Ruhut Sitompul adalah fenomena yang tak lazim dikehidupan politik yang berlandaskan kepada ukuran ukuran irrasional, Nepotis, Royalis, Darah Biru, Ruhut adalah rakyat biasa yang tumbuh dan berkembang dari kampung hingga mencapai posisi strategis didalam masyarakatnya.
Ruhut memiliki pengalaman yang tak mudah ditempuh dan dijalani, perjuangan yang mendewasakan dirinya dengan tetap berpegang kepada nilai nilai obyektip rasional, posisi tinggi yang diperolehnya berkat pengalaman yang menderanya selama ini, mustahil seorang akan berkembang secara instan hanya di dasarkan kepada darah biru dan keturunan.
Menurut Ruhut perkembangan manusia mesti melalui penggemblengan di kawah candradimuka kehidupan nyata didalam masyarakat, dirintis dari bawah menjadi orang kebanyakan yang kemudian berkembang menjadi seorang yang bijaksana dan menasbihkan diri menjadi pemimpin lingkungannya.
sedikit saja tak mengikuti kaidah sunatulloh yang harus ditempuh, maka hati nurnainya akan serta merta melawannya menurut Ruhut kemustahilan itu relaita dan nyata didepan mata, mustahil seorang menjadi pemimpin begitu saja tanpa mengalami proses alamiah yang harus dijalaninya, harus menghadapi tantangan dan halangan yang sulit dan semakin sulit dilaluinya, sehingga akan membentuk kepribadian yang dewasa dan matang.
Instan adalah kata kata pantangan bagi dirinya, bahwa semuanya harus melalui penggemblengan ditengah masyarakatnya untuk menjadi seorang pemimpin yang baik dan benar benar menjadi seorang pimpinan bagi masyarakatnya. Bagaimana mungkin seorang menjadi pemimpin tanpa melalui proses kepemimpinan, malah akan menjadi beban bagi masyarakatnya sendiri dan menjadi penghambat perubahan kebudayaan masyarakatnya.
Seorang Gubernur adalah seorang pemimpin yang ditangani dengan seadanya, tidak bisa menjadi seorang pemimpin sambil belajar, seorang pemimpin adalah seorang mumpuni yuang sudah pantas untuk diikuti dan jadi panutan masyarakatnya, Kepercayaan masyarakat akan luntur manakala seorang pemimpin hanya terus menerus diam dan terus belajar menjadi pemimpin.Â
Pendiriannya terhadap Paslon Partai Demokrat yang di tempati oleh seorang jebolan Tentara berpangkat Mayor, adalah tindakan absurd dan ngawur menurut pandangannya, karena seorang Mayor belumlah bisa dibebani tantangan strategis didalam masyarakat, tantangan strategis yang mengharuskan seorang Gubernur mengambil sikap dan keputusan menuntut kesiapan mental dan kesiapan bathin untuk menjalaninya, tidak ada waktu lagi untuk belajar, seorang Gubernur bukanlah seorang pegawai yang setiap hari hanya menanda tangani surat surat, dan tebar pesona kemana mana,Â
Ruhut dengan keras menolak mentah mentah Calon Partai Demokrat Agus Yudoyono, yang sekaligus juga adalah anak kesayangan Bos nya sendiri SBY, namun Ruhut tetap pada pendiriannya sesuai dengan hati nuraninya, bahwa seharusnyalah Partai Demokrat secara sportif ikut mendukung Ahok sebagai Gubernur petahana dalam Pilkada 2017 nanti,
Adalah bayaran pantas dukungan Partai Demokrat kepada Ahok, karen abalasannya adalah memperoleh kesamaan pandangan dan synergitas terhadap kehendak masyarakat, bahkan bukan hanya melulu daerah Jakarta saja, namun menggambarkan posisi Partai Demokrat dimata masyarakat Indonesia,. Bahkan menurut perhitungan Ruhut komitmen dukungan kepada Ahok, merupakan bentuk komitmen Partai Demokrat terhadap pluralitas kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika.Â
Kepihakan Partai Demokrat kepada Bhineka Tunggal Ika akan membawa suasana lain dimata masyarakat, sekaligus diharapkan mampu menutupi kesalahan kesalahan para kader Partai Demokrat masa lalu. Korupsi yang meraja lela sekaligus ditepis dengan komitmennya mendukung Ahok.Â
Menurut Ruhut posisi inilah yang mesti diambil, ditengah tengah gempuran korupsi dikalangan Partai Demokrat, sekali langkah dua agenda terlampaui, yaitu komitmen kepada pluralitas, dan sekaligus komitmen kembali kepada pemberantasan Korupsi.
Namun Posisi yang begitu baik ditawarkan Ruhut, justru memperoleh tantangan besar dari para kader Partai Demokrat sendiri yang terus menyuburkan suasana Nepotis, Royalis dan kader kader jenggot. Komitmen Ruhut membawa Partai Demokrat mendukung Ahok adalah langkah politik yang sangat baik dikerjakan.
Gerakan Politik yang manis itu menurut Ruhut akan mengembalikan posisi Partai Demokrat dihati masyarakat, namun apa boleh buat nasi telah menjadi Bubur, justru SBY memilih suasana berbau nepotis, Royalis dan mengambil posisi tanggung jawab, semua dibebankan dibahunya. Justru menendang Ruhut keluar dari Partai Demokrat.
Dua langkah blunder yang telah dilakukan SBY dan Partai Demokrat, membiarkan Ruhut bekerja diluar Partai Demokrat dan mengundurkan diri dari Posisinya di Partai Demokrat, sekaligus hanya terima menjadi Relawan salah satu pendukung TimSes Ahok dan Djarot.
Justru kini tergambarkan bahwa komitmen Ruhut kepada Pluralis dan Kebhinnekaan Tunggal Ika, menjadikannya sebagai tokoh pembawa khittoh Partai Demokrat terbawa ditangannya, justru kini yang tertinggal adalah sebuah Partai Demokrat yang bernuansa Nepotis, Royalis, dan Kader Jenggot. Yang dengan mudah akan ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
Selamat datang Ruhut sebagai tokoh Demokrasi tulen khas Indonesia, yang bernuansa gotong royong, Pluralis, jauh dari irrasional, nepotis, Royalis dan Kader kader jenggot.
Langkah besar telah dilakukannya menjadikannya semakin melambung tinggi dikancah perpolitikan nasional, walau hanya menjadi seorang relawan Ahok, Namun dibalik itu, kerelaan dirinya meninggalkan jabatan Petinggi Partai Demokrat, adalah nilai besar yang tak mungkin hilang begitu saja.
Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !
 Jakarta, 4 Oktober 2017
Zen Muttaqin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H