Aku hanya terdiam, melanjutkan perjalanan, setidaknya ayah Denis termasuk golongan bangsawan, begitulah Denis mendapatkan tanduknya, yang menyerupai tanduk sapi. Berbeda dengan ku yang hanya naga biasa, tanpa tanduk dan tanpa sayap, hanya ekor biasa seperti ekor buaya.Â
"Eh, tunggu. Lihat disana" kataku menunjuk suatu tempat di kejauhan.Â
"Ada apa disana?" Denis bertanya.Â
Alih-alih menjawab, Aku malah berlari ke tempat itu, puncak tebing dari lembah neraka yang kami lewati, dibawahnya mengalir lahar panas yang siap menghanguskan apa saja yang jatuh ke sana. Denis berlari menyusul ku tapi, dia tidak sengaja mendorong ku.Â
"Uwaaaa!" teriakku terpleset. Untung saja aku sempat memegang ranting kayu sebelum benar benar terjatuh ke lahar api.Â
"Awas! Hati hati, Reano!" teriak Denis, sementara aku berpegangan erat ke ranting kayu yang sudah hampir patah.Â
"Tunggu! Aku akan mencari bantuan" Denis berteriak, berlari meninggalkan ku.Â
"Apa? Hey jangan tinggalkan aku sendirian! Bagaimana jika aku tiba-tiba terjatuh?" teriakku protes. Denis berlari kembali ke tepi tebing dekat tempatku bergelantungan.Â
"Makanya jangan ceroboh!" Denis marah, bisa-bisa nya disaat seperti ini dia memarahiku.Â
"Aduh, seharusnya aku tidak terlalu banyak makan pie apel tadi pagi" keluh ku.Â
"Berhentilah mengeluh, Reano!" Denis kesal.Â