30 Klub yang tergabung didalam satu Klub Persebaya tidaklah mudah untuk dihapus begitu saja dari peta sepakbola di surabaya bahkan di muka bumi ini, walau dengan cara dan kekuatan apapun akan sulit menghapusnya, tak akan ada yang mampu menghapus perjalanan sejarah Persebaya sampai kapanpun.
Pendirian dan keinginan menghapus Klub adalah pikiran cupat dan naif, menghapus dengan menggunakan kekuasaanpun tak mampu menghapus kebenaran dan realita kehidupan perjalanan sejarah Klub Persebaya, apalagi Persebaya sudah terlanjur menjadi salah satu ikon perjalanan sejarah sepakbola di tanah air, sekaligus termasuk pendiri PSSI.
PSSI tidak akan pernah menghentikan dan mematikan Klub dimanapun berada, sekecil apapun Klub itu ada, PSSI tidak berhak dan tidak memiliki keuatan apapun untuk mengesyahkan pembunuhan Klub dengan segala atributnya. Hanya sekelompok pengurus PSSI yang terlalu percaya diri berupaya mematikan Klub Klub termasuk Persebaya dari percaturan sepakbola Nasional, terutama Persebaya yang fenomenal.
Baik dipandang dari segi faktual maupun yudisial, hal itu tidak akan menemukan landasan bertindak yang cukup beralasan dan kuat, bahkan menghapus peran 30 Klub yang mendukungnya sudah barang tentu merusak tatanan persepakbolaan yang ada selama ini, 30 Klub yang mendukungnya merupakan akar kuat yang bergandengan erat dengan masyarakatnya secara langsung, hal inilah yang seharusnya menjadi pegangan.
Sepakbola bukan hanya organisasi yang dibentuk berdasarkan pranata hukum, namun juga didasarkan kepada pranata sosial kemasyarakatan, dimana disana tumbuh keterikatan masif diantara masyarakat, menggunakannya sebagai wahana berkomunikasi sekaligus menjalin persaudaraan dan kebersamaan diantara masyarakat.
"Rawe rawe rantas malang malang putung" yang menjadi jargon rakyat Surabaya saat pertempuran 10 November, merupakan hasil komunikasi efektif yang tersalurkan karena adanya wahana persaudaraan dan kebersamaan, yang dengan cepat tersusun suatu barikade pertahanan Rakyat terhadap serbuan penjajah saat itu.
Oleh karena itulah semangat dan tekad yang terkandung itu akan terus menjadi patokan dan dasar perjuangan arek-arek Suroboyo dengan Boneknya, akan terus berusaha memerdekakan diri dari penjajahan yang dengan sewenang wenang mematikan Persebaya tanpa didasari oleh realita dan kenyataan yang ada.
Rekayasa Organisasi yang lahir dari upaya pengaturan disegala bidang, dengan cara cara politik praktis yang masuk kedalam Organisasi PSSI, telah mengorbankan Persebaya beserta semangatnya. Menghentikan tanpa sebab yang jelas dan argumentatif, tanpa mengingat keberadaan Persebaya sebagai Ikon pendiri PSSI yang terhormat.
Persebaya dan Boneknya adalah fenomena perlawanan terhadap kesewenang wenangan, menjadi ikon bagi perjuangan terhadap penindasan dan penjajahan di segala bidang, konsistensi Bonek terhadap eksistensi Persebaya adalah wujud kesabaran dan ketegaran memperjuangkan kebenaran tanpa mengenal lelah.
Kembalinya Bonek dan Persebayanya, sudah tentu menjadi tolok ukur perubahan Total, dengan menjadikannya titik perubahan mendasar dalam upaya perombakan Total sepakbola Indonesia tanpa kompromi.
Mengembalikan eksistensi Klub-klub yang dimatikan oleh Pengurus PSSI masa lalu, adalah harga yang harus dibayar sebagai tanda perubahan tanpa kompromi terhadap perilaku dan perlakuan Pengurus PSSI masa lalu, Bukan hal yang sulit untuk mengembalikannya kepada jalur yang benar.
Kejujuran dan kebenaran pengelolaan sepakbola yang bermartabat, harus dijalankan dan menjadi landasan utama menyusun kembali tata kelola sepakbola Indonesia dimasa datang.
Tata kelola yang baik tidak hanya ditentukan oleh Organisasi manajemennya, namun juga sangat ditentukan oleh isi dari organisasi yang dijalankan, karena dari pengurus yang mengurusnya itulah terjadi rekayasa dan penyimpangan penyimpangan.
Oleh karena itulah harus ada tinjauan kembali kepada para personal yang akan menjadi pengurus PSSI, yang bersih dari unsur dan anasir masa lalu yang bisa menjadi titik lemah PSSI dimasa yang akan datang.
Hilangkan kemungkinan terjadinya conflict of interest yang mungkin bisa terjadi nantinya.
Perhelatan Final Piala kemerdekaan, membuka mata kita lebar lebar, tidak terasa sudah berapa lama Bonek dan Persebaya hilang dari peredaran, menerima ketidak adilan dengan sabar.
Â
Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !
Jakarta, 15 September 2015
Â
Zen Muttaqin