Sehingga pengacaranya berupaya mencari titik kelemahan Fatwa itu, termasuk proses penerbitan Fatwa MUI, system dan prosedurnya merupakan alat organisasi dalam melakukan system penetapan suatu Fatwa.
Bagaimana proses terbitnya suatu Fatwa adalah sangat penting dalam mencari kebenaran materiil, apakah sudah di penuhi proses keputusan Fatwa itu oleh MUI, apakah system dan prosedur yang ada apakah sudah dijalankan dengan benar sesuai dengan aturan organisasi yang ada.
Ketua Umum menjadi titik utama ketika kita berbicara Fatwa, karena dari sanalah semua kegiatan serta system dan prosedur organisasi dijalankan dengan baik atau tidak, apakah terbitnya Fatwa itu sudah mengikuti asas organisasi yang benar atau tidak, disanalah sebenarnya tanggung jawab seorang Ketua Umum dalam menjalankan roda Organisasinya.
Walau bagaimanapun juga MUI adalah lembaga yang memberikan fatwa yang akan berakibat langsung kepada kehidupan masyarakat , kepentingan Publik sangat kental dan memiliki kedudukan strategis dalam kehidupan Warga Negara Indonesia. Oleh sebab itulah tanggung jawab konstitusional dan tanggung jawab moral sabenar benarnya berada ditangan Ketua Umum.
Ketika Fatwa MUI di permasalahkan, maka Ketua lah yang harus mempertanggung jawabkan secara benar dan baik, sesuai dengan kaidah kaidah organisasi yang dimaksudkan oleh UU Organisasi Yayasan.
Tentu saja Ahok dan pengacaranya akan mempermasalahkan proses penerbitan Fatwa ini, karena dari sanalah sebenarnya Fatwa itu benar benar valid sebagai fatwa atau tercemar oleh kepentingan yang intervensip, kepentingan yang diakomodasi diluar system dan prosedur penerbitan Fatwa.
Intervensi SBY kepada Ketua MUI KH Ma'ruf Amin menjadi inti pokok permasalahan, apabila ternyata ada di tengerai adanya hubungan intervensip maka keabsahan dan kevalidan Fatwa menjadi kontroversi, menjadi sumir sebagai Fatwa MUI.
Itulah sebabnya Ahok dan Pengacaranya memberikan penekanan kepada KH Ma'ruf Amin tentang pola intervensip yang mungkin terjadi, mengingat posisi KH Ma'ruf Amin adalah bekas Watimpress SBY ketika SBY menjadi Presiden.
Ada kemungkinan terjadi intervensi karena adanya hubungan timbal balik dalam hubungan politik masa lalu, bahkan mungkin masih ada di masa kini. Didalam persidangan hal ini sangat di mugkinkan terjadi, bahwa materi materi yang sensitip merupakan materi yang sering muncul didalam proses pengadilan, bahkan seringkali melahirkan kasus pengadilan baru dengan terdakwa baru.
Untuk mencari kebenaran materiil memiliki konsekwensi logis terhadap segala macam bukti sensitip yang bisa ditarik kearah dimensi lain selain dimensi Hukum, misalnya dimensi Politik.
Penolakan terhadap bukti oleh Ketua MUI di depan pengadilan menjadi hal yang sangat sensitip didalam pengadilan, karena secara hukum memang kesaksian di bawah sumpah memiliki konsekwensi hukum tersendiri, dan itu diatur didalan system hukum kita. Bahwa konsekwensi menghadapi pengadilan atas kebohongan bersaksi merupakan konsekwensi dari hukum itu sendiri.