DKI Jakarta, sebuah kota yang selalu terjaga dari mimpinya. Kota besar yang identic dengan gemerlap cahaya Gedung pencakar langit layaknya bintang di malam yang sunyi. Menghiasi langit-langit Jakarta dengan warna cantik yang seakan saling mengisi satu sama lain.
Sebuah pemandangan yang menarik, ketika manusia dapat menghiasi langitnya dengan karyanya sendiri. Kota besar yang tidak pernah beristirahat.Â
Tujuh hari dalam seminggu setiap insan di kota ini menghabiskan waktu untuk berlalu-lalang dengan urusannya. Modernitas, serba cepat, dan metropolitan mungkin adalah tiga kata yang dapat menggambarkan betapa ramai-nya Ibu kota kita.
Namun di tengah kebisingan suara Ibu kota, ada satu tempat menarik yang saya temui. Dari kejauhan, tempat tersebut seperti layaknya kantor milik instansi pemerintah saja.
Apalagi letaknya memang cukup berdekatan dengan beberapa Kementrian, seperti Kementrian Pertahanan, atau Kementrian Komunikasi dan Informasi. Selain itu tampak depan bangunan yang memiliki pilar-pilar besar layaknya sebuah bangunan milik pemerintahan.
Saat saya turun dari halte Monument Nasional lalu menyebrang kearah Jalan Medan Merdeka Barat, saya langsung menyadari bahwa bangunan di depan saya bukanlah sebuah kantor milik pemerintah atau perusahaan swasta yang memang berada di lokasi yang sama.Â
Tempat yang saya kunjungi kali ini adalah Museum Nasional.Â
Langkah saya kemudian disambut dengan karya milik seniman asal Pulau Dewata, yaitu I Nyoman Nuarta. Seorang seniman yang karyanya sudah sangat harum di Indonesia, dan salah satunya yang paling terkenal adalah patung Garuda Wisnu Kencana yang berada di Bali.
Mahakarya yang berada di depan pelupuk mata saya saat ini memiliki nama "Ku yakin sampai disana". Sebuah patung berbentuk pusaran dengan diameter yang cukup besar. Terlihat cukup banyak masyarakat yang antusias mengabadikan diri mereka dengan patung indah tersebut.Â
Kemudian saya berjalan menuju tempat pembelian tiket yang hanya berjarak beberapa meter saja dari patung tadi. Setiap orang di kenai biaya sebesar Rp5000. Sebuah harga yang sangat murah untuk tempat yang berada di jantung Ibu kota.Â
Dan saya telah berada di sebuah bangunan yang menyimpan cerita menarik. Nuansa berbeda langsung terasa setelah melewati loket pembayaran. Disini rasanya sangat tenang sekali, entah kenapa cuaca panas khas Jakarta tiba-tiba berubah menjadi sejuk dan menenangkan.Â
Mata saya terdiam sejenak melihat arca-arca yang berbaris rapih sepanjang lorong. Ukurannya beragam, ada yang berukuran kecil tetapi ada juga yang besarnya seperti tubuh orang dewasa.Â
Tidak hanya arca yang berbentuk seperti manusia, tetapi ada juga prasasti-prasasti yang juga dibariskan sedemikian rupa.Â
Langkah saya kemudian berlanjut memasuki bangunan Museum Nasional. Sebuah Gedung yang memiliki beberapa ruangan dengan koleksi yang beragam.Â
Mulai dari benda-benda peninggalan zaman dahulu seperti aksesoris, alat makan, senjata tradisional hingga zaman pra kemerdekaan bangsa kita. Selain itu di dalamnya juga terdapat kain-kain atau pakaian khas Nusantara. Tentu saja dengan corak dan warna yang berbeda pada setiap daerahnya.
Ruangan pertama yang saya masuki berisi alat musik tradisional dari beberapa wilayah di seluruh Nusantara. Selain itu terdapat aksesoris tubuh yang terbuat dari bagian tubuh hewan.Â
Seperti kalung, gelang tangan dan sebagainya. Di dalam ruangan ini juga terdapat baju yang terbuat dari kulit binatang. Hal yang mungkin tidak kita rasakan sekarang.Â
Saya semakin bersemangat untuk menjelajahi setiap ruangan yang ada di Monumen Nasional. Lalu mata saya tertuju pada alat-alat yang terbuat dari bebatuan kasar.
Terdapat kapak yang terbuat dari batu yang diikatkan pada sebatang kayu, lalu benda seperti kompor besar yang terbuat dari batu. Tak terbayang betapa sulitnya jika kita harus membuat segala sesuatu dari batu. Sungguh merepotkan sekali bukan?
Setiap ruangan memiliki koleksi yang sangat menarik. Lalu satu hal yang saya sangat sukai dari setiap ruangan di Monumen Nasional adalah suasana yang di bangun oleh pengelola. Saat berada di dalam ruangan-ruangan ini, saya merasakan ketenangan yang sangat tentram.
Menurut saya ini dapat terjadi karena pengelola mengatur sedemikian rupa suhu, pencahayaan, sampai melodi yang diputar. Sehingga membuat para pengunjung betah berlama-lama di dalam ruangan museum ini.
ini membuat saya sangat berantusias untuk menjelajahi lebih jauh di museum ini tanpa rasa bosan sedikit pun.Â
Saya lalu memasuki ruangan layaknya mini teater yang menampilkan proklamator kita, Bung Karno sedang membacakan naskah proklamasi.Â
Di bagian ini terdapat beberapa bangku. Namun saat saya datang, kondisinya memang sedang tidak terlalu ramai. Sehingga bangku-bangku tersebut tidak terisi sama sekali. Mungkin pada beberapa kesempatan, akan diadakan nonton Bersama di tempat ini
Tidak jauh dari ruangan mini bioskop tadi, saya menjumpai lukisan peta pulau Indonesia sebesar dinding bangunan ini. Pada awalnya, saya mengira ini hanyalah sebuah cetakan digital yang di tempel pada dinding.
 Namun saat di perhatikan lebih seksama, ini adalah sebuah lukisan yang dibuat dengan Teknik menimbul. sebuah mahakarya yang luar biasa.Â
Tak terasa, saya sudah berada pada akhir ruangan. Lantas saya kemudian keluar menuju tempat pertama kali saya datang. Beragam koleksi yang sudah saya lihat seperti menyadarkan saya Kembali bahwa betapa sangat kaya dan beragam budaya yang kita miliki.Â
Saya dibuat kagum dan takjub ketika menyadari bahwa para pendahulu kita dapat bertahan hidup dengan mengandalkan alam yang berada di sekitar kita. Ini tentu menjadi pembelajaran bagi saya untuk lebih menghargai setiap perbedaan yang ada dan lebih peduli dengan lingkungan sekitar.
Museum Nasional telah membuka mata saya dengan keberagaman Indonesia. sebuah tempat yang sunyi namun di dalamnya memiliki nilai sejarah yang begitu besar. Keberagaman Nusantara tergambar dengan jelas di dalamnya.Â
Tempat yang jauh dari kata bising Ibukota. Sebuah museum yang menawarkan kepada kita untuk kembali lahir menjadi seorang anak bangsa yang bangga akan budayanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H