Mohon tunggu...
Zen Muttaqin
Zen Muttaqin Mohon Tunggu... wiraswasta -

AKU BUKAN APA-APA DAN BUKAN SIAPA-SIAPA. HANYA INSAN YANG TERAMANAHKAN, YANG INGIN MENGHIDUPKAN MATINYA KEHIDUPAN MELALUI TULISAN-TULISAN SEDERHANA.HASIL DARI UNGKAPAN PERASAAN DAN HATI SERTA PIKIRAN. YANG KADANG TERLINTAS DAN MENGUSIK KESADARAN. SEMOGA BERMANFAAT.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Buka Pintu Negosiasi, Dengan Siapa ?

28 April 2014   16:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:06 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Post Power Syndrom, Merasa masih berkuasa dan menguasai, adalah syndroma hilangnya kekuasaan mantan Penguasa

Jam dinding terus berdetak, detik demi detik berlalu semakin dekat dengan habisnya waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya memasuki babak pemilihan Presiden mendatang, Partai partai sudah gencar untuk menjajagi kemungkinan melakukan koalisi dan kemungkinan memperoleh bagi2 kekuasaan yang optimal dalam penyelenggaraan pemerintahan yang akan datang.

Golkar, PPP, PKB, PKS, Gerindra dan Hanura, semua terlihat sibuk bermanuver menjajagi kemungkinan2 untuk bisa meraih posisi terbaik, terutama demi kepentingan dan kebutuhan mempertahankan posisi yang telah diperoleh pada pemerintahan masa lalu, dengan segala kelebihan dan kelemahan yang menyertainya, yang dibayangi oleh adanya indikasi korupsi dan mega korupsi yang melibatkan elite politik Partai 2, yang kini berkuasa.

Masyarakat sendiri melihatnya aneh, karena segala manuver yang dipertunjukan Partai partai tersebut, mulai yang pertama partai Gerindra yang terus membidik dan menggugat kesepakatan Batu Tulis, yang akhirnya tak memenuhi harapan dan merasa ditinggalkan oleh Megawati dan PDIP. Sejak saat itu pupuslah harapan konsesi statusquo melalui Gerindra menemui kegagalan.

Dan sejak saat itulah semua partai2 dari koalisi Gabungan pemerintahan statusquo, dengan gencar membidik PDIP dan jokowi menyeretnya kemeja perundingan, dan melakukan komitmen awal dengan mempertukarkan konsesi dan bagi2 kekuasaan dan jabatan, Yang akhirnya hingga sampai saat ini menemui kegagalan termasuk PKB cq Muhaimin, yang menemui jalan buntu alias gagal memperoleh konsesi kekuasaan dari PDIP/Jokowi.

Muhaimin Iskandar bahkan tanpa malu malu menggunakan Gus Dur, untuk meningkatkan kredibilitas PKB dimata PDIP Jokowi dan megawati, namun ternyata taktik itu telah diketahui dan diendus oleh PDIP/Jokowi. GusDurian yang ada di PKB justru menggunakan momen tersebut untuk segera menjalin kerjasama dengan PDIP, tanpa mempedulikan konsesi kekuasaan, sekaligus meninggalkan kepentingan Muhaimin dkk sekaligus bersama penyokong utamanya selama ini.

Oleh karena itulah, sudah sepantasnya penguasa rezim pemerintahan koalisi Gabungan untuk segera mengambil alih inisiatif, dan mempertaruhkan segala kekuasaann yang dimilikinya untuk memaksa PDIP dan Jokowi mau bekerjasama dalam satu meja perundingan, dengan mengajukan konsesi penyelamatan misi dan visi Pemerintahan masa lalu, yang kebetulan terindikasi banyaknya kasus kasus korupsi dan mega korupsi yang merata di seluruh sektor dan bidang, dan dilakukan oleh elite politik Partai2 anggota koalisi Gabungan yang berkuasa.

Jadi bukan hal yang aneh, kalau selama ini tidak ada sekalipun terlihat upaya dan manuver Partai Demokrat dan SBY, sementara begitu marak dan gegap gempitanya partai2 anggota koalisi gabungan melakukan segala cara untuk memperoleh konsesi dari PDIP.

Malah sibuk sendiri dengan Konvensi Partai demokrat yang sudah ketinggalan kereta dan terkesan sia sia, dengan perolehan suara yang sangat minimal, hanya 9 % saja. Pencapresan Partai Demokrat jelas upaya yang pasti gagal, seperti bunga yang layu sebelum berkembang.

Konvensi partai demokrat kehilangan momentum dan saat yang tepat, dan sudah jelas ditolak oleh masyarakat luas melalui hasil Pil Leg 2014 april yang lalu.

Setelah gagal semua jalan, mau tidak mau kini SBY, mulai dituntut untuk segera mengambil alih tanggung jawab, membawa rezim statusquo yang terdiri dari elite politik partai 2 Koalisi Gabungan untuk memperjuangkan nasib dan keselamatan mereka, pada zaman pemerintahan yang baru nanti, dengan segera mempertaruhkan kekuasaannya, untuk memperoleh konsesi jaminan keselamatan elite politik dari masalah2 yang akan menimpanya.

Kini SBY sudah memberikan indikasi serta membuka diri untuk bisa berkoalisi dengan partai2 lain termasuk PDIP, hal ini menandakan, bahwa SBY harus segera mengambil alih tangungjawab sebagai penguasa dan pemimpin Koalisi Gabungan pemerintah yang lalu.

Ketua Umum PD SBY angkat bicara soal rencana koalisi PD menjelang Pilpres 2014. Bagi SBY semua opsi serba terbuka, berkoalisi, mengusung poros sendiri, atau menjadi oposisi."Saya ingin sampaikan pernyataan politik sikap posisi dalam PD utamanya soal koalisi dan juga pasangan capres dan cawapres," kata SBY memulai konferensi pers di lokasi debat final capres PD di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Minggu (27/4/2014).

SBY menjelaskan, Bahwa Partai Demokrat sedang konsolidasi proses internal partai. Melakukan diskusi Dewan Pimpinan Pusat dengan para pimpinan DPD seluruh Indonesia. "Setelah acara debat yang akan berlanjut dengan survei. "Setelah acara debat yang akan berlanjut dengan survei.

Saya akan lakukan pertemuan internal di Majelis Tinggi Partai. Majelis tinggi adalah yang berwenang mengajukan capres oleh PD. Memang pada tingkat sekarang ini belum menentukan posisi dan pilihan," kata SBY."Apakah PD akan begabung atau koalisi? itu belum.

Banyak spekulasi misal Partai Demokrat berkoalisi dengan A,B,C. Kedua apakah Demokrat manakala memiliki kekuatan yang cukup tentu bergabung dengan lain-lain, dilihat dari segi kursi atau jumlah suara maka kami belum mengambil keputusan apakah mendukung calonnya sendiri atau maju bersama partai lain," lanjut SBY.

Bagi SBY seluruh opsi saat ini terbuka. PD akan menjalin komunikasi dengan partai lain sebelum mengambil keputusan final, namun hal itu ditengerai sudah kadaluarsa, ketinggalan kereta, walaupun SBY masih merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan dengan didukung segenap elite politik koalisi gabungan Partai2 penguasa.

Namun PilPres justru momentum terhapusnya dan tertanggalkannya segala atribut dan legitimasi yang disandangya, sebagai penguasa yang menjalankan mandat dari rakyat. melalui pilpres 2009 yang lalu.

Tentu akan berbeda dan telah mengalami degradasi dan legitimasi, apalagi kalau dilihat dari hasil Pil Leg yang lalu, jelas mengindikasikan bahwa SBY beserta Partai Demokrat, mengalami eksekusi kepercayaan dari masyarakat melalui hasil pil leg.

Namun menerima kenyataan yang ada itu tidak mudah, cenderung tidak mendasarkan realitas yang ada, masih terasa aroma kekuasaan yang hingga kini masih melekat.

Cuma Masyarakat sendiri hingga kini tidak faham dan mengerti, tentang sibuknya elite politik partai membicarakan koalisi pemerintahan dengan PDIP dan Jokowi, sementara PDIP sendiri dan Jokowi juga hingga kini tidak memahami dan mengerti, apa yang dimaksud dengan Koalisi, yang akhirnya di tengerai adanya konsesi bagi bagi kekuasaan dan rejeki yang kemudian ditolak mentah mentah.

Jokowi yang menjalankan policy selama ini, tidak pernah menggunakan kerangka berfikir kekuasaan seperti itu, karena Jokowi hanya bermodalkan ketulusan hati dan keseriusan bekerja demi kepentingan masyarakat, tak ada pretensi untuk meraih kekuasaan dan jabatan untuk kepentingan sendiri dan kekuasaannya.

Oleh karena itu setiap ada pembicaraan diantara PDIP/Jokowi dengan partai partai, kelihatan ada silang pendapat yang tak menemukan titik temunya, karena memang kerangka berfikirnya berbeda dan landasan pemikirannya tidak sama.

PDIP dan Jokowi mengartikan Mandataris rakyat, adalah menggunakan kekuasaan semata mata hanya untuk kepentingan rakyat, bekerjasama dan berkoalisi dengan rakyat. meraih kesejahteraannya serta bersama sama menuju cita cita.

Tidak ada kerangka berkuasa dan menguasai seluruh asset dan anggaran, untuk kepentingan sendiri dan kelompok yang harus dibagi bagikan kepada pihak manapun, yang ikut serta mendukung Jokowi dan PDIP dalam menjalankan pemerintahannya.

Sementara Jokowi / PDIP, menjalankan pemerintahannya dilandasi oleh pertanggungjawaban secara langsung kepada Rakyat yang memberikan mandatnya.

Akhirnya timbul pertanyaan, Kepada siapa Negosiasi Konsesi rezim statusquo dialamatkan ?

Rakyat justru bertanya dan terheran, dengan hiruk pikuknya perilaku elite politik partai partai mencari koalisi. Lantas perjuangan mensejahterakan rakyat menuju cita cita bagaimana nasibnya ?

Sederhana namun Mengerikan.

Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

Jakarta 27 April 2014

Zen Muttaqin

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun