Mohon tunggu...
Zen Siboro
Zen Siboro Mohon Tunggu... Freelancer - samosirbangga

Terkadang suka membaca dan menulis. Pencumbu Kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Jumat Agung: Kematian yang Menghidupkan

8 April 2023   09:46 Diperbarui: 8 April 2023   09:49 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi umat Kristen dan Katolik perayaan Jumat Agung merupakan sebuah momen yang istimewa. Acara yang tergabung dalam Pekan Suci tersebut terasa semakin istimewa karena diikuti dengan perayaan lainnya. Dimulai dengan Rabu Abu sebagai dimulainya masa pra-paskah, Kamis Putih, Sabtu Suci, dan berakhir dengan perayaan Paskah.

Secara khusus, momentum Jumat Agung dimaknai dengan perasaan duka mendalam atas kematian Yesus Kristus atau disebut juga Isa Almasih.  Kematian Yesus pada kayu salib di Golgota diterima sebagai sebuah simbol atas penebusan dosa manusia, dan akan bangkit hidup kembali pada hari perayaan Paskah. Kematian itu pula diartikan bukan hanya sebatas proses kematiannya saja, melakinkan lebih jauh tentang proses perjalanan penyiksaan yang Yesus alami hingga saat ajal menjemput.

Saat-saat penyaliban hingga kematian Yesus tersebut sejatinya memberikan beberapa makna penting untuk kita renungkan secara bersama. Pertama adalah proses penerimaan keadaan. Sebagai seorang manusia biasa, Yesus tidak menggunakan "previllege"nya sebagai "anak Allah" sekaligus representatif Tuhan untuk menolak keberadaan perjalanan hidupnya yang akan melalui proses penyiksaan hingga berujung pada penyalibannya di Golgota.

Jika menggunakan analisa logika sebagai manusia, tentu tidak mudah bagi Yesus untuk menerima kenyataan tersebut. Mungkin saya, anda, atau kita semua, jika dihadapkan dengan kenyataan tersebut tentu saja akan melakukan upaya apapun untuk mencegah siksaan dan kematian tersebut. Kenapa? karena tentu saja jawaban kita semua sederhana, kita tidak akan mau mati dalam kondisi tersebut, atau sederhananya kita ingin mati dalam kondisi tenang dan baik.

Kedua adalah nilai keikhlasan dalam menjalani segala proses. Yesus dengan segala keistimewaan yang melekat padanya, menerima segala kondisi tersebut dengan ikhlas tanpa komplain apapun. Justru, saat Petrus menunjukkan sisi emosionalnya dengan memenggal telinga Maltus, Yesus justru menenangkan Petrus bahwa keadaan tersebut tidak bisa dicegah dan merupakan sebuah proses yang harus diterima sebagai kenyataan hidup. Pun juga, saat Yesus beberapa kali ditanyai Pilatus, Yesus tidak mengkomplainkan apapun atau, menjawab dengan pongah untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya.

Hal penting lainnya adalah nilai membahagiakan orang lain dengan tulus. Selama proses penyalibannya, Yesus sempat bertemu dengan seorang perempuan yang menangisinya. Yesus justru tidak menikmati tangisan tersebut seolah dirinya sedang dielu-elukan karena tidak seharusnya menerima hukuman itu. Tapi sebaliknya, Dia justru menenangkan wanita tersebut agar tidak menangisinya. Sama halnya ketika Yesus masih menyempatkan diri untuk menenangkan ibunya Bunda Maria dan rasul lainnya agar mereka tidak serta merta larut dalam duka atas proses penyaliban tersebut.

Terakhir adalah nilai ketulusan dalam menjalani amanah yang diberikan. Yesus sebagai seorang pribadi manusia sesungguhnya menunjukkan bahwa meskipun kematian adalah sebuah resiko yang bisa terjadi atas sebuah tindakan, tapi tetap menjalankan amanah dengan ikhlas. Perjalanan hidup Yesus yang penuh dengan kegiatan penyebaran injil, sesungguhnya adalah semua amanah yang Bapa berikan atas-Nya yang bisa kita lihat secara jelas dengan ucapannya yaitu "Dia yang mengutus aku".

Kita bisa membaca banyak sumber yang menarasikan hidup Yesus dalam hal penyebaran injil. Tidak sedikit penolakan yang Yesus alami, bahkan ada kalanya nyawanya hampir terancam atas tindakan penolakan tersebut. Tapi sekali lagi, tidak ada sumber apapun sampai saat ini yang menuliskan dan membuktikan bahwa Yesus pernah mengekspresikan ketidak sukaannya atas hal tersebut dalam bentuk komplain apapun.

Dalam proses memaknai beberapa nilai tersebut sesungguhnya ada sebuah janji kehidupan yang tersirat dari peristiwa penyaliban Yesus yang senantiasa dirayakan setiap tahunnya sebelum Paskah. Yesus secara tidak langsung memberikan sebuah kesempatan baru bagi umat-Nya setelah proses penyaliban itu selesai hingga pada hari Paskah. Dari kematian Yesus di kayu salib, kita sesungguhnya mendapatkan tiket baru untuk memasuki babak kehidupan baru yang seharusnya lebih baik dan benar.

Saya tidak berani menyatakan bahwa Yesus mengorbankan dirinya dengan mati disalib di Golgota. Pun juga saya tidak berani menyatakan bahwa kematiannya merupakan hasil tipuan Yudas Iskariot dengan menjual-Nya pada ahli taurat. Namun satu kepastian yang tidak bisa ditolak adalah kematian-Nya membawa kehidupan yang baru bagi pengikutnya yang dimaknai dengan penebusan dan kebangkitan saat Paskah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun