka dengar dari anda.

 

  1. Mengapresiasi hasil bukan proses

Tanpa alasan yang jelas, tanpa anak berusaha melakukan sesuatu, saya sering mendengar orang tua memuji anaknya dengan ‘anak pintar’. Come on mom and dad, those words could make your children become haughty with zero capacity. Lihatlah dulu apa yang anak anda lakukan, misalnya, ketika dia bersedia merapikan kamarnya sendiri, puji apa yang dia lakukan, bukan hasilnya. Anda dapat mengatakan,’ibu lihat kamu begitu bersemangat merapikan kamar mu sendiri, ibu senang sekali melihatnya.’ Jangan berfokus pada hasil, tapi cobalah memuji prosesnya. Dengan begitu, anda juga menerapkan kejujuran dan kepercayaan diri pada anak anda. They will not feel stressed for exam, They won’t cheating during exam because they have prepared well, and they are confident with the outcome.

 

  1. Tidak memberikan pilihan

Life is full of choices. Semakin kita beranjak dewasa, semakin banyak pilihan terbentang. Sayangnya tidak semua pilihan dapat dipilih, kita harus memilih yang paling tepat. Banyak anak yang tidak mampu untuk menentukan pilihan dalam hidupnya. Misalkan, ketika anak harus memilih mau les dimana, melanjutkan sekolah kemana, jurusan apa, semua pilihan itu diserahkan pada orang tuanya. Akibatnya, banyak kita temui anak-anak yang terlihat begitu menderita untuk menyelesaikan pendidikannya. Banyak yang kemudian merasa salah jurusan dan menjadi frustasi. Sedari kecil, sangat penting sekali orang tua untuk memberikan pilihan untuk anak-anak mereka disertai dengan konsekuensinya. Misalnya, ”kamu mau ikut mamah pergi atau stay di rumah? Kalo kamu ikut mamah pergi, nanti kita bisa abis arisan, tapi jangan rewel sampai acara mamah selesai. Kalo kamu mau stay di rumah, mamah punya buku baru yang kamu minta beliin kemarin, tapi rumah harus udah bersih sebelum mamah pulang.” Dengan membiasakan memberikan pilihan pada anak, membantu anak untuk belajar mengambil keputusan yang benar dengan mengenali setiap konsekuensi dari pilihannya.

 

  1. Prosecute more, appreciate less

Semua orang membutuhkan apresiasi atas apa yang telah dilakukan, apa yang telah dicapai, namun sayangnya tidak semua orang memahami hal tersebut. Tidak semua orang pula berani untuk mengungkapkan keinginannya untuk diapresiasi. Bagaimana cara mengapresiasi? Banyak orang tua berpikir bahwa membelikan apa yang anak mereka inginkan sebagai bentuk apresiasi atas pencapaian mereka adalah cara yang tepat. Moment ini biasanya terjadi 6 bulan sekali, atau setelah penerimaan laporan hasil belajar. Mengapresiasi bukan hanya dengan barang, namun juga dengan kata-kata. Misalnya ketika anda melihat anak sulung anda dapat mengalah kepada adiknya, anda harus mengapresiasi kedewasaanya, misalnya dengan mengatakan

 

  1. Moms put their children first

Mom, here is some articles why you should put your husband before your kids

 

Melihat orang tua hidup rukun, romantic, harmonis, dan hangat merupakan hal penting bagi anak, begitulah yang saya rasakan sebagai seorang anak. Namun pada kenyataanya, banyak saya temui orang tua muda yang tidak memahami hal ini. Mereka begitu mesranya semasa pacaran, namun semua kemesraan memudar setelah mereka memiliki anak, kemudian beberapa tahun setelahnya, terdengar salah satunya memiliki affair. And what next? They argue. And they let their own children hear it.

 

  1. Dads are too busy with work

Peran ibu memang terlihat lebih penting dalam tumbuh kembang anak, namun pada kenyataanya, antara ibu dan ayah memiliki peran yang sama. Namun sayangnya, kehadiran ayah atau intensitas kebersamaan antara ayah dan anak lebih sedikit dibanding dengan ibu. Selain itu, ayah cenderung lebih sibuk untuk memenuhi kebutuhan rumah, sebuah kewajiban mulia seorang ayah. But for all dads in this world please remember this, your kids will grow up. The more they grew, the less time they have for you. Jadi manfaatkan waktu yang ada bersama anak anda dengan hal-hal yang membut kalian semakin dekat seperti melakukan hobi bersama, berkebun, menguras kolam, jalan-jalan, dan lain sebagainya. Sebuah study yang dilakukan oleh National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) mengungkapkan bahwa kedekatan antara anak dan ayahnya memperbesar kemampuan kognitif, bahasa, perkembangan sosial, kepercayaan diri, dan kesehatan anak.

 

  1. Menyuruh tanpa memberi contoh atau memberikan contoh yang salah

Melarang anak merokok, namun merokok depan anak. Berteriak menyuruh anak untuk belajar, sambil dirinya sendiri asyik nonton televisi. Percaya atau tidak, jika hal ini terus berlangsung, akan menyebabkan kurangnya rasa hormat antara anak ke orang tua. Hal ini akan menjadi celah bagi anak untuk menentang orang tua. Cobalah untuk memberikan contoh dengan benar terlebih dahulu sebelum anda mengharapkan kepatuhan dari diri anak anda. Anda ingin dia jauh dari rokok dan drugs, maka ajarkanlah terlebih dahulu diri anda jauh dari rokok dan drugs. Anda ingin anak anda rajin belajar, makan tunjukanlah pada dia betapa anda suka belajar, misalnya dengan membaca buku.

 

  1. Malas untuk belajar

Don’t let yourself look so dumb in front of your own kids. Banyak orang tua menasehati anak mereka untuk rajin belajar namun kenyataanya, banyak para orang tua nggan untuk belajar, enggan untuk membaca, nggan untuk memahami fenomena yang sedang in dikalangan anak-anak seusia anak mereka. Hal ini mengakibatkan antara anak dan orang tua tidak dapat dilakukannya komunikasi dua arah. Anak enggan untuk curhat dengan orang tua mereka sendiri. Karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman orang tua terhadap dunia remaja anak-anaknya, sering kali pula orang tua melihat setiap masalah anak mereka dari sudut pandang mereka sebagai orang tua, sehingga saran yang terlontar dengan tujuan baik untuk anak mereka, justru terdengar sotoy di telinga anak mereka sendiri.

Selama 20 tahun hidup saya, saya suka sekali memperhatikan hubungan antara anak dan orang tua. Mulai dari orang tua saya, orang tua teman-teman-teman saya, hingga para orang tua yang saya temui di sekitar saya. Pada intinya saya percaya bahwa belajar bukan berarti harus mengalami, kita bisa belajar dari buku, mengamati sekitar, dan dari pengalaman orang lain. For all parents who read this, however you are the best parents for your own children, never stop learning to be always able to give the best for your children.

 

 

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun