Mohon tunggu...
Zen Muttaqin
Zen Muttaqin Mohon Tunggu... wiraswasta -

AKU BUKAN APA-APA DAN BUKAN SIAPA-SIAPA. HANYA INSAN YANG TERAMANAHKAN, YANG INGIN MENGHIDUPKAN MATINYA KEHIDUPAN MELALUI TULISAN-TULISAN SEDERHANA.HASIL DARI UNGKAPAN PERASAAN DAN HATI SERTA PIKIRAN. YANG KADANG TERLINTAS DAN MENGUSIK KESADARAN. SEMOGA BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

4000 Perusahaan, Tak Bayar Pajak selama 7 tahun.

29 Juli 2013   04:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:54 1726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sumberfoto,www.rimanews.com

.

Sekitar 4000 Perusahaan Asing Ditengarai Tak Bayar Pajak

4000 Perusahaan PMA Tidak Bayar Pajak, Ini Penjelasan Dirjen Pajak .

Tanggal 13 April 2013 yang lalu, ketika Menkeu ditangani oleh Agus Martowardoyo mengungkapkan kondisi perpajakan di Indonesia. Yang benar benar dalam keadaan memprihatinkan, sekitar 4000 Perusahaan Asing ditengerai tak membayar pajak selama 7 tahun.

Agus menjelaskan, bahwa Praktik transfer pricing oleh perusahaan-perusahaan multinasional marak terjadi di Indonesia. lebih kurang 4000 perusahaan multinasional ditengarai tidak membayar pajak dalam tujuh tahun terakhir.

“Mereka membayar pajak dibawah nilai yang seharusnya mereka bayar. Kami perhatikan di Indonesia, banyak perusahaan-perusahaan joint venture (gabungan beberapa perusahaan), baik nasional maupun multinasional, selama tujuh tahun mereka hampir tidak bayar pajak,” kata Agus di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (12/4/2013).

Bahkan Menkeu telah mensinyalir adanya indikasi kesengajaan Perusahaan dimaksud menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan Transfer pricing atau pengalihan keuntungan, wajib pajak mencari manfaat dari negara- negara berpajak rendah (tax heaven country). Perusahaan multinasional menggeser barang-barang/bahan baku produksinya ke negara tersebut untuk mendapatkan keuntungan (profit shifting). Akibat pergeseran ini, penerimaan pajak di Indonesia menurun.

Kelalaian yang sudah berjalan bertahun tahun, jelas memberikan indikasi adanya kesengajaan dalam mengeruk keuntungan dengan membiarkan adanya celah aturan yang ada, dan tentu hal ini merupakan tugas utama pemerintah untuk segera menyikapi dengan memperbaiki aturan perpajakannya, sedemikian sehingga tidak ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis yang berkolaborasi dengan pejabat perpajakan.

Kong kaling kong yang merugikan Negara milyaran rupiah untuk pemasukan Negara, telah terlanjur ada dan justru dijadikan modus untuk meraup keuntungan pribadi dan golongan tertentu, dan mengabaikan hak hak pajak untuk kemaslahatan rakyat banyak.

Pengurangan pendapatan Negara atas pajak, tentu akan menurunkan kemampuan Negara menyantuni kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat kalangan bawah yang rentan terhadap kemampuan memperoleh pendapatan untuk menutupi kebutuhan dasar hidupnya.

Dan jelas menurunkan kemampuan pemerintah menyediakan infrastruktur yang baik dan memadai untuk kegiatan seluruh masyarakat.

Namun ini baru dugaan yang menjadi alasan sementara pejabat pajak terkait, namun hal ini mesti segera disikapi dengan melakukan audit forensic terhadap organisasi dan manajemen perpajakan yang harus dilakukan oleh BPK, sehingga system dan prosedur organisasi manajemennya akan senantiasa sesuai dengan aturan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat, yang merupakan inti dari system perpajakan diterapkan.

Dari data Kementerian Keuangan, penerimaan perpajakan pada tahun 2012 belum sesuai target. Realisasi penerimaan perpajakan (pajak, bea masuk dan bea keluar) hanya 96,4 persen atau Rp980,1 trilun dari target APBN-P 2012 yang sebesar Rp1016,2 triliun. Tahun 2013 penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp1193 triliun.

Pasca Menteri keuangan yang dilepaskan oleh Agus, masalah ini menjadi mentah kembali, hingga hari ini tidak ada kemajuan yang signifikan terhadap kebijakan yang mengarah perbaikan serta berupaya mencari solusi.

Dihadapan DPR tanggal 30 Mei 2013, belum sebulan pernyataan Menteri keuangan waktu itu, justru Dirjen Pajak menganulir dan menghapus kemungkinan adanya kelalaian tidak membayar pajak, malah Dirjen meyakinkan kepada DPR, bahwa sebenarnya tidak ada yang tidak bayak pajak, hanya pajaknya nihil.

"Di kita ada Kanwil khusus yang menangani PMA, itu dari beberapa PMA ada sekitar 4000, kemarin tidak bayar pajak. Dia tidak bayar pajak bukan berarti tidak melaporkan, tapi pajaknya nihil, artinya mereka melaporkan rugi atau segala macam dan ini sedang kita periksa," kata Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, ketika ditemui di Gedung DPR sebelum melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis (30/5/2013). 

Permainan kata yang tidak sesuai lagi dengan zamannya sekarang ini, justru nihil itulah yang dijadikan indikasi Menkeu waktu itu, ada indikasi terjadinya kelalaian dalam pemasukan Negara lewat pajak, yang dilakukan oleh 4000 Perusahaan asing.

Seharusnya Dirjen Pajak secepatnya melakukan clean paper, melakukan pembersihan catatan terhadap kinerja perpajakan, sebagai garda terdepan dalam menarik pendapatan sebagai bahagian proses pemerataan yang berasaskan keadilan.

Kenapa mesti defense mechanism yang tak perlu, cukup lakukan audit dengan bekerjasama dengan BPK, dan menyusun kembali system dan prosedur organisasi manajemen perpajakan yang senantiasa menjamin terlaksananya keadilan social bagi sleuruh rakyat.

Sekaligus juga menyelidiki adanya kemungkinan terjadi kesengajaan penyelewengan dan penggelapan pajak, dengan memanfaatkan kelemahan aturan dan kelemahan personal pegawai perpajakan.

Terjadinya kerugian terus menerus serta kerugian besar yang tidak masuk logika, dan juga anomali anomali yang timbul, sebagai indicator adanya penyimpangan dalam pelaksanaan perpajakan.

Terutama kepada Perusahaan2 besar multinational corporation, yang merupakan wajib pajak besar bagi pemasukan Negara.

Dengan hengkangnya Menteri Keuangan Agus M, kini Departemen Keuangan seolah kehilangan momentum, serta terhenti penelusuran penyimpangan pajak korporasi ini, yang selama 7 tahun telah terjadi indikasi penyimpangan.

Dan Menkeu yang baru seolah malah berdiam diri saja membiarkan semua berlalu, menandakan adanya benturan kepentingan diantara mereka sendiri. Demi kebutuhan kepentingan kelompok dan golongannya sendiri, hal ini terabaikan.

Oleh karena itu, tak ada jalan lain, DPR, BPK dan KPK segera membentuk gugus tugas khusus untuk segera memperbaiki dan menemukan indikasi adanya penyelewengan dan penggelapan pajak.

Tentu seluruh komponen Bangsa harus segera menyikapinya dengan terus menerus melakukan penekanan kepada lembaga2 terkait, agar segera diselesaikan.

.

Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

.

Jakarta, 29 juli 2013

.

Zen Muttaqin

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun