Membandingkan Indonesia dengan Spanyol pada masa Pandemi tentu saja bukan sebuah perbandingan yang "apple to apple". Perbedaan komposisi penduduk, geografis wilayah, dan keterlibatan Uni Eropa pasti membuat perbandingan itu menjadi tidak relevan. Namun, meskipun keduanya tidak dapat dibandingkan sebagai sebuah negara, ada beberapa hal yang layak kita refleksikan dalam menanggulangi penularan Covid-19 di Indonesia.
Pada November 2020 pemerintah Spanyol di Murcia tetap mengizinkan warganya untuk beraktivitas di luar rumah, baik pelayanan publik, pusat perbelanjaan, kuliner, dan juga destinasi wisata lokal (bukan antar provinsi). Dengan kata lain, situasi ini sudah berlangsung bahkan sebelum produksi vaksin massal di seluruh dunia. Pertanyaannya, mengapa saat Indonesia sedang genting-gentingnya, namun pemerintah Spanyol terlihat santai dan seolah tidak ada ancaman akan pelonjakan kasus selama Pandemi?
Memaknai Keberadaan Virus Covid-19
Sejak awal tahun 2020 saat Covid-19 akhirnya merebak secara global, pemerintah Spanyol bersama dengan Uni Eropa melakukan lock down pada beberapa negara di Eropa yang mengalami pelonjakan kasus yang sangat besar. Kemudian kebijakan tersebut sedikit longgar pada penghujung bulan September, dengan diizinkannya warga asing masuk ke Spanyol dengan syarat ketat yang disertai dengan dokumen dan tujuan perjalanan khusus (pekerjaan, pelajar, militer, tenaga kesehatan).
Pada Oktober 2020 pemerintah Spanyol di Murcia, tidak menjadikan Covid-19 sebagai sebuah hal yang "ditakuti", tapi menjadi satu hal yang harus "dihindari". Perbedaan makna dari kedua kata tersebut tentu dipahami dengan baik oleh pemerintah Spanyol. Warga Murcia tidak distigma untuk takut pada Covid-19, melainkan dihindari dengan senantiasa diberikan kebebasan, tapi tetap menaati Protokol Kesehatan yang disertai dengan pengawasan ketat oleh pihak yang berwajib.
Pelaksanaan prokes tersebut juga diikuti dengan wajib tersedianya sarana kesehatan (hand sanitizer, masker gratis, dan ukur suhu tubuh) bagi siapapun yang membutuhkan, khususnya di ruang publik. Kedisiplinan melaksanakan prokes juga tidak luput dari pengawasan pihak kepolisian sepanjang hari, khususnya selama jam malam masih berlaku (aktivitas mulai jam 07.00 pagi sampai 12.00 malam). Pengawasan tersebut juga disertai dengan sanksi tegas berupa denda ditempat bagi siapapun yang tidak taat prokes.
Situasi ini tentu melahirkan persepsi baru bagi masyarakat luas. Secara tidak langsung masyarakat justru terlihat sangat nyaman dan aman hidup berdampingan dengan Covid-19. Uniknya lagi, khusus balita, akan sangat jarang kita jumpai Balita yang mengenakan masker (bila bepergian dengan orangtua). Pemerintah Murcia justru beranggapan bahwa bila balita dikenakan masker, akan menyebabkan pernafasan yang tidak bebas yang justru akan menurunkan kemampuan imun tubuh, atau dengan kata lain imun balita dianggap masih sangat mumpuni dalam menangkal penularan Covid-19.
Peran Media
Jika kita perhatikan pemberitaan media-media besar di Spanyol seperti El-Mundo, El-Pais, dan La-Vanguardia sejak penghujung 2020, sangat jarang kita menemukan pemberitaan yang masif terkait pelonjakan pasien positif Covid, atau juga jumlah pasien yang meninggal dunia. Media di Spanyol dominan memberitakan hal-hal positif terkait perbaikan ekonomi, peningkatan volume perdagangan, juga berita-berita lain terkait wirausaha, olahraga, pariwisata, dan juga teknologi.
Media dan pemerintah seolah memahami bahwa masifnya pemberitaan terkait jumlah korban meninggal dunia, justru membuat masyarakat semakin ketakutan dan depresi. Sehingga media dibatasi untuk melakukan pemberitaan terkait jumlah peningkatan pasien positif dan yang meninggal dunia. Media menjadi salah satu penyemangat masyarakat dengan pemberitaan-pemberitaan hal positif, sehingga masyarakat yang menikmati media tersebut tidak ter-stigma rasa paranoid berlebihan akan Pandemi.
*Pasca Vaksinasi