Mohon tunggu...
Zely Ariane
Zely Ariane Mohon Tunggu... -

Menulis hal-hal yang (tidak) disuka (banyak) orang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tantangan Kesatuan Identitas Buruh dan Politik Kelas Buruh

21 Maret 2016   20:17 Diperbarui: 21 Maret 2016   20:40 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

14 September 2015

Zely Ariane

Harian Indoprogress

PULUHAN ribu buruh turun lagi ke jalan, pada 1 September lalu. Aksi tersebut dimotori oleh Gerakan Buruh Indonesia (GBI) yang terdiri dari tiga konfederasi serikat buruh terbesar di Indonesia.

Walau diwarnai aspirasi menolak pekerja asing, tuntutan utama yang diperjuangkan sama sekali tidak asing: kenaikan upah, jaminan dan keselamatan kerja, perbaikan layanan BPJS, jaminan hari tua dan protes terhadap Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Sehari-hari di tempat kerja buruh bergulat pada persoalan ini-ini saja. Dan persoalan semacam ini tidak ekslusif ‘milik buruh Indonesia’.

Ancaman PHK karena dibukanya keran pasar kerja dan investasi dalam negeri, melalui skenario MEA, menjadi salah satu ancaman yang meresahkan banyak buruh. Persaingan antar pekerja berketerampilan tinggi dengan yang tidak, apapun kebangsaannya, menjadi ancaman bagi pekerja Indonesia yang dikenal karena murah dan berketerampilan rendah.

Aksi pada 1 September dikatakan tidak mewakili semua unsur serikat pekerja, apalagi seluruh pekerja Indonesia. Ada pro dan kontra terhadap isu, khususnya terkait sikap terhadap pekerja asing, dan afiliasi politik para pimpinan serikat yang disinyalir mempengaruhi sikap politik aksi tersebut. Tetapi tak sedikit juga wakil-wakil serikat buruh lain, yang tidak ikut turun ke jalan, mendukung gerakan tersebut.

Bagi mereka momen itu adalah kelanjutan dari gelombang gerakan buruh yang tetap bergerak maju di tengah tekanan ekonomi di tempat kerja, dan represi politik terhadap serikat dan pimpinan-pimpinan serikat. Setelah rangkaian mogok dan aksi-aksi besar sejak 2012, 2013 dan 2014 lalu, berbagai serikat buruh tidak berhenti berkonsolidasi. Khususnya menjelang triwulan penghujung tahun, agenda rutin berbagai serikat memang merapatkan kekuatan menghadapi negosiasi upah kembali untuk 2016. Perjuangan rutin tahunan.

Kriminalisasi, represi-represi kecil hingga berdarah di tingkat pabrik terus dihadapi. Ancaman PHK hampir menjadi makanan sehari-hari. Medan perjuangannya tidak tambah mudah, keberanian buruh tidak serta merta bertambah, tetapi berbagai serikat buruh yang terus ada di depan mempertahakan mobilisasi kekuatan pekerja di Indonesia telah berhasil membuktikan satu hal: serikat buruh sudah menjadi kekuatan politik yang sedang diperhitungkan.

Persoalan memenangkan opini publik mendukung pergerakan buruh adalah proses pembudayaan politik baru di Indonesia. Tampilnya (kembali) gerakan buruh ke muka publik belum lama, setelah dihancurkan sesaat setelah 30 September 1965. Baru sehabis reformasi pengaruhnya membesar dan makin terasa 10 tahun terakhir ini.

Terdapat dua tantangan membangun politik kelas buruh di Indonesia: pertama, pekerja upahan Indonesia belum memiliki identitas yang sama sebagai buruh; dan kedua, kepentingannya sebagai sebuah kelas belum terartikulasidan terkonsolidasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun