Mohon tunggu...
Zenfitri R. Situmorang
Zenfitri R. Situmorang Mohon Tunggu... Lainnya - Storyteller

Suka menulis, berolahraga dan bernyanyi. Buku favorit adalah buku biografi, filsafat, dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Membawa PKL Naik Kelas bersama Bank BRI

21 Desember 2022   16:36 Diperbarui: 21 Desember 2022   16:41 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. brilianpreneur.com

Pedagang kaki lima atau biasa disebut dengan PKL sudah tidak asing lagi di telinga kita. Mereka adalah para pelaku ekonomi produktif yang umumnya menjajakan dagangannya menggunakan gerobak dan berada di trotoar jalan. Tetapi tak sedikit juga mereka yang menggelar dagangannya langsung di atas trotoar tanpa menggunakan gerobak.

Banyak yang berpendapat bahwa istilah "Kaki Lima" yang digunakan untuk menamai pedagang ini karena total kaki mereka yang mereka gunakan untuk berjualan dianggap lima; dua kaki pedagang dan tiga roda gerobak maupun penyangga gerobak. Namun pemahaman tersebut kurang diakui karena tidak semua PKL menggunakan gerobak.

Istilah tersebut pertama dicetuskan oleh pemerintah Kolonial Belanda tetapi dengan istilah yang sedikit berbeda, yaitu Pedagang Lima Kaki. Yang artinya pedagang yang berjualan di trotoar yang memiliki lebar sepanjang lima kaki atau satu setengah meter. Lambat laun istilah tersebut berubah menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL).

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa pelaku PKL selalu berasal dari masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah dengan pendidikan yang rendah disertai dengan kemampuan yang rendah pula. Sehingga saat mencari pekerjaan, mereka akan tersisih oleh para pesaing dengan tingkat pendidikan yang tinggi serta memiliki kemampuan yang tinggi.

Jika kita perhatikan para pedagang kaki lima kebanyakan memang berasal dari golongan masyarakat yang berpendidikan rendah. Karena untuk menjadi seorang pedagang kaki lima tidak membutuhkan modal yang tinggi sehingga bisa menggunakan uang pribadi tanpa harus meminjam ke bank dengan cicilan yang berbunga. Selain itu, mereka juga tidak membutuhkan lulusan pendidikan tinggi serta skill khusus untuk bisa menjajakan dagangannya.

Ditambah lagi dengan penampilan mereka yang selalu menggunakan busana sederhana dan seringkali terlihat lusuh. Mungkin juga karena pendapatan mereka yang pas-pasan yang hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Maka tak heran, jika kebanyakan PKL dipandang sebagai masyarakat miskin.

Namun, tanpa disadari kondisi tersebut telah menjadi penghalang bagi pelaku PKL untuk berkembang. Jika kita menilik sejarah adanya pedagang kaki lima, mereka sudah ada sejak masa penjajahan Kolonial Belanda.  Yang artinya sebelum Indonesia merdeka mereka sudah ada. Akan tetapi hingga Indonesia sudah memperingati hari kemerdekaan yang ke-77 tahun pun, kondisi para PKL di Indonesia masih tetap sama jika dilihat dari status sosial-budaya para pelakunya. Kelompok masyarakat dengan status ekonomi menengah ke bawah, berpendidikan rendah, hingga tinggal di kawasan kumuh di pinggiran kota.

Peristiwa tersebut seolah-olah mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia selalu melahirkan kemiskinan dari generasi ke generasi, dengan jumlah yang selalu bertambah. Sejauh ini memang belum ada daftar resmi mengenai jumlah PKL yang ada di Indonesia. Kemungkinan karena memang jumlahnya yang sangat banyak atau mengkin tak terhitung. Bagaiman tidak, mendirikan maupun menutupnya tidak memerlukan izin dari pihak manapun sehingga membuat jumlahnya susah untuk dikendalikan. Akan tetapi ada beberapa fakta yang menunjukkan perkembangan jumlah PKL di Indonesia.

Pertama, dilansir dari buku yang berjudul "Pedagang Kaki Lima: Riwayatmu dulu, Nasibmu Kini" karya Gilang Permadi, S.S, bahwa pada tahun 2.000 terjadi peningkatan drastis jumlah PKL di Bandung, dengan total 16.880 unit. Di mana pada tahun 1.997 jumlah PKL di sana masih berjumlah sekitar 3.000 unit saja. Hanya dalam jangka tiga tahun terjadi penambahan sekitar 13 ribu. Peristiwa penambahan jumlah PKL tersebut memang melewati masa krisis ekonomi global pada tahun 1998. Kemungkinan besar penyebabnya adalah banyaknya perusahaan yang gulung tikar sehingga harus memutuskan hubungan kerja dengan para karyawannya.

Jumlah itu masih hanya terhitung di satu kota saja. Jika jumlah PKL di atas dikalikan dengan jumlah kota atau kecamatan yang ada di Indonesia yang jumlahnya ribuan, maka hasilnya akan menjadi jutaan unit PKL.

Kedua, menurut catatan Asosiasi Pedagang Kaki lima Indonesia (APKLI) DKI Jakarta tahun 2004, terdapat sekitar 14 ribu unit pedagang kaki lima di DKI Jakarta. Padahal di tahun 2004 ekonomi Indonesia sudah mulai membaik jika dibandingkan dengan krisis ekonomi di tahun 1998, tetapi jumlahnya tetap saja banyak.

Jumlah itu juga semakin menguatkan bahwa jumlah pedagang kaki lima (PKL) di Indonesia memang semakin banyak. Apalagi kita baru saja melewati masa pandemi covid-19 yang menghantam banyak perusahaan di Indonesia sehingga harus merumahkan pekerjanya. Menjadi pedagang kaki lima pasti menjadi pilihan yang tepat bagi mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kemungkinan besar jumlah PKL bertambah lagi.

Oleh karena itu, mereka, para pedagang kaki lima, membutuhkan perhatian khusus dalam mengembangkan diri dan usaha mereka untuk kehidupan yang lebih sejahtera. Meskipun mereka berada di sektor ekonomi informal, mereka juga merupakan bagian dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia yang turut serta dalam memutar roda perekonomian negara kita, meski masih dalam jumlah yang sangat kecil.

Dok. BRI
Dok. BRI

Saya sangat mengapresiasi pendekatan edukasi alih-alih advokasi yang sudah dilakukan oleh Bank BRI ke daerah-daerah di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Dengan melibatkan 36 ribu tenaga marketing dan analisis kreditnya, BRI telah menyentuh para pelaku UMKM termasuk para PKL (yang masih awam dengan istilah-istilah perbankan) secara langsung. Di mana pendekatan tersebut tidak menempatakan para pelaku UMKM sebagai orang yang sedang diajari, melainkan sebagai partner yang setara untuk bertumbuh bersama.

Hal tersebut dilakukan untuk menjaga dan terus meningkatkan semangat pelaku usaha agar tetus terdorong untuk mengembangkan usahanya. Dengan begitu, harapannya para pelaku usaha akan lebih cepat bertransformasi menjadi usaha menengah, maupun usaha besar nantinya.

Dok. brilianpreneur.com
Dok. brilianpreneur.com

Berawal dari pendekatan tersebut, saya berharap BRI juga bisa membawa para PKL naik kelas seperti para pelaku UMKM yang sudah berhasil naik kelas terlebih dahulu melalui BRILianpreneur yang sudah diselenggarakan sejak tahun 2019. Event yang bertujuan untuk menampilkan hasil karya produk-produk terbaik UMKM Indonesia sekaligus mendukung pemerintah dalam program "Bangga Buatan Indonesia".

Pada tahun ini event tersebut akan diadakan kembali dengan menampilkan 500 UMKM, guna untuk mempertemukan UMKM di seluruh Indonesia dengan para buyer internasional. Dengan harapan UMKM akan memiliki daya saing yang bisa menembus pasar internasional.

Apabila PKL bisa naik kelas satu per satu, maka para PKL baru yang memulai usahanya dari trotoar berukuran lima kaki berikutnya, tidak membuat PKL menumpuk di pinggir jalan. Karena menjadi PKL sebenarnya menjadi lapangan kerja yang sangat cocok bagi pengusaha pemula. Dengan begitu, para PKL di Indonesia bisa turut merasakan kesejahteraan dan citra PKL pun akan ikut naik kelas secara ekonomi, sosial maupun budaya. 

Harapan saya, pada HUT127BRI tahun ini, Bank BRI tetap menjadi BRIPahlawanFinansial bagi UMKM dan terus mendukung pertumbuhan UMKM di negeri ini dengan produk dan layanannya yang semakin Muda(H).

Selamat Hari Ulang Tahun yang ke-123 BRI!!!

Doa terbaik dari masyarakat Indonesia selalu untukmu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun