Mohon tunggu...
Zelma Desica Cahyati Jagat
Zelma Desica Cahyati Jagat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Jember

Merupakan perempuan kelahiran Malang pada 10 Desember yang memilih melanjutkan studinya di jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jember. Selain berfokus pada studinya, ia memiliki hobi menyalurkan idenya melalui cerita fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Liberalisme dalam Komunisme: Benarkah Tiongkok Mengadopsi Sistem Perekonomian Liberal?

13 Maret 2023   20:14 Diperbarui: 13 Maret 2023   20:19 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Nuno Alberto on Unsplash (unsplash.com)

Sudah bukan rahasia lagi apabila Tiongkok merupakan negara komunis besar yang terus bertahan hingga kini. Bahkan Tiongkok terus berkembang menjadi salah satu negara adidaya yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar di Asia, bahkan di dunia. Negara komunis sendiri merupakan negara yang menganut paham bahwa kekayaan dunia merupakan milik bersama dan lebih baik dari milik pribadi. 

Yang mana ketika diartikan lebih jauh maka pandangan ini memberikan pemahaman bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama dalam situasi ekonomi, tujuan dari adanya usaha ialah untuk kesejahteraan umum, dan tidak ada pembeda di antara semua orang. Paham komunisme ini tidak dapat terlepas dari gagasan sosialis.

Sosialisme merupakan sebuah paham yang ditemukan dalam budaya Yunani Kuno dimana seorang pemimpin negara tidak boleh menjadikan negara sebagai milik pribadi dan menggunakan kedudukannya untuk mencari keuntungan pribadi. Dalam paham sosialis, segalanya bersama-sama dan hidup berdampingan tanpa ada pembeda. 

Maka dari itu bagi sebuah negara yang menganut paham ini, negara menjadi hal nomor satu yang harus dipikirkan. Dalam sebuah prakteknya, pemimpin negara menjadi representasi dari negara tersebut sehingga segala keputusan pimpinan negara dianggap benar dan sudah dipertimbangkan akan membawa kebaikan negara.

Dalam hal ini Tiongkok melakukan hal yang sama. Segala keputusan yang berkaitan dengan negara diambil oleh pimpinan negara degan pertimbangan bahwa keputusan yang diambil akan memberikan dampak positif lebih banyak dibanding dampak negatif kedepannya. 

Maka tak heran apabila negara yang menganut paham komunis mengatur segalanya dengan ketat, termasuk soal kebebasan berpendapat dan hak pers. Bahkan dalam hal pers, negara menjadi pihak yang terlibat langsung dan menyeleksi sebuah tulisan dapat dipublikasikan secara luas atau tidak.

Tiongkok menjadi negara yang uni. Hal ini dikarenakan Tiongkok sebagai negara komunis besar memiliki ideologi yang berbeda dalam praktek ekonominya.  Deng Xiaoping pada tahun 1979 melakukan reformasi dengan anggapan dasar bahwa kemiskinan bukanalah arti dari sosialis. 

Maka dari itu Deng menerapkan sistem perekonomian yang lebih terbuka pada setiap sektornya, atau biasa dikenal dengan ekonomi liberal. Dimana melalui sistem liberal ini maka ekonomi pasar memiliki kebebasan untuk melakukan interaksi dengan bebas. 

Pemerintah hanya menjadi pihak pengawas dan memastikan agar interaksi ekonomi terlaksana tanpa terkendala. Semua orang memilik kebebasan untuk memilih usaha yang diinginkan namun tetap kemampuan bersaing yang menjadi penentu. Bagi yang tidak mampu untuk bersaing maka akan selalu tertindas dan tertinggal sementara bagi yang kuat bersaing akan terus berdiri.

Deng mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan sistem liberal dimana Deng memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam melakukan interaksi ekonomi. 

Meski banyak ahli ekonomi yang mengatakan bahwa keputusan Deng merupakan keputusan yang terburu-buru, namun kenyataannya semenjak masa reformasi yang dibawa oleh Deng, Tiongkok mengalami peningkatan ekonomi yang pesat. Bahkan dengan perkembangan perekomian yang disusul dengan perkembangan teknologi Tiongkok yang terus berkembang, membawa perubahan hingga mampu menyelamatkan 700 juta masyarakat dari kemiskinan.

Tentunya penggunaan dua sistem dalam aspek yang berbeda pada suatu negara membutuhkan keharmonian yang tepat. Tiongkok berhasil mengembangkan perekonomiannya melalui sistem liberal dengan tetap mempertahankan sistem komunisnya. Dalam hal ini harmonisasi dalam menjalankan kedua sistem ini harus saling mendukung. 

Pembangunan ekonomi yang dipilih tidak akan bisa berjalan apabila sistem politik negara tidak mendukung. Begitu pula dengan politik suatu negara yang tidak akan berhasil tanpa adanya perekomian yang berjalan. Harmonisasi dan stabilitas antara politik dan ekonomi menjadi penunjang terbesar dalam keberhasilan suatu negara.

Tiongkok berhasil membangun negaranya dengan mengadopsi paham komunisme dengan asumsi bahwa politik Tiongkok akan terus stabil dan negara akan sejahtera. 

Namun karena adanya kegagalan dalam perekonomian yang sebelumnya membuat Tiongkok menggunakan sistem perekonomian yang lebih terbuka dan mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat Tiongkok. 

Deng Xiaoping dalam reformasinya mampu menemukan kesempatan dalam perkembangan dunia sehingga Deng berani membuat keputusan untuk menggunakan sistem perekonomian yang terbuka. Dang mampu menemukan kesempatan bagi Tiongkok untuk berkembang mengikuti perkembangan dunia dan menemukan tempat untuk menjadi bagian dari perekonomian dunia.

Sistem perekonomian liberal yang terus dianut Tiongkok hingga kini menjadi sebuah sistem yang memberikan keberhasilan bagi Tiongkok, justru membuka gerbang bagi Tiongkok untuk menjadi negara yang turut menguasai perekonomian dunia. Dimulai dari tahun 1990-an dimana Kawasan Asia Tenggara mengalami krisis ekonomi sementara Tiongkok terus mengalami perkembangan ekonomi. 

Keberhasilan Tiongkok dalam memajukan perekonomiannya meski dengan ideologi dan sistem perekonomian yang berbeda menjadi sebuah hal yang banyak dipertanyakan oleh para ahli ekonomi. Apalagi mengingat Tiongkok menjadi negara komunisme pada tahun 1949 yang mana artinya ketika Deng Xiaoping mengambil keputusan reformasi, Tiongkok belum lama berada pada sistem politik komunisme.

Namun pada dasarnya para ahli berpendapat bahwa ada dua alasan Tiongkok mampu terus berkembang dalam hal ekonomi meski dengan ideologi yang berbeda. Yang pertama, pekembangan globalisasi yang semakin menembus batas negara dan tidak adanya dinding pembatas. Globalisasi membawa pengaruh yang besar terhadap perekonomian dunia dimana seluruh pihak mampu terlibat dan bersaing. 

Dalam hal ini Tiongkok yang bereformasi kepada sistem liberal terus mendorong sektor perekonomian negeri agar mampu bersaing dalam pasar internasional. Dalam prakteknya Tiongkok berhasil mengembangan ekonomi dan teknologinya sehingga memperoleh tempat di pasar internasional dan menjadi salah satu negara yang kini menduduki posisi atas perekonomian.

Yang kedua, adanya kepiawaian para elit politik yang berada dalam Partai Komunis Tiongkok. Hal ini karena para elit politik dalam partai menjadi pihak yang memberikan dorongan dan pengawasan dalam proses interaksi ekonomi. Sehingga dengan adanya kepiawaian para elit politik ini Tiongkok mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi dunia yang saat itu terjadi. 

Perkembangan ekonomi dan teknologi tidak akan terjadi apabila sebuah negara tidak dapat menemukan kesempatan untuk memasuki pasar internasional sementara keadaan dunia yang dipengaruhi oleh globalisasi terus berjalan. Oleh karena itu kepiawaian para elit politik Tiongkok ini menjadi salah satu alasan Tiongkok mampu memiliki beberapa perusahaan yang beroperasi di belahan dunia, terutama dalam hal teknologi.

Tiongkok telah berhasil memajukan perekonomian dalam waktu yang selatif singkat. Hal ini dikarenakan adanya keberhasilan pemimpin Tiongkok terutama Deng Xiaoping yang mengambil keputusan untuk melakukan reformasi mejadi perekonomian terbuka atau liberal meski dengan ideologi komunis. Selain itu adanya era globalisasi yang didukung oleh kepiawaian elit politik Tiongkok akan terus membawa Tiongkok kepada perekonomian yang semakin maju ke depannya.

Source:

Rujikarwati, Erdi. 2015. "Komunis; Sejarah Gerakan Sosial dan Idiologi Kekuasaan". Jurnal Qathruna Vol 2 No. 2 hlm. 75-86.

Santoso, Bambang. 2017. "Kebangkitan Ekonomi China dan Pengaruhnya Terhadap Beberapa Negara di Kawasan Asia". Global Insight Journal Vol 02, No. 01 hlm. 227-249.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun