[caption caption="Teluk Minamata"][/caption]
Wisata ke Kota Kecil Jepang: Kenapa tidak?
Jepang merupakan tempat wisata yang sayang apabila dilewatkan. Negara yang dilambangkan oleh bendera Hinomaru yang menyimbolkan matahari terbit ini adalah salah satu tempat wisata favorit turis, backpacker , tempat tujuan studi lanjutan dan juga bisnis. Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas mengenai kota kecil di pesisir barat Jepang.
Saya mengunjungi salah satu kota yang terletak di prefektur Kumamoto di pulau Kyushu bagian barat. Kota yang didirikan pada tahun 1889 ini merupakan kota kecil dengan jumlah penduduk sekitar 28 ribu jiwa. Sejujurnya saya agak kaget karena di kota seluas ini, saya sangat jarang bertemu dengan anak muda!
Kota ini sangatlah indah, berbeda dengan suasana Tokyo yang hiruk-pikuk saat rush hour , Shibuya yang bergelimang dengan tempat wisata maupun Ginza yang terkenal dengan kemewahan. Minamata menawarkan suasana asli Jepang yang asri dengan suasana alamnya, makanan-makanan khas lokal, dan kegiatan tradisional Jepang.
[caption caption="Sungai Minamata di tahun 2014"[/caption]
Minamata sebagai Eco-Town dan Reviving Town
Kota ini sayangnya lebih terkenal akibat kasus Minamata Disease (Chisso-Minamata disease /チッソ水俣病/ Chisso-Minamata-byō ), yang disebabkan oleh pelepasan bahan kimia bernama methylmercury oleh pabrik Chisso selama 34 tahun. Methylmercury kemudian terakumulasi dan menyebabkan penyakit pada penduduknya dan muncul menjadi kasus internasional pada tahun 1969-1973.
Tidak disangka, setelah kurang lebih 40 tahun Minamata telah menjadi sebuah eco-town yang sangat maju. Perubahan ini dipacu oleh semangat pantang menyerah dari berbagai pihak dalam restrukturisasi dan regenerasi Minamata sebagai suatu kota yang membuat saya kagum, salah satunya adalah pemisahan sampah menjadi 24 jenis! Selain itu, para warga Minamata bekerja dalam eco-town dengan menggiatkan pembuatan produk lokal dari sampah menjadi barang unik, lucu dan berguna!
[caption caption="Pemilahan sampah menjadi 24 jenis di Minamata"]
(Source: In the Hope of Avoiding Repetition of the Tragedy of Minamata Disease-What We have Learned from the Experience, Report of the Social Science Study Group on Minamata Disease, National Institute of Minamata Disease, 2001, p.9, p.ii)
Ngapain di Minamata?
Disini, ada banyak hal yang dapat dilakukan, saya memulai kunjungan dengan belajar memilah sampah menjadi 24 jenis dan mengunjungi pabrik eco-town. Disini saya melihat proses awal dari pemilahan sampah dari para warga sendiri, lalu mengikuti truk sampah menuju pabrik recycling dan melihat langsung proses 4R (Reduce, reuse, recycle, "REMAKE"), dari bahan sisa menjadi bahan mentah kembali, hingga menuju industri pembuatan lokal benda benda unik dan lucu seperti botol plastik, koran, tas belanja, botol minuman, dan jahitan tenun.
Setelah itu, saya mengunjungi museum Minamata dan mengikuti program edukasi baik untuk anak-anak maupun orang dewasa yang interaktif dan menarik, disuguhkan pula dengan potret masa lampau kasus Minamata yang begitu menyentuh hati. Kami pun mengunjungi monumen Minamata dimana tanah yang kami jejaki di atas monumen merupakan yang dulunya laut namun telah direklamasi menjadi tanah
Aksi favorit saya adalah menutup hari dengan menikmati menyusuri kota Minamata dengan menggunakan sepeda menggunakan topi wisata sambil menenggak kaleng jus dibarengi dengan kicauan burung. Pemandangan yang terlihat dari jembatan sangat memukau. Burung camar pun seolah pulang bernyanyi ke rumah mereka masing-masing.
Di hotel Umi no Yuyake, saya menikmati makanan dan minuman khas lokal Minamata (sashimi yang disuguhkan diperoleh dari ikan teluk Minamata!), kemudian menikmati pemandian lokal sambil bercanda tawa dengan rekan kerja. Hal disini sungguh mengagetkan saya karena setiap orang DIWAJIBKAN untuk menanggalkan seluruh pakaian! Awalnya saya dan beberapa orang lain berniat memasuki pemandian dengan menggunakan celana dalam alias boxer, namun dicegah oleh bapak-bapak senior yang kemudian menunjuk kepada celana kami masing-masing dan dengan menggunakan tangannya, ia meminta kami telanjang! Awalnya kami ragu dan malu-malu, tetapi bapak itu menunjuk pada handuk kecil yang dapat digunakan untuk menutup aurat kami hingga mencapai bak mandi sehingga mengurangi rasa malu kami. Akhirnya kami mengikuti saran bapak tersebut dan berlanjut pada prosesi pemandian.
Saat masuk kami disuguhkan dengan ruangan yang sangat besar dan dibagi menjadi beberapa kawasan. Kami diwajibkan membersihkan badan terlebih dahulu di kawasan mandi sebelum memasuki bak yang besar. Setelah itu kami masuk ke dalam bak besar berisi air panas. Terasa sekali penat yang saya rasakan selama mengelilingi Minamata berangsur hilang dan hanya rileks yang saya rasakan. Kemudian beranjak menuju pemandian luar yang dimana kami dapat menikmati angin malam, suasana pinggir teluk dimana ombak berdebur dan bintang berkilauan di langit atas. Setelah keluar dari pemandian terbuka di luar, saya masuk ke bak berisi air dingin dan merasakan sensasi 'chill' yang membuat saya segar. Saya mengakhiri hari sambil menenggak sake di hotel yang nyaman bersama teman.
[caption caption="Pemandian terbuka di hotel Umi To Yuyake"]
This is a city worth visiting for!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H