Mohon tunggu...
Zen Muttaqin
Zen Muttaqin Mohon Tunggu... wiraswasta -

AKU BUKAN APA-APA DAN BUKAN SIAPA-SIAPA. HANYA INSAN YANG TERAMANAHKAN, YANG INGIN MENGHIDUPKAN MATINYA KEHIDUPAN MELALUI TULISAN-TULISAN SEDERHANA.HASIL DARI UNGKAPAN PERASAAN DAN HATI SERTA PIKIRAN. YANG KADANG TERLINTAS DAN MENGUSIK KESADARAN. SEMOGA BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

PSSI Gagal Pahami FIFA dan Sepakbola

15 Oktober 2015   11:09 Diperbarui: 15 Oktober 2015   18:36 2152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

sumberfoto,sportiplus.com

 

Kegagalan demi kegagalan terus mengikuti PSSI, sudah sekian lama prestasi tidak pernah diperoleh TimNas yang dipersiapkannya, malah pernah terjadi memiliki dua TimNas yang memalukan bangsa dan negara di kancah pergaulan international. Bahkan Blatter sekalipun benar benar merasa tidak mengerti kok bisa ada dua TimNas dalam satu Federasi negara anggota.

Gagal melakukan konsolidasi internal dikawasan tanah air sendiri sudah bukan lagi cerita baru, namun sudah membudaya pertikaian dan perseteruan yang akhirnya melahirkan permusuhan, bahkan hingga permusuhan abadi. gusur menggusur lawan didalam Organisasinya bukanlah sejarah baru, tapi perilaku itu terus berjalan tanpa penyesalan.

Gagal menjaga asset PSSI menjadi wahana persatuan, malah sebaliknya, sementara Sepakbola dimana mana menjadi ikon persatuan dan wahana tempat berkumpul menjalin kebersamaan dan persaudaraan antar warga bangsa, di Indonesia justru yang terjadi adalah tempat pertikaian, perebutan pengaruh dan kekuasaan, tempat dimana kelompok berjuang mengatasi serta menghabisi kelompok lainnya.

PSSI menjadikan Sepakbola menjadi tempat warga memuaskan hawa nafsu berkuasa dan memperkaya diri sendiri dan kelompok ataupun golongan, PSSI Tunggangan terbaik menguasai tanah air untuk kepentingan politik, untuk kepentingan Pilkada serta menjadi tempat mendudukkan posisi no satu di pemerintahan, hal ini sudah bukan lagi dugaan, namun terpampang didepan mata melalui berita berita terukir didalam sejarah masa lalu.

PSSI telah gagal mempertahankan PSSI jauh dari kepentingan pribadi dan golongan, justru membiarkan sebaliknya menyediakan diri menjadi tunggangan bagi kepentingan tertentu, yang akhirnya menjauhkan sepakbola dari masyarakat yang  justru sepakbola juga seharusnya mengakomodasi kepentingan warga bangsa secara keseluruhan.

PSSI gagal membersihkan diri dari anasir anasir perusak permainan sepakbola, maraknya pengaturan skor dan pengaturan pertandingan terhidang dengan mata telanjang, sepakbola gajah seringkali terlihat dalam proses suatu kompetisi atau turnamen, bahkan turnamen turnamen resmi yang sarat dengan cmpurtangan kepentingan.

PSSI gagal melakukan pembinaan sepakbola usia dini, menyerahkan bulat bulat kepada proses pembinaan yang berkembang didalam masyarakat secara alamiah, tanpa ada program pembinaan yang khusus menanganinya, termasuk menyusun roadmap pembinaan Usia muda hingga tumbuh menjadi dewasa.

Pada puncaknya PSSI gagal memberikan prestasi yang membanggakan masyarakat, serta gagal mempersembahkan tropy juara, sekalipun hanya tingkat regional, apalagi tingkat yang lebih tinggi, bahkan dengan Timor leste saja telah berdiri pada posisi peringkat yang bersaing.

Masyarakat kini meyakini kinerja PSSI memang sangat buruk, mengakomodasi kalangan sepakbola secara utuh telah gagal dilakukan, surat pembekuan PSSI oleh Pemerintah cq Menpora adalah puncak kegagalan PSSI.

Mencabut legitimasi representatif negara terhadap PSSI adalah puncak kegagalan yang menghentikan semua keresahan masyarakat atas bertubi tubinya kegagalan PSSI didalam mengelola sepakbola.

Dengan dicabutnya legitimasi representatif negara oleh Pemerintah, otomatis menghapus kesahihannya sebagai federasi anggota FIFA. PSSI dianggap sudah tidak mewakili Negara Indonesia.

FIFA dengan cepat mengantisipasinya dengan menjatuhkan suspensi kepada PSSI, melarang semua kegiatan PSSI diseluruh kegiatan sepakbola FIFA, termasuk menjalin kerjasama ataupun korespondence yang menyangkut sepakbola.

Tidak ada lagi pembicaraan Sepakbola selain berbicara antara FIFA dengan Negara cq Presiden atau pemerintah NKRI.

Keinginan FIFA bertemu dengan Presiden adalah bentuk jawaban kepada PSSI, bahwa PSSI sudah tidak lagi memiliki akses untuk berperan dalam sepakbola, kedatangan FIFA tak lain untuk menyusun kembali sepakbola Indonesia, oleh karena itulah  FIFA ingin mengetahui keinginan Indonesia melalui Presiden NKRI.

Yang pada akhirnya Presiden menugaskan Menpora menjalankan Tata kelola sepakbola yang baru, tidak mungkin Presiden melangkahi Menpora menunjuk PSSI menyusun kembali tata kelola sepakbola Indonesia, karena PSSI sudah dibekukan oleh Pemerintah cq Menpora, dan itu merupakan Bahagian dari perintah Presiden sendiri.

Kegagalan PSSI yang mempermalukan diri sendiri, justru terus berusaha berkomunikasi dengan FIFA, sementara pasword PSSI di FIFA telah dihapus, karena jelas aturan didalam organisasi FIFA, bahwa tidak ada seorangpun pengurus FIFA berani melakukan komunikasi dengan Federasi atau pengurus Federasi yang sedang disuspensi.

Pernyataan pernyataan FIFA sebenarnya sudah jelas dan mengandung kebijakan FIFA dalam rangka menghadapi Indonesia. hanya Pemerintah yang syah yang bisa menjadi representatif Negara dan Bangsa.

Kegagalan terakhir PSSI adalah gagal memahami posisi dirinya terhadap FIFA serta gagal memahami tata cara berkomunikasi FIFA, dan hal inilah yang seringkali menciptakan ketidak pastian dan berpotensi terjadi kegaduhan yang tak perlu.

Apakah prestasi Kegagalan kegagalan beruntun seperti itu akan terus dijalani oleh PSSI ?, hanya waktu yang bisa membuktikannya, tanyalah kepada rumput yang bergoyang.

Waktu yang akan membuka semua tabir asap yang mengkabut menutupi kebenaran menuju Prestasi yang kita dambakan.

 

Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

Jakarta 15 Oktober 2015

Zen Muttaqin

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun